"Kau tidak tahu siapa aku?" kali ini Hailee yang bertanya.
Elvina menjadi bingung ketika dia mendengar pertanyaan Hailee. Memangnya siapa dia? Batin Elvina, memandang Hailee kembali dengan lebih seksama.
Namun, dia tidak yakin pernah melihat gadis ini sebelumnya ataupun dia ingat pernah melihat gadis ini di media ataupun di pesta- pesta yang pernah Mrs. Lamos minta untuk dirinya hadiri.
Mengenali para customer dan latar belakang mereka, merupakan salah satu tugas dari Elvina, karena dia harus dapat bersikap dengan layak di depan para sosialita tersebut dan memanggil mereka dengan benar serta menjalin hubungan yang baik dengan mereka.
Tapi, sekeras apapun Elvina mencoba mengingat dimana dia pernah melihat gadis berpakaian kasual ini, dia tidak dapat mengingatnya sama sekali.
Gadis ini memang terlihat manis, tapi tidak ada satupun dari barang- barang yang dikenakannya, yang menunjukkan kalau dia berasal dari kalangan yang berada.
"Maaf, tapi dari keluarga mana anda berasal?" tanya Elvina dengan hati- hati, dia tidak ingin menyinggung customer- customer penting karena ketidaktahuannya, masalah ini hanya akan berujung tidak baik dan menjadi lebih rumit.
Hailee sangat tidak suka dengan pertanyaan seperti ini. Kejadian ini membuat Hailee mengingat bagaimana kedua orang tuanya sangat tidak setuju kalau Hailee berteman dengan Ian karena pria muda itu tidak memiliki status sosial dan latar belakang yang baik.
Tapi, setelah Hailee pikirkan kembali, ketidaksukaan kedua orang tuanya merupakan salah satu hasil dari bujukan Aileen. Kakak tirinya itu memang benar- benar pintar dalam memanipulasi orang lain. Seharusnya Hailee menyadari hal ini lebih cepat…
"Aku berasal dari kota R," jawab Hailee dengan santai. Dia masih duduk di sofa yang diperebutkan Ariana.
Sebenarnya, Hailee tidak akan begitu keras kepala untuk mempertahankan tempat duduknya kalau saja Ariana memintanya dengan kata- kata yang baik, tapi sayangnya dia tidak memiliki kosakata yang cukup sopan.
Dan di titik ini, Hailee sama sekali tidak mau mengalah. Sebagai seseorang yang selalu dimanja oleh kedua orang tuanya serta orang- orang di sekitarnya dulu, menjadikan Hailee memiliki sifat yang keras ketika dia telah memutuskan sesuatu.
"Oh, kota R?" Ariana mengangkat alisnya, berkata dengan mencemooh dan tertawa dengan sinis.
Mendengar jawaban Hailee, Elvina juga bisa bernafas dengan lega. Kota R memang merupakan kota besar, tapi tentu saja tidak dapat dibandingkan dengan kota A.
Dan tentu saja keluarga- keluarga pebisnis yang cukup sukses di sana tidak sebanyak kota A ini. Maka dari itu, Elvina dengan cepat dapat menentukan sikap.
"Nona, tolong pindah ke tempat duduk lain," Elvina berkata, kali ini intonasi suaranya terdengar lebih tegas dan menuntut.
"Karena aku bukan berasal dari kota A, maka aku harus pindah tempat duduk?" Hailee mendengus dengan sinis, dia melipat tangannya dan menegakkan punggungnya, masih tidak ingin bangun dari sofa tersebut. "Apakah begitu pelayanan di tempat ini?"
Elvina memasang wajah dingin, ekspresi yang biasa dia gunakan ketika dia harus menghadapi customer kelas tiga yang menuntut ingin diperlakukan seperti seorang VIP.
"Sofa ini hanya untuk customer VIP," jawab Elvina lagi sambil menatap Hailee dengan tidak bersahabat.
"Tapi, tidak ada tanda kalau sofa ini hanya dikhususkan untuk VIP. Lagipula untuk customer VIP bukankah kalian seharusnya memiliki ruangan sendiri untuk menangani mereka?" Hailee mencoba mengingat- ingat pengalamannya ketika pergi dengan ibunya ke sebuah butik yang sama seperti ini.
Walaupun tentu saja perancang tersebut masih berada di kelas yang jauh bila disandingkan dengan Margaretha Lamos, tapi di sana, sebagai customer VIP, ibunya akan mendapatkan perlakuan khusus dan ruangan tersendiri dengan seorang staff yang melayani keinginannya.
Di sisi lain, Elvina sedikit terkejut ketika Hailee mengetahui akan hal tersebut. Memang benar, setiap customer VIP akan di tempatkan di dalam ruangan.
"Kenapa?" Hailee menyeringai penuh kemenangan saat dia menyadari kalau apa yang dia katakan benar. "Apa aku salah?"
Di titik ini Ariana sudah habis kesabaran, dia benar- benar kesal pada gadis di hadapannya ini. Sebagai anggota inti keluarga Bell, Ariana terbiasa mendapatkan segala yang dia inginkan dengan mudah dan tidak begitu bertoleransi pada orang lain, hal ini diperparah dengan kedua orang tuanya yang selalu menuruti semua keinginannya tanpa terkecuali.
"Bangun dari sofa itu sekarang juga!" jerit Ariana tertahan, matanya dengan gahar membelalak ke arah Hailee.
Dan tanpa di duga, Hailee benar- benar berdiri dan bergerak ke samping, menjauhi sofa tersebut.
Apa yang Hailee lakukan, cukup membuat Elvina terkejut, dia pikir gadis ini akan terus memperumit keadaan, tapi ternyata dia tahu kapan harus mengalah.
Sayangnya, dugaan Elvina meleset.
"Kalau kau sangat ingin duduk di sofa yang telah ku duduki, bilang saja." Hailee tersenyum begitu manis pada Ariana dan Elvina. "Aku akan memberikannya padamu dengan senang hati."
Kata- kata Hailee ini seolah mengindikasikan kalau dirinya telah memberikan tempat duduk tersebut dengan sukarela dan Ariana seharusnya berterimakasih akan hal tersebut.
Tentu saja ini membuat wanita muda itu semakin murka, apalagi ketika dia melihat Hailee berjalan menjauh dengan langkah santai, seolah menertawakannya diam- diam.
"Kau! Diam di situ!" Teriak Ariana lagi. Dia menghampiri Hailee dengan langkah- langkah panjang. "Mau kemana kau!?"
Hailee membalik badannya tepat waktu ketika Ariana tepat berada di hadapannya.
"Kan sudah kubilang kalau customer VIP mendapatkan ruangan khusus dan aku mau ke sana." Hailee mengangkat bahunya, seolah mengatakan; masa kau tidak tahu? "Apalagi yang kau inginkan? Apa kau juga ingin mengambil ruanganku? Apa kau jadi terobsesi dengan segala hal yang ada hubungannya denganku?" tanya Hailee dengan wajah polos.
"Apa?" Ariana membelalakan matanya dengan tidak percaya. Bagaimana mungkin gadis dari kota pinggiran seperti ini bisa memutar kata- katanya hingga sedemikian rupa?! Dari caranya berbicara, apa yang Ariana lakukan sekarang, jadi terdengar seperti dirinya adalah seorang penguntit!? "Kau benar- benar harus diberi pelajaran!"
Ariana Bell, putri kedua dari keluarga Bell merupakan sosok yang memiliki emosi yang pendek. Amat sangat mudah untuk menyulut amarahnya.
Maka dari itu, tanpa pikir panjang, dia mengangkat tangannya, berniat untuk menampar Hailee.
Beruntungnya, Hailee telah melihat niatnya tersebut lebih dulu, sehingga dengan mudah dia dapat bergerak menghindar, tapi karena Ariana tidak menyangka kalau Hailee akan menghindarinya dengan cepat, dia kehilangan keseimbangan dengan mudah, apalagi ketika kau harus berdiri di atas high heel setinggi dua belas senti.
Ariana bergerak- gerak untuk menyeimbangkan tubuhnya, setengah berteriak karena panik.
Namun begitu dia berhasil, Hailee justru mendorongnya dengan pelan, tapi itu cukup membuatnya hampir terjatuh.
"Ups," ucap Hailee.
***
Cek ig story ku untuk visualisasi dan inner thought dari masing-masing karakter.
@jikan_yo_tomare