Chereads / Love Is Meaningless / Chapter 21 - Handphone yang berbunyi

Chapter 21 - Handphone yang berbunyi

Sudah mau seminggu Shela berada di Inggris. Melihat mereka tidak ada niatan untuk kembali ke Indonesia, kakek dari Darlie menyusul ke London. Tanpa sepengetahuan cucunya, Pramu Wijaya menunggu di sofa kursi di depan tempat tidur Darlie. Ia masuk dengan mudah karena apapun yang menjadi kepunyaan Darlie, dapat diakses langsung oleh Pramu.

Darlie yang tidak menyadari keberadaan kakeknya tersebut, tidur dengan nyenyak sambil memeluk wanita asing yang tepat berada di sampingnya.

"Good morning, Bebs!" Kata sang gadis berambut kuning kecoklatan tersebut sambil mencium jidat Darlie Wijaya.

Darlie mendengung kecil. Wanita itu lalu terpaku diam saat ia mengalihkan pandangannya pada sosok yang sedang mengawasi tidur mereka. "Gosh!" Gumam wanita tersebut sambil menutup mulutnya yang mengatup.

Pramu lalu hanya mengangkat tangannya, untuk mengisyaratkan agar wanita itu sebaiknya cepat keluar dari apartemen cucunya.

Tanpa pikir panjang, dengan nalurinya ia segera beranjak dari kasur empuk yang ia tiduri sambil menarik selimut yang mereka kenakan untuk menutupi tubuhnya yang bugil.

Menyadari selimut yang menutupi tubuh pria tersebut, Darlie bergumam dalam bahasa inggris. "Honey, aku kedinginan. Kenapa kau menarik selimutnya si?" Tampaknya ia hanya menggunakan kolor saja untuk menutupi tubuhnya.

"Sebaiknya kau juga cepat bangun!" Balas wanita itu dalam bahasa inggris.

Darlie pun membalikkan tubuhnya dan duduk dengan mata yang masih terpejam di atas kasurnya. Wanita yang tahu situasinya akan semakin runyam, kemudian dengan tergesa-gesa berjalan keluar dari kamar Darlie.

"Darlie Wijaya." Hardik Kakek Pramu.

Darlie menggaruk kepalanya. Ia berpikir bahwa ia mungkin masih bermimpi, karena baru saja ia mendengarkan suara kakeknya.

"Apa seharusnya kakek membuangmu saja?" Ucap Pramu lagi.

Merasakan aura yang dari samping kirinya, Darlie pun melihat ke arah kakeknya. Ia mengucek matanya, mungkin karena tidak percaya apa yang sedang dilihatnya. Namun setelah beberapa detik, matanya melebar dan langsung melompat dari atas tempat tidur. Kakek tua itu hendak akan memukulnya menggunakan tongkat kaya yang ada di tangan beliau.

"Ah, ampun kek. Aku mengaku salah." Dengan cepat Darlie memohon sambil berlari-larian dari kejaran kakeknya.

Pramu tahu ia tidak bisa mendapatkan Darlie, jika ia tidak membuat siasat. Sehingga ia berhenti dan mulai batuk-batukkan, sambil memegang dadanya, seolah-olah ia terkena serangan jantung.

Menyadari Pramu yang tidak lagi mengejarnya, Darlie melihat ke arah kakeknya tersebut. Pramu yang tampak lemah, membuat Darlie refleks berlari ke arahnya. "Kakek, mana yang sakit? Jangan hanya berdiri saja. Kakek harus duduk." Darlie sangat cemas. Ia cepat-cepat membawa kakeknya untuk duduk kembali ke sofa.

Pramu kemudian memukul kepala cucunya tersebut. "Kakek!"

"Darlie, kau selalu saja mengecewakan kakek. Jadi ke mana Shela?"

Jelas Darlie bingung hendak menjawab pertanyaan kakeknya tersebut. Jika kakeknya tahu ia menelantarkan Shela, ia akan dihabisi dalam sekejap. Kalau dia bilang Shela ada di apartemen Polin, tentu saja kakek akan semakin curiga.

"Shela... hmm, shela ya kek!" Mata Darlie tampak bergerak ke sana kemari mencari alasan yang bagus. Ia berharap otaknya memiliki ide yang brilliant untuk situasinya saat itu.

"Iya, di mana tunanganmu itu?" Selidik Pramu.

"Ah, dia tadi keluar untuk membeli makan pagi." Jawab Darlie ragu.

"Jadi dia rela membelikan kau dan gadis tadi sarapan? Lalu apa kamu tahu, kalau sekarang sudah siang!" Pramu memicingkan kedua matanya melihat perilaku cucunya tersebut.

"Jangan bilang kau mengusirnya, supaya kau bisa enak-enakkan dengan wanita lain!" Sambung Pramu tepat sasaran.

Darlie tersenyum menutupi kesalahannya. "Kakek bisa aja. Aku ngak mengusirnya. Itu, aku menitipkan dia di hotel. Masa sih aku tinggal berdua dengan dia, padahal kami belum menikah? Tenang saja, bukan karena apa-apa. Dia adalah wanita pilihan kakek, tentu saja aku tidak bisa berpikiran macam-macam padanya. Aku percaya dia wanita yang terhormat!" Darlie dengan cepat membuat alasan yang logis dan merebut hati kakeknya.

"Baiklah. Kalau begitu kita ke hotel Shela sekarang!" Ujar Pramu sambil berdiri dari kursinya.

"Sekarang?"

"Iya." Hardik Pramu. "Atau kamu punya sesuatu yang disembunyikan? Atau jangan-jangan kamu membohongi kakek?" Lanjut Pramu.

"Ah, mana mungkin aku berani. Tapi setidaknya aku harus mandi dulu, kan?" Balas Darlie sambil merayu kakeknya.

"Ya sudah. 10 menit!"

Dengan secepat kilat Darlie mengambil handphonenya dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Ia menelepon Shela berkali-kali, tapi tidak mendapatkan jawaban apa-apa.

Disisi lain, Shela tampak sedang memasak makan siang untuk Polin di dapur apartemen Polin. Handphonenya dalam mode getar, ia letakkan di atas meja kamar. Sehingga walaupun Darlie menghubunginya, ia sama sekali tidak mendengarnya.

'Ke mana sih perginya gadis ini.' Kesal Darlie dalam hati.

"Sudah 10 menit. Sebaiknya kau bersiap dengan cepat, karena kalau tidak..." Belum selesai kakeknya berkata, Darlie dengan cepat keluar dengan baju yang rapi dan rambut yang masih sedikit berantakan.

"Aku sudah siap." Kata Darlie sambil menghela nafas. "Kalau begitu rajaku, mari kita pergi sekarang menuju ke hotel tuan putri." Darlie mempersilahkan kakeknya untuk berjalan di depan.

Pramu melirik Darlie sebentar, ia berjalan dengan tegak menuju ke tempat mobil mereka berada. Di belakang Pramu, Darlie mengelus dadanya. Ia masih sibuk menghubungi Shela secara diam-diam.

Setelah mereka siap, Darlie mengemudi dengan sangat pelan. "Apa yang membuatmu membawa mobil seperti siput, ha?"

"Apa maksud kakek? Kakek semakin pintar bercanda saja ya. Mana mungkin aku membawa mobil ini dengan kecepatan tinggi, saat kakek berada denganku?!" Balas Darlie santai.

"Kamu ngak membuat Shela melihat kelakuan burukmu yang seperti tadi, kan? Kakek tidak mau calon menantu kakek yang cantik, kabur di hari pernikahannya!" Jelas Pramu.

"Hahaha..." Darlie tertawa canggung. "Mana mungkin kek. Kalau dia tahu aku seperti apa, mana mau dia bertunangan lagi denganku. Kalau pun dia mau, mungkin saja gadis itu seorang psikopat!"

Pramu mengangguk ringan, "pokoknya kakek tidak mau tahu. Kau harus segera berhenti dari kelakuan konyolmu itu sebelum Shela tahu yang sebenarnya." Kata Pramu.

"Tentu saja kek." Balas Darlie tersenyum penuh muslihat. 'Andai saja kakek tahu kalau gadis itu seorang psikopat, ia mungkin akan berubah pikiran tentang Shela!' Batin Darlie. Padahal ia sendiri yang dengan pengecutnya ingin menghindari pertunangan yang disiapkan oleh kakeknya tersebut.

Dipihak lain, Shela belum kunjung melihat telepon genggamnya yang sedari tadi bergetar.

'Gadis itu, awas saja kalau nanti kita ketemu.' Geram Darlie di dalam hati karena merasa panggilannya diabaikan oleh Shela.

"Sudah 30 menit, sebenarnya kau menyuruh dia menginap di hotel mana?" Tanya Pramu yang melihat bahwa cucunya hanya mencari-cari alasan dari tadi.

~To be continued