Setelah sampai di Indo, Shela menemukan bahwa dirinya tidak dapat mundur lagi. Pesta perayaan pun dilakukan berturut-turut selama 7 hari, sehari setelah Darlie dan Shela tiba di Indo. Dimana hari ke tujuh adalah acara resepsi dari pernikahan di antara kedua keluarga besar yang terpandang.
Proses pernikahan mereka dipercepat karena desakan dari orang tua Shela yang mengusulkan hal tersebut. Pramu Wijaya sendiri tidak keberatan atas usulan dari keluarga Raymond. Sehingga pernikahan mereka terkesan terburu-buru.
Pramu Wijaya yang merupakan seorang konglomerat menyewa kapal pesiar yang mewah untuk merayakan pesta pernikahan cucunya di sebuah pulau milik pribadinya yang terkenal sangat begitu luar biasa indahnya.
Banyak tamu-tamu terhormat yang bahkan rela meninggalkan kesibukkan mereka untuk menghadiri undangan Pramu.
Pramu sendiri tidak pernah setengah-setengah dalam melayani tamu undangannya. Bahkan walaupun demikian, masih banyak juga yang menjadikan kesempatan itu untuk saling membicarakan bisnis yang akan dibangun di masa depan.
Di hari yang megah itu pun, Shela bahkan tidak merasakan apapun. Pernikahan yang disiapkan begitu mewah dengan gaun dari desainer ternama, tidak menjadikan Shela bahagia. Dara juga tampaknya tidak bisa hadir di pernikahan adik satu-satunya itu. Sebab sekarang Dara sedang mengikuti kompetisi balerina di Singapura.
Ia hanya bisa menyapa Shela di balik layar handphonenya, saat Shela sedang mendapatkan berbagai macam perawatan tubuh untuk mempersiapkan dirinya menjelang hari-H pernikahan.
Saat ini Shela sedang berada di kamarnya dengan berbagai pelayan yang sedang membalur tubuhnya dengan begitu banyak wewangian. Saat melihat kakaknya menelepon, ia segera meminta headset untuk ia gunakan.
"Hai de, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja." Ujar Shela saat Dara video call dengannya.
"Maaf ya de, karena aku..."
"Ini bukan salah kakak kok. Aku sama sekali tidak keberatan untuk menikahi siapa pun itu." Jawab Shela sebelum Dara berbicara lebih lanjut padanya.
"Baiklah. Aku mengerti, tapi de kalau kamu ingin kakak untuk menyelamatkan kamu dari pernikahan ini, katakan saja." Ujar Dara antusias.
Shela tersenyum. Hanya dengan perkataan Dara, ia merasa sangat terhibur. Ia memang ingin kabur dan berlari sekuat tenaga kalau bisa. Terbang dan pergi meninggalkan semua hal yang ingin ia perjuangkan. Namun itu hanyalah sikap kekanak-kanakkan yang egois.
"Memangnya kakak punya rencana yang matang?" Tanya Shela.
"Tentu saja. Willy akan melakukan apa pun untukmu!" Kata Dara polos.
"Yang benar saja." Balas Shela tertawa.
Walaupun Shela tertawa dan berpura-pura menganggap kakaknya hanya bercanda saja, ia tahu bahwa Willy memang akan melakukan apa pun untuknya. Sebab Willy berada pada posisi yang lemah jika itu berurusan dengan Shela.
"Aku ngak bercanda de." Dara berekspresi serius. Ia bahkan menghela nafas, sambil melirik Shela yang terlihat santai.
"Iya... iya. Sudah ya kak. Lagi ribet banget nih soalnya." Shela mencoba untuk menghindari pembicaraan lebih lanjut.
"Oke. Kalau kau berubah pikiran, katakan saja kapan pun itu ya." Kata Dara meyakinkan akan selalu ada dalam rencana pelarian.
"Iya kak."
Shela menutup teleponnya. Rasanya cukup lelah karena sebentar lagi ia akan mengubah statusnya menjadi istri orang lain.
"Saya rasa pijatan perawatannya cukup. Tolong biarkan aku sendiri." Kata Shela kepada para pelayan yang saat itu sedang membalur tubuhnya dengan segala jenis minyak, sebagai rempah-rempah untuk membalur tubuhnya.
Shela melepaskan headset yang ia kenakan dan turun dari ranjang spa. Ia berjalan ke arah jendela dan menghirup udara segar yang terasa begitu bebas untuk bergerak ke sana kemari sesuka hatinya.
"Sungguh menyenangkan, jika aku adalah kamu." Gumam Shela.
Dalam keheningan, Darlie datang menyapa. Membuat mood Shela menjadi sedikit kesal.
"Hei nona, kau sangat beruntung ya, bisa menikah denganku!"
Shela yang saat itu hanya terlilitkan handuk untuk menutupi setengah badannya, menoleh ke arah Darlie tanpa ragu atau pun merasa malu.
Darlie belum menyelesaikan kalimatnya. Ia berjalan ke arah Shela sambil membangga-banggakan dirinya sendiri.
"Apa kau tahu, banyak gadis di luar sana yang sedang mengantri untuk menjadi menantu keluarga Wijaya. Jadi seharusnya kau tidak memasang wajah terpaksa seperti ini. Sungguh menggelikan untuk di pandang!" Ujar Darlie sambil meletakkan jemarinya di bawah dagu Shela, lalu menghempasnya.
Shela tahu ia tidak akan pernah mendapatkan perlakuan khusus dari calon suaminya itu. Tidak akan ada penghargaan apalagi cinta di dalam hubungan tersebut.
"Tolong tinggalkan aku sendirian. Aku lagi malas berdebat denganmu." Balas Shela dengan tatapan tajam.
Darlie tertawa sinis, "Baiklah. Tapi ingat bahwa pernikahan ini hanyalah kontrak. Ku harap kau tak akan jatuh hati padaku nanti. Karena itu merepotkan. Lagi pula gadis sepertimu pasti hanya menginginkan harta kakek."
"Terserah apa katamu. Bisa kau pergi sekarang?" Kata Shela tajam, sambil melirik ke arah pintu keluar.
"Oke..."
Darlie pun keluar dengan santai dari kamar Shela. Ia sedikit merasa senang sebab ia bisa mengganggu Shela. Karena dalam waktu beberapa hari saja, ia sedikit merasa bosan sebab Pramu terus mengawasi pergerakan Darlie. Ia berpikir bahwa dirinya seperti di penjara saja, padahal ia ingin bersenang-senang di club malam dan bertemu dengan teman-teman lamanya untuk bersenang-senang.
Pramu sungguh tidak mudah untuk di lawan. Lagi pula, untuk mendapatkan kepercayaan kakeknya kembali ia harus tunduk dulu, agar Pramu bisa berhenti mengawasi pergerakannya.
Di sisi lain, Shela hanya bisa menenangkan dirinya dengan segelas air putih. Ia juga jadi mengingat kata-kata Pramu kepadanya beberapa waktu yang lalu. Pramu menyentuh hati Shela dengan kelembutan dan kebijaksanaannya.
Pesan yang begitu dalam namun Shela tak tahu harus berkata apa. Begitu banyak hal yang sekarang menjadi beban pikiran Shela. Ia sendiri pun tidak mengerti harus berbuat seperti apa.
Di lain pihak Shela merasa bersalah kepada Pramu dengan berjanji kosong pada kakek yang sudah berusia tersebut. Akan tetapi, pada sisi lainnya ia mengharapkan agar waktu cepat berlalu, sehingga ia bisa pergi meninggalkan Darlie.
Setelah kontrak mereka selesai, hutang kakek Shela tidak akan dapat di tagih kembali. Itu karena keluarga Raymond telah menepati janji mereka untuk menikahkan putri mereka dengan keluarga Wijaya.
Pramu juga tidak akan protes apa pun, karena Darlie. Sebab cucunya sendirilah yang akan membatalkan atau menggugat perceraian setelah 2 tahun pernikahan.
'Apa yang harus aku lakukan? Semuanya menjadi begitu rumit. Padahal aku pikir, semuanya akan mudah-mudah saja, jika aku menikahi pria brengsek itu!' Pikir Shela sambil mengumpat Darlie di dalam hatinya.
Di tengah-tengah perenungan Shela, handphonenya berdering lagi. Setelah Dara, Polin menghubungi Shela. Entah apa gerangan, Shela memang sempat merasa begitu nyaman saat berada di dekat Polin. Namun ia tak menyangka bahwa Polin akan menghubungi dia duluan setelah beberapa hari mereka tidak berkomunikasi.
~To be continued