Chereads / MARRIED TO A STRANGER / Chapter 27 - BERITA DI PAGI HARI

Chapter 27 - BERITA DI PAGI HARI

Hari- hari selanjutnya, Ramon tidak lagi mengusik Hailee dengan pertanyan- pertanyaan seputar masa lalunya dan lebih sering berada di kantor, menyelesaikan urusan bisnis dan mengejar ketertinggalannya akan memori selama lima tahun yang telah hilang.

Ramon terlalu sibuk untuk memiliki waktu bersama Hailee, tapi bukan berarti gadis itu dapat dengan santai menikmati waktu dan merencanakan rencana melarikan dirinya.

Justru sebaliknya… Hailee justru disibukkan dengan rencana pernikahan mereka, yang mana, sama sekali tidak dia inginkan tapi, tidak memiliki alasan untuk menolak.

Bukannya Hailee tidak berusaha untuk mencoba merundingkan hal ini dengan Ramon, tapi pria itu memiliki sejuta alasan untuk mematahkan segala ucapan Hailee.

Tentu saja, Hailee, yang tidak berpengalaman dalam urusan mendebat dan bernegosiasi, harus menerima kekalahan dengan hati kesal saat Ramon lagi- lagi tidak bisa diberikan pengertian agar menunda pernikahan mereka.

"6 bulan," tawar Hailee.

Pagi ini dia masuk ke dalam kamar Ramon dengan paksa dan mengejutkan pria yang sedang berganti baju itu.

Selama ini tidak pernah ada seorang pun yang berani masuk ke dalam kamar Ramon tanpa persetujuannya, maka dari itu, Ramon tidak terbiasa untuk mengunci pintu kamar. Dan, tentu saja, Hailee sama sekali tidak menyadari adanya aturan tidak tertulis tersebut.

Beruntungnya kali ini Ramon telah mengenakan kemeja putihnya dan tengah memilih dasi yang cocok untuk ia kenakan. Atau… bisa dikatakan Hailee kurang beruntung? Karena kalau seandainya dia datang lebih awal, mungkin pemandangan yang dia lihat akan lebih menarik…

"Alih- alih satu minggu, aku bisa membawamu untuk mencatatkan pernikahan kita sekarang kalau kau terus membahas hal ini," Ramon menggertak dengan suara yang datar. Jari- jarinya menelusuri deretan dasi di dalam sebuah kotak kaca dan memilih sebuah dasi berwarna abu- abu. Dia memiliki rapat penting pagi ini. "Pakaikan."

"Apa?" Hailee terkejut ketika dia melihat sesuatu dilemparkan ke arahnya dan secara naluri menangkapnya sebelum benda itu mengenai wajahnya.

Ramon berjalan mendekati Hailee yang tengah duduk di pinggir ranjang. "Pakaikan," ulangnya.

"Aku tidak bisa," ucap Haile, menatap dasi abu- abu di tangannya dan mengerutkan kening. Seumur hidup dia tidak pernah memakaikan dasi pada siapapun, ataupun tahu bagaimana caranya.

Kemudian, tangan Ramon terjulur dan menarik Hailee agar gadis itu berdiri. Kini, setelah mereka saling berhadapan, Hailee baru menyadari betapa tingginya Ramon.

Hailee tidak bisa dibilang gadis yang pendek, dia memiliki tinggi normal seperti gadis seusianya. Tapi, dengan berdiri di hadapan Ramon, Hailee merasa dia harus menambah tingginya beberapa senti lagi, yang mana merupakan hal yang mustahil.

Puncak kepala Hailee hanya mencapai bahu Ramon dan ini menyusahkannya ketika dia harus menatap pria itu dari dekat, karena Hailee harus mendongakkan kepalanya.

"Aku kan sudah bilang kalau aku tidak bisa," protes Hailee.

"Kalau begitu belajar," potong Ramon. Dia meraih tangan Hailee yang masih menggenggam dasinya dan mengalungkan benda itu di sekitar lehernya. "Begini."

Satu hal lagi yang Hailee sadari dari Ramon hari ini. Kalau dia ternyata bisa juga memperlakukan wanita dengan lembut. Terlepas dari suaranya yang kadang terdengar kasar dan dingin, tapi di saat dia memberitahu Hailee apa yang harus dia lakukan untuk membuat simpul pada dasinya, dia begitu sabar dan tenang.

"Mengerti?" tanya Ramon. Dia menatap gadis di hadapannya dengan kesal karena Hailee terlihat tidak memperhatikan.

Dan benar saja, Hailee menggelengkan kepalanya dengan malu- malu. "Tidak," ucapnya dengan suara yang nyaris seperti bisikan.

"Kau itu sebenarnya mendengarkan tidak, sih?" gerutu Ramon sambil membetulkan letak dasinya dan berjalan ke arah nakas dimana dia menyimpan semua dasinya dan mengambil satu, lalu melemparkannya lagi pada Hailee. "Pelajari itu, aku ingin kau sudah bisa melakukannya besok."

"Apa?" Hailee mengangkat dasi berwarna perak di tangannya dan mengerutkan dahinya dengan tidak senang.

"Aku akan pergi sekarang," Ramon mendekati Hailee dan mengecup kepalanya sebelum dia melangkah pergi dari kamar.

Hal ini sudah dia lakukan sejak tiga hari terakhir saat Hailee selalu mengganggunya setiap pagi untuk membahas hal yang sama lagi dan lagi. Maka dari itu, Hailee tidak merasa ada yang aneh. Dia hanya berpikir kalau Ramon terbiasa melakukannya pada kekasih aslinya sehingga ini menjadi sebuah kebiasaan baginya.

Hailee mengejar Ramon keluar kamar. Dia berdiri di ambang pembatas sambil melihat ke bawah, dimana Ramon baru saja menuruni tangga. "Tunggu, kau belum sarapan," ucapnya. "Kau harus minum obat!"

"Kau membuatku terlambat, aku akan sarapan nanti," jawab Ramon, tidak mengindahkan sama sekali peringatan Hailee.

"Huh, terserah saja," gerutu Hailee sambil melangkah kembali ke kamarnya dengan kesal. Dia hanya berharap Ramon benar- benar meminum obatnya, karena kalau sampai Ramon jatuh sakit, Lis akan langsung bertanya pada Hailee.

Tampaknya, Lis merupakan sosok ibu yang sangat overprotective terhadap anak- anaknya. Tapi, di sisi lain, Lis juga terlihat sebagai sosok pemimpin wanita yang layak untuk di kagumi.

Berdasarkan dari informasi yang Hailee kumpulkan, sebelum Ramon mengambil alih perusahaan saat ayah mereka meninggalkan, Lis adalah orang yang bersitegang dengan kepala keluarga Tordoff lainnya demi mengamankan posisi kepemimpinan di perusahaan untuk Ramon. Sebelum akhirnya Ramon dinilai cukup matang untuk menjabat posisinya sekarang.

Tapi, perjuangan Lis tidak sia- sia dan semuanya terbukti dengan segala keberhasilan yang telah sukses diraih Ramon. Dan semua pencapaian itu berhasil menutup suara- suara sumbang yang masih beroposisi dengan Ramon.

"Sebentar," gumam Hailee begitu dia sudah sampai di kamarnya. "Bukankah tadi aku akan membicarakan mengenai masalah pernikahan? Lalu kenapa sekarang aku harus belajar mengenakan dasi?" Hailee menatap dasi berwarna perak di tangannya dan merasa sangat bodoh.

Ini bukan pertama kalinya Ramon mengalihkan perhatiannya dan membuat Hailee jadi tidak jadi untuk membahas hal yang seharusnya dia sampaikan.

Ugh!

"Ah, sudahlah! Aku akan coba lagi nanti malam setelah dia pulang kerja," gerutu Hailee.

Kemudian, setelah dirinya selesai mandi dan berganti pakaian, dia turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

Bukan karena para pelayan di sana tidak menyediakan makanan untuknya, tapi Hailee lebih suka menyiapkan makanannya sendiri.

Dengan melompati anak- anak tangga menuju dapur, Hailee melewati ruang baca, dimana televisi sedang menyala dan menampilkan sebuah channel berita.

Sebuah nama terdengar oleh Hailee dari siaran berita tersebut yang membuat langkahnya terhenti seketika.

Hailee beridiri di depan pintu ruang baca yang terbuka setengah dan mendengarkan apa yang news anchor cantik itu beritakan.

Dan dari sekian banyak kata yang dikatakannya, hanya ada satu nama yang membuat jantung Hailee berdegup kencang.

Roland Dimatrio.