Chereads / Love Is Meaningless / Chapter 18 - Perkelahian

Chapter 18 - Perkelahian

Shela bergeming untuk beberapa waktu. Kakinya berat untuk melangkah menuju ke arah Darlie dan wanita yang sama sekali tak dikenalnya.

"Hey..." Pria mabuk yang setengah sadar itu menggapai Shela lagi, dan kali ini dia memeluk tubuhnya dengan erat.

"What are you doing, sir. Let me go..." Hardik Shela. Ia tak menduga bahwa pria yang tak dikenalnya itu tiba-tiba memeluk dia erat. Akan tetapi, bukannya melepas Shela pergi, pria itu semakin menjadi liar dan mencoba mencium Shela.

"Help, please help me!" Teriak Shela. Ia tak tahan lagi. Matanya melirik ke arah Darlie yang hendak pergi.

Darlie sedang mengantar wanita muda itu masuk ke dalam mobilnya. Mungkin sebentar lagi ia akan pergi tanpa melihat Shela. Dengan keberanian, Shela pun menarik nafas dan memanggil nama Darlie, "Darlie... Darlie. Oh God, please anyone... please help me..."

Air mata shela mulai jatuh membasahi pipinya. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Banyak orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya, namun tampaknya tidak ada yang mau peduli dengan teriakkan Shela.

Suara tawa anak muda yang melewati mereka, hanya melirik dan pergi begitu saja seperti tidak melihat apa-apa. Ketika Shela menjadi putus asa, setelah meronta-ronta dengan hebat, pria mabuk itu tertawa pulas.

"You are mine!" Kata pria setengah sadar itu dengan senyuman penuh gairah. Itu sangat menjijikan!

"Please, let me go." Mohon Shela tak kuat melepaskan diri dari cengkraman pria itu. Pria itu tersenyum dan menjulurkan lidahnya ingin menjilati wajah Shela. Bau alkohol yang sangat menyengat semakin tercium mendekati wajahnya, membuat Shela menutup mata dengan erat.

Langkah kaki tergesa-gesa datang menghampiri mereka. Tiba-tiba, Bukkk! Pria mabuk itu terlempar ke tanah dengan darah keluar di sela bibirnya.

Terasa rangkulan tangan hangat mendekap Shela dengan segera. Tubuhnya gemetaran dan matanya masih tertutup dengan erat. Bahkan Shela tak berencana untuk membuka matanya saat itu.

'Siapa?' Pikir Shela.

"Tunggu sebentar saja." Bisik pria muda tersebut ke telinga Shela, lalu melepaskan rangkulan tangannya dari bahu Shela.

'Suara ini...' Shela tahu dengan benar siapa pemilik suara yang baru saja dia dengar tersebut. Suara yang sudah lama tidak didengarnya. Suara yang selama ini dia rindukan!

"How dare you!" Kata pria yang datang untuk menyelamatkan Shela dari gangguan pria mabuk tersebut. Bukkk... Suara dentuman kuat terdengar lagi. Sepertinya pria yang baru saja datang untuk menyelamatkan Shela sangat marah.

Pria mabuk itu bahkan tidak berkutik lagi. Ia sampai babak belur tanpa sempat memberikan perlawanan.

Setelah pria muda itu terlihat puas, "Now, go away..." Katanya.

Setelah melihat bahwa ia telah dilepaskan, pria mabuk itu berdiri dengan perlahan dan hati-hati, sambil melihat ketakutan ke arah anak laki-laki yang memukulinya.

"Don't go?" Culas pria muda itu sambil meniup jari jemarinya yang baru saja habis memukuli pria paru baya tersebut secara habis-habisan. Tidak ada satu orang pun yang akan menghentikan mereka berkelahi. Bahkan itu hanya akan menjadi tontonan jalanan yang tak berarti.

Mendengar perkataannya, pria paru baya itu bergegas pergi dengan mata melek. Ia tidak ingin mendapatkan pukulan lagi.

"Sekarang sudah tidak apa-apa. Kau bisa membuka matamu!" Kata pria muda itu.

Shela pun perlahan membuka matanya. Ia melihat ke sekitar untuk memastikan bahwa pria mabuk itu memang benar-benar telah pergi dari area tersebut. Lalu, belum sempat ia melihat wajah pria yang menolongnya, Shela segera membungkukkan kepalanya berterimakasih.

"Terimakasih banyak," Kata Shela.

"Lain kali hati-hati." Pria itu berbalik dan kemudian berjalan pergi. Ketika Shela mengangkat kepalanya, ia hanya bisa melihat punggung belakang pria tersebut.

"Tunggu... Aku belum tahu namamu!" Teriak Shela. Ia sedikit menyesal tidak tahu siapa pria yang menolongnya.

Tapi sungguh, suaranya terdengar familiar. Bahkan punggung belakang dari pria tersebut terasa tidak asing bagi Shela. Hanya saja, sungguh disayangkan. Wajah pria itu tidak terlalu jelas karena hari itu gelap dan tubuh pria itu menutupi cahaya lampu yang remang-remang.

"Hah..." Shela menghembuskan nafas. Ia tidak tahu harus berjalan ke mana. Ketika pandangannya ia arahkan ke tempat posisi Darlie Wijaya, ia telah kehilangan jejak.

"Aku benar-benar sial!" Kata Shela bahkan tidak kuat lagi untuk melangkahkan kakinya lebih jauh.

Shela lalu melayangkan kedua matanya terarah pada sebuah pohon besar yang memiliki bangku panjang di bawahnya. Ia berjalan ke sisi kursi panjang itu, lalu duduk terdiam.

Waktu berlalu, dan otaknya masih saja kosong. Ia lalu menengadah ke langit, pikirannya melayang-layang. Mungkinkah ia telah salah melangkah? Ataukah itu hanya nasib yang selalu harus ia tanggung sendiri.

Kejadian kali itu membawa Shela merasa sangat terganggu. Haruskah dia mengejar Darlie, demi cinta orang tuanya? Apakah dengan apa yang ia lakukan ini memiliki bayaran yang memuaskan?

Atau haruskah ia memikirkan mengenai hal ini lagi? Menikahi pria hidung belang dan bersama dengannya seumur hidup, apakah cukup ditukarkan dengan kasih sayang palsu dari kedua orangtuanya?

Arah pikiran Shela kembali teralihkan sesaat. Hatinya menegur, tapi pikirannya percaya bahwa apa yang ia korbankan sekarang, akan cukup jika mendapatkan kasih sayang yang selama ini ia inginkan.

Grrrt... Handphonenya bergetar. Panggilan dari Polin terlihat di layar. Rasanya Shela malas untuk mengangkat telepon itu. Tapi, dia harus mengangkatnya.

"Kau ke mana saja? Tidak... bukan itu. Sekarang kau ada di mana?" Polin terdengar khawatir. Ia seperti tidak sabar untuk mendengarkan suara Shela menjawab pertanyaannya segera.

"Aku..." Shela meragu.

"Shela, everything is ok?" Mendengarkan suara Shela yang sayup, Polin menenangkan dirinya.

"Jadi ada masalah apa? Katakan dengan jelas kau ada di mana sekarang?" Polin memelankan suaranya me-lembut.

"Sebenarnya aku juga tidak tau di mana aku, kak." Kata Shela menjelaskan.

"Ok. Sekarang bisa kamu jelaskan apa yang ada di sekitarmu? Ah bukan, share lokasimu sekarang. Aku akan menjemputmu." Perlahan Polin hampir kehilangan akal. Ia sendiri tidak dapat berpikir jernih hanya karena mendengar suara Shela yang melemah.

"Kenapa kau belum mengirimkan lokasinya?" Tanya Polin belum beberapa detik dari permintaannya untuk mengirimkan lokasi tempat Shela berada.

"Iya aku akan mengirimkannya. Tapi bisa tutup teleponnya dulu?" Tanya Shela.

Polin menjadi malu sendiri ketika mendengar perkataan Shela.

Segera setelah itu, Polin mematikan telepon genggamnya sambil menatap handphonenya dengan seksama.

Pesan Shela pun masuk dan Polin segera menyalakan mobilnya.

Kikkk.... Polin tiba-tiba menginjak rem mobilnya ketika maps mobil yang menunjukkan tempat Shela berada. Deg! "Anak ini, kenapa bisa berada di sana?" Gumam Polin.

Segera Polin melepaskan kakinya dari rem dan menginjak gas mobil.

~To be continued