Siang itu Shela benar-benar terlihat sangat cantik. Gadis 23 tahun tersebut mampu mencuri perhatian Darlie Wijaya dengan kemolekan dandanannya saat itu. Ia mengenakan gaun berwarna biru muda dari desain Christopher Kane, dipasangkan dengan high heels berukuran 3 cm yang menghiasi kedua kakinya.
Mata Shela tampak bercahaya dengan polesan make up sederhana, bibirnya seperti buah chery yang menggoda. Karena terus memandangi gadis 23 tahun tersebut, Darlie Wijaya tidak memperhatikan bahwa semua mata sedang tertuju padanya.
Iya kebingungan sesaat, ketika kedua pasang pandangan mata menunjukkan betapa mereka sedang menantikan jawaban apa yang akan keluar dari mulut Darlie.
Darlie memandang wajah Shela, Shela pun melebarkan matanya dan sedikit mengangkat jidatnya. Shela ingin Darlie segera menjawab pertanyaannya.
Darlie kemudian mengarahkan pandangannya kepada kakeknya. Sepasang mata Pramu memperlihatkan bahwa ia cukup penasaran dengan jawaban yang akan dikeluarkan oleh cucunya tersebut atas pernyataan Shela. Sebab Pramu sendiri tidak yakin bahwa Darlie akan baik kepada Shela, apalagi tahu bahwa mereka akan dijodohkan.
Pramu tahu bahwa hati Darlie hanya untuk Megy. Namun Megy bukanlah wanita yang ingin Pramu sandingkan dengan Darlie.
Sempat kebingungan, Darlie dengan cepat berkata: "Iya, ka...kek?" Jawaban yang paling bisa diandalkan ketika dia tidak mendengarkan alur pembicaraan mereka.
"Iya?" Tanya Pramu tidak yakin dengan nada bicara yang cucunya lontarkan.
"Sayang, kamu baik banget ya. Mau belikan aku baju dari desainer ternama, memberikan aku kamar hotel dengan kualitas terbaik. Kakek, cucu kakek sungguh orang yang dermawan." Ujar Shela memotong pembicaraan, sambil menuju ke samping Darlie, tepat di sebelah Darlie berdiri.
Shela juga menggandeng tangan Darlie, seolah-olah mereka saling tertarik satu sama lain. Melihat hal itu, Pramu menjadi sangat lega. Kali ini dia tidak perlu khawatir Shela akan pergi meninggalkan pertunangan yang sedang diatur untuk mereka, akibat sikap Darlie yang kekanak-kanakkan.
"Ha...ha...ha." Pramu tertawa puas melihat kedua cucunya akur. Ia tidak menyangka bahwa Darlie sangat bisa diandalkan kali ini.
"Baiklah. Karena kakek sudah melihat kalian berdua baik-baik saja, kakek akan pergi sekarang." Lanjut Pramu.
"Kakek sudah mau pergi?" Darlie tersenyum ceria. Mimik wajahnya menunjukkan kesenangan yang luar biasa atas pernyataan Pramu. "Iya kek, hati-hati di jalan ya kek." Lanjut Darlie.
Segera Shela menatap tajam Darlie. Darlie bergeming.
"Ya, sudah mau pergi kek? Kakek tidak mau makan siang dulu bareng kami?" Ujar Shela dengan pandangan polos dan menginginkan keberadaan Pramu untuk makan siang bersama mereka.
Shela lalu mendorong tangannya untuk menyenggol pinggang Darlie. Darlie pun segera tahu apa maksud Shela.
"Iya kek. Makan siang bersama kami saja dulu, baru kakek boleh pergi." Tahan Darlie sedikit canggung. Ia bahkan tidak pernah mau untuk duduk makan bersama Pramu jika tidak ada keperluannya. Walaupun demikian, Darlie sangat mencintai Pramu. Hanya saja, ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa cintanya lewat kata-kata dan tindakan.
Pramu menurunkan kacamata yang sedang ia kenakan, melihat mata kedua cucunya. Ia sendiri tak menyangka bahwa Darlie akan bersikap se-imut itu!
'Iya kek, ku mohon jangan cepat pergi. Jangan tinggalkan aku sendirian bersama cucu kakek yang gila ini!' Batin Shela.
Pramu tersenyum dalam hati. Baru kali ini ada yang bisa mengambil ahli Darlie, cucunya yang sombong itu. Padahal biasanya, Darlie akan cepat-cepat mengusir Pramu untuk segera pergi melihat kekasih-kekasihnya.
Pramu menghela nafas lega, "Baiklah. Hanya untuk makan siang. Soalnya kakek harus kembali lagi ke Indo." Jawab kakek.
"Kok bisa secepat itu sih, kakek pulangnya!?" Kata Shela.
"Memangnya kakekku terlihat seperti orang santai dimatamu? Kakekku sangat sibuk, tidak seperti dirimu!" Sindir Darlie kepada Shela.
"Jangan begitu donk Darlie." Kata Pramu. Pramu lalu berjalan ke arah Shela dan mengambil kedua tangannya. "Senang bertemu denganmu nak. Kakek harap kamu bisa menjaga cucu kakek dan mengurus anak bandel itu." Lanjut kakek sambil melirik Darlie.
"Kakek aku bukan anak kecil. Umurku sudah 28 tahun. Jadi aku ngak membutuhkan Shela untuk merawatku." Celoteh Darlie.
"Saat kamu berkata begitu, kamu sudah menjadi anak kecil." Sinis kakek kepada Darlie, lalu melihat Shela lagi.
"Nak, kita duduk sekarang?" Ujar Pramu.
"Maaf kek, Shela kurang peka. Kakek pasti sudah lapar kan? Mari saya antar kek."
Shela pun mengantar Pramu ke meja perjamuan makan. Mereka meninggalkan Darlie di belakang. Melihat sikap Darlie kepada kakeknya, ia menjadi tahu bahwa Darlie memiliki sisi imut yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Di hadapan Pramu, Darlie tetaplah anak kecil dan Darlie berlaku juga demikian! Mereka makan siang bersama. Banyak hal yang Pramu ceritakan soal masa kecil Darlie. Mulai dari hal konyol dan prestasi yang pernah diraih Darlie ketika muda.
Shela mendengarkan cerita Pramu dengan seksama. Baru pertama kalinya juga ia merasakan penerimaan yang begitu tulus dari orang lain. Padahal selama ini, ia sama sekali tidak dihiraukan di rumahnya sendiri.
Shela sangat senang bahwa Pramu membuatnya nyaman dalam pertemuan mereka untuk pertama kalinya. Padahal selama ini mereka hanya saling bertukar pesan. Ia tak menyangka bahwa Pramu adalah kakek yang sangat perhatian dan memperhatikan kebutuhan mereka sampai pada detail yang paling kecil. Contohnya saja, sepatu yang dikenakan Shela harus sangat nyaman dikakinya. Jika tidak Pramu akan mencarikan sepatu yang cocok untuk Shela dengan tangannya sendiri.
Pramu lebih mementingkan kenyamanan orang-orang di sekitarnya dari pada sopan santun yang terlihat terlalu kaku di kalangan masyarakat. Ia menganggap kedudukan seseorang tidak pantas menjadi tolak ukur untuk mendapatkan penghormatan yang berlebihan.
Makan siang pun berakhir. Shela tampak lesu karena tahu Pramu akan segera pergi meninggalkan mereka. Akan tetapi, yang bisa mereka lakukan hanyalah mengantarkan Pramu sampai di depan hotel.
Melihat mobil Pramu mendekat, Shela berkata: "Kek, datang lagi ya?" Ujar Shela enggan melepaskan tangan Pramu yang digandengnya.
"Bukan kakek yang harus datang. Kalian berdualah yang harusnya segera kembali. Tiket kalian berdua sudah kakek pesan. Kalian akan kembali lusa." Ujar Pramu.
"Tapi kek, aku masih ada urusan di sini." Sanggah Darlie. Ia sama sekali belum bisa meninggalkan London karena Megy. Untuk waktu yang lama, akhirnya Megy menghubungi Darlie lagi. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapatkan hati Megy kembali.
"Tidak ada alasan. Kau akan kembali ke Indo bersama Shela lusa." Hardik Pramu. Ia tahu cucunya sangat sulit untuk diatur. Walaupun demikian, mau tidak mau ia harus mengikuti perintah Pramu. Karena Pramu tahu dengan jelas bahwa mengancamnya dengan harta adalah hal yang paling efektif untuk dilakukan.
"Kek!" Bujuk Darlie dengan wajah seperti anak anjing. Ia menghempaskan tangan Shela dari sisi tangan kakeknya dan lalu mengambil ahli.
Wajah Pramu datar. Ia membawa bibirnya berbisik ke telinga Darlie, "Baiklah kau tidak perlu kembali." Mendengar hal itu Darlie tersenyum. Namun sesaat setelah Pramu melanjutkan perkataannya, ia menjadi kaku. "Tapi jangan berharap sepersen pun harta dariku!"
Pramu tersenyum lebar. Ia menepuk bahu Darlie dengan semangat. "Nak, kakek pergi dulu." Kata Pramu kepada Shela.
"Iya kek. Hati-hati di jalan." Ujar Shela mengantar Pramu dengan senyuman. Sementara Darlie masih bergeming.
~To be continued