Chereads / Teratai Gurun / Chapter 2 - | Pertemuan

Chapter 2 - | Pertemuan

Terdengar suara motor sport berwarna merah memasuki parkiran dengan seorang pria mengendarainya, memakai kacamata hitam. Dia memarkirkan benda besar merah yang dibawanya. Ia turun, melepaskan kacamata hitamnya, lalu menuju koridor sekolah dengan langkah yang santai.

Koridor yang tadinya sangat bising, seketika menjadi hening dengan kedatangan pria berkacamata hitam tersebut. Hanya ada bisikan-bisikan kecil dari siswi-siswi yang tengah menatap pria dengan postur tubuh tinggi dan wajah tampannya. Namun, si pria tampak tidak peduli dengan keadaan sekitar dan terus berjalan dengan santainya.

Pujian-pujian yang dilontarkan ke pria tinggi itu seolah-olah tidak ada artinya bagi Reza Maurel Athana. Dia adalah seorang pria kaya dari keluarga Athana. Pria ini terkenal dengan wajah tampan dan sifat dingin papan atasnya itu. Begitulah Reza, bagaikan kulkas yang berjalan dengan sendirinya.

Dia tidak terkekeh sedikitpun dengan ucapan para siswi-siswi yang menggodanya seraya berjalan dengan santainya.

Bruuukkk…

Tiba-tiba sorang gadis menabrak pria dengan postur tubuh tinggi tersebut.

Seketika Reza terkekeh kecil dengan tabrakan dari seorang gadis mungil yang tengah mengambil bukunya yang jatuh. Pria itu menengok kearah belakang dengan mata hazel-nya. Reza langsung menatap gadis itu dengan dingin, seketika gadis itu mendelongak dan terkejut melihat wajah blasteran dari pria yang tidak lain adalah Reza.

"Ehhh, ka-kak Reza! keget gadis itu setelah mengambil buku yang jatuh di lantai.

"Ma-maaf kak aku gak sengaja," lanjutnya gagap sambil menunduk dan malu ketika melihat most wanted dari sekolahnya itu menatapnya dengan wajah dingin.

Reza berpaling memutar malas bola matanya dan meninggalkan gadis yang berada di hadapannya.

Dia, Tasya Engela Neolita. Gadis manis dengan tubuh mungil itu merupakan salah satu gadis yang menyukai seorang Reza, tapi Reza tentunya tidak, ralat 'belum'. Seketika jantungnya bergetar kencang seraya bergumam di dalam hatinya, "Mampus lo Tasya, mampus."

Reza kembali berjalan dengan santai dan memasukan kedua tangannya ke saku celana abu-abu SMA itu, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu berjalan kembali menuju arah lapangan basket indoor sekolahnya.

Seketika langkahnya terhenti dan memutar matanya ke arah tepi lapangan basket indoor, lalu melihat tiga temannya yang sedang asik mengobrol.

Reza pun tak ingin berlama-lama. Ia langsung saja menghampiri ketiga temannya yang kini masih mengobrol.

"Dateng juga lo, Rez," ucap Adit yang sadar akan kehadiran Reza.

Adit adalah teman Reza. Walau ia sering tidak diakui sebagai temannya. Ya, karena tinggkah anehnya yang sering kumat. Tapi 'bodo amat', Adit tetap saja ingin berteman dengan Reza.

"Hmm," jawab Reza tanpa membuka mulut tipisnya.

"Rez, mau sampai kapan lo terus dingin kayak gini ke kita?" tanya Bara, melihat Reza sedang duduk di sampingnya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Dia Bara, hampir sama kasusnya dengan Adit. Tapi pria ini lumayan waras untuk menjadi teman Reza. Ya, walau kadang sama anehnya dengan Adit.

Reza menggidikan kedua bahunya acuh tak acuh. "Nggak tau."

Bara memutar malas bola matanya, berbicara dengan es batu hanyalah hal yang sia-sia. "Terserah lo dah!"

Galang menepuk pelan bahu Reza. "Makanya, lo cari pacar, biar gak jomblo ngenes gini," ucap Galang.

Ya, dia Galang. Pria sok maco yang katanya bad boy plus play boy. Sedikit rahasia tentang Galang, 'ia adalah pria yang mesum' walau begitu, mesumnya terkendali untungnya.

"Hahh? Reza seorang pangeran ganteng bikin merinding di SMA Aloysius masih jomblo sampai sekarang?!" cibir Adit sembari menatap wajah Reza dengan senyuman merekahnya.

"Berisik!" saut Reza kesal, sambil menatap tajam ke arah Adit.

Adit tidak menghiraukan tatapan tajam dari sahabatnya itu, ia malah menikmati kekesalan dari Reza. "Mata lo, habis di asah ya? Tajem banget, sumpah."

Reza tidak mempedulikan ucapan Adit, ia kembali keekspresi awalnya. Datar.

Bara menepuk bahu Adit. "Sadar diri nyet."

Adit mengernyitkan dahinya tak mengerti dengan perkataan Bara.

"Lo juga jomblo kali," lanjut Bara seraya tersenyum sinis.

Galang tertawa pelan. "Lo bilang Reza aja jomblo, ternyata lo juga jomblo, dodol!" dukung Galang kepada Bara seraya mendorong keras bahu Adit.

Adit mengusap-usap bahunya. "Jangan sentuh aku mas, masih perawan soalnya." Adit mengubah suaranya menjadi perempuan dengan gaya khas alaynya.

Pllaakkk…

Bara dan Galang menyodor tengkuk Adit dengan keras. "NAJIS LO!!" ketus Bara dan Galang bersamaan.

"Gara-gara najis, lo nggak dapet pacar!" lanjut Galang tajam.

"Apa lo bilang? Lihat aja, gue besok dapet pacar kayak Cinderella," saut Adit, tak mau kalah.

"Apa? Cinderella? Nenek lampir aja kagak mau pacaran sama lo," ledek Bara sambil tertawa receh dan menepuk bahu Galang yang dia ajak menyudutkan Adit.

Adit pun menekuk wajahnya pasrah dengan kekalahannya kali ini, ia selalu kalah jika berdebat dengan kedua temannya. Wajar saja, direbut dua.

Reza hanya menikmati kegaduhan tidak jelas dari ketiga sahabatnya. Beginilah kelakuan absurd dari ketiga sahabatnya, sungguh eneh tapi nyata. Entah dimana ia mendapatkan teman seperti ini? Dan bagaimana ia bisa berteman dengan tiga insan ini? Entahlah Reza juga tidak mengerti.

Menyebalkan!

"Mau kemana lo, Rez?" tanya Bara, melihat Reza terbangkit dari tempat duduknya.

"Biasa."

"Lo kayak gak tau Reza aja mau kemana jam segini, Bar," saut Galang seraya memainkan ponselnya.

Reza memang anak yang sangat malas ketika mengikuti jam pelajaran pagi, siang, hingga pulang sekolah, lengkap sudah. Jadi si pria dengan wajah dingin itu, memilih untuk membolos ke tempat yang biasa ia kunjungi selama bersekolah di SMA Aloysius. Tempat apa lagi kalau bukan rooftop, tempat itu merupakan tempat favorit bagi Reza.

"Ohh iya, rooftop!" seru Adit terkoneksi. "Hati-hati bebeb kuh!" lanjut Adit dengan gaya khas alaynya.

Reza berdeccak dan memutar bola matanya malas. "Alay lo!" sahut Reza kembali melanjutkan langkahnya beranjak dari lapangan basket indoor.

===***===

Reza kembali menyusuri koridor dengan langkah yang santai. Koridor tampak sepi kali ini, mungkin karena bel masuk kelas akan segera berbunyi beberapa menit lagi.

Reza tidak peduli dengan bel masuk kelas, ia sekarang hanya ingin menenangkan dirinya. Reza terus berjalan, melangkahkan kakinya agar lebih cepat sampai di rooftop.

Baru saja Reza ingin berbelok menuju lorong sepi rooftop, tiba-tiba suara perempuan memanggil namanya dari kejauhan.

"Kak Reza!" teriak seorang perempuan dari kejauhan

Reze terdiam, menengok ke arah belakang, Reza mengernyitkan dahinya tipis melihat perempuan yang tampaknya ia pernah melihatnya. Postur tubuh dan suaranya sangat tidak asing. Ya, itu Tasya.

Tasya dengan cepat menghampiri Reza dengan jarak yang sudah lumayan dekat darinya. Setelah jaraknya beberapa meter dengan Reza, Tasya tak sengaja menginjak salah satu tali sepatu yang terlepas dari ikatannya. Alhasil…

Brruuukkk…

Tasya tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, lalu terjatuh begitu saja membentur punggung Reza. Reza belum siap dengan benturan yang mendadak itu, ia juga ikut terjatuh, tapi tidak separah perempuan yang menabraknya barusan.

Reza kembali terbangkit, lalu mengusap bagian celana abu-abunya yang kotor. Reza membalikan tubuhnya, ia mentap perempuan itu dengan tajam.

"Lo bisa jalan nggak!" ketus Reza dengan suara beratnya.

Tasya baru saja terbangkit dari tempat duduknya, ia melihat Reza dengan tatapan bersalah. "Maaf kak, aku nggak sengaja."

"Aduh, kok gini jadinya," lanjut Tasya berbatin lirih.

Reza berdecak pelan, tidak merespons perempun di hadapannya. Reza menatap sepasang bola mata Tasya dengan tajam. Setelah beberapa detik, Reza membalikan badannya dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Kak Reza mau kemana?"

Reza tidak merespons, ia terus saja melanjutkan langkahnya menuju rooftop.

Tasya tidak ingin menyerah, ia kembali menyusul Reza, lalu menghadangnya.

Reza terdiam kembali, ia menatap gadis itu dengan heran. "Nih cewek mau apa sih?" batin Reza bingung.

Tasya memberanikan diri untuk menatap Reza. "Maafin aku kak, tadi udah nabrak kakak dua kali berturutt-turut, maafin aku ya kak, maafin ya," Tasya mengucapkan itu dengan jantung yang bergetar tak karuan. Ia sangat gugup kali ini.

Reza hanya menghela napas berat, lalu menyingkirkan Tasya dari hadapannya dengan malas. Membuat Tasya menyingkir ke samping.

Tasya tidak menyerah, ia kembali menyusul Reza, entah kenapa nyali perempuan ini tidak ciut sama sekali. "Kak Reza mau kemana? Ini udah mau jam masuk kelas, kak Reza nggak ada pelajaran emangnya?" tanya Tasya seraya mengekori Reza.

Reza tidak merespons untuk kesekian kalinya, ia terus saja berjalan dengan langkah yang lumayan cepat sekarang. Ia mulai risih dengan kehadiran sosok perempuan ini.

Tasya menghela napas pelan, mencoba untuk sabar. "Kak Reza, maafin aku ya, masalah yang tadi," ucap Tasya lirih, untuk kesekian kalinya ia meminta maaf.

Reza tidak peduli, ia melanjutkan langkahnya. "Cewek gila," batin Reza kesal.

Tasya mengehentikan langkahnya, ia menyerah dengan sikap cuek dari kakak kelasnya itu.

Tasya menatap Reza yang mulai menjauh darinya. "Aku kan mau minta maaf, kok kakak malah cuek gitu," batin Tasya lirih.

"Aduh nggak tau dah!"

===***===

Dengan perjuangan yang begitu keras menghadapi perempuan yang entah siapa namanya, akhirnya Reza sudah sampai di rooftop.

Ia duduk, mengeluarkan benda kotak berisikan batang nikotin yang langsung diarahkan ke mulut tipisnya seraya mengambil korek api untuk menghidupkannya.

"Hhuuusss…" Duduk santai, sambil mengepulkan asap rokok, surga duniawi hari ini.

Beberapa menit kemudian, Reza sudah habis mengisap sebatang rokoknya. Ia membuang sisa puntung rokok itu dengan asal. Baru saja ia membuang puntung rokok, pandangan Reza teralihkan ketika seseorang memanggilnya. Suara itu tidak asing lagi baginya. Ya, itu Galang.

"Wah-wah, di sini ternyata lo Rez."

Ketiga temannya sedang mendekati Reza yang tengah duduk santai di rooftop. Galang menjulurkan tangannya memberikan minuman jeruk yang memang sengaja di belikan untuk sahabatnya itu.

"Nih gue bawain minuman jeruk."

"Thanks," jawab Reza, lalu menjulurkan tangan untuk mengambil minuman segar itu untuk diminum.

Tak sengaja pandangan Galang tertuju pada seorang gadis cantik yang terlihat dari rooftop sekolahnya. Perempuan itu tengah berjalan menuju kelas XI IPA.

"Rez! Rez!" seru Galang.

"Hmm."

"Ada cewek cantik tuh!" lanjutnya menunjuk gadis yang tengah berjalan menuju kelasnya.

Reza memutar bola matanya malas, tau betul dengan sikap sahabatnya yang satu ini, sangat mesum ketika melihat wanita cantik.

Reza melirik sepintas perempuan yang ditujukan oleh Galang. Ia tau perempuan itu. Tapi ia tidak tau namanya. "Dia kan yang tadi," batin Reza.

Reza kembali menyadarkan dirinya. "B aja."

Galang memutar malas bola matanya. "Gue lupa lo homo!"

Reza langsung memplototi Galang yang berbicara asal padanya, tentu saja sangat kesal dikatakan homo. Ya, Galang mengatakan itu karena temannya yang satu ini tidak pernah menyukai seorang perempuan setelah sekian lama.

"Mau kena bogem?!"

Galang yang mendapatkan tatapan tajam dari Reza langsung bergidik ngeri. Apalagi diancam seperti itu olehnya. "Sorry-sorry gue bercanda kali."

Setelah beberapa menit suasana menjadi hening dan dilanjutkan ke aktivitas tidak jelas dari empat sahabat itu.

"Rez, gue boleh minta rokok lo gak? Satu aja," akhirnya Bara memecah keheningan dengan meminta sebatang rokok kepada Reza. Tampaknya pria itu lupa untuk membawa rokoknya.

Memalukan!

Adit tertawa pecah. "Zaman gini lo masih minta rokok? Ngenes banget sih hidup lo, Bar," ledek Adit, memancing kemarahan Bara.

"Apa lo bilang, nyet!" kesalnya, sambil melihat ke arah Adit dengan tajam.

"Nyet-nyet, kapan sih lo sadar diri, taik!" ketus Galang, mengomentari.

"Berisik!" saut Reza kesal, seraya menatap satu-persatu temannya yang mengganggu ketenangannya

"Tau. Si kampret ganggu aja, dasar tolol!" ketus Bara kesal.

"Nih buat lo!" tangan Reza menjulurkan satu puntung rokok kearah Bara.

Bara menjulurkan tangannya untuk mengambil sepuntung rokok tersebut. "Hehehe, makasih Rez," jawabnya sambil nyengir.

"Huuuuuu, makanya besok-besok beli, dong! Jangan bisanya cuma minta doang!" ketus Adit tajam.

Bara yang sadar akan hal itu, hanya geleng-geleng kepala kecil dan tak menghiraukan celotehan dari temannya yang satu ini, seraya menghidupkan benda berisi nikotin yang tengah ia taruh di mulutnya.

"Anggap monyet menggonggong," batin Bara ngaco.

===***===

Bel istirahat pertama berbunyi, Tasya dan Nella sedang duduk di depan kelas XI IPA seraya mengobrol.

Nella adalah teman Tasya sejak SD sampai sekarang, ketika Tasya mengalami suatu permasalahan pasti Nella lah yang selalu diajaknya curhat atau sekedar mengobrol kosong.

Nella mengusap-usap punggung Tasya. "Yang sabar ya neng," ucapnya setelah mendengarkan curhatan dari Tasya tentang kejadian di koridor.

"Aduh gimana nih Nel? Aku takut kak Reza marah," sedih Tasya, seraya menyenderkan dagu di kedua tangan mungilnya, seperti penyangga bagi muka oval yang tengah cemberut.

Nella tertawa pelan. "Lo sih gak lihat-lihat orangnya dulu."

Nella menepuk bahu Tasya. "Saran gue, mending lo minta maaf ke kak Reza,"

"Udah tadi, tapi kak Reza nggak ngerespons."

"Usaha aja dulu Tas," Nella mencoba menyemangati.

"Hmm, iya, bakalan aku coba," jawab Tasya sekenanya.

"Oi… ngapain lo berdua?" celetuk seorang gadis tiba-tiba, langsung mengejutkan dua gadis yang sedang asik mengobrol.

"Eh, ngepet!" kejut Nella.

"Apaan sih lo San," Nella sedikit terkejut, lalu menatap malas sahabat lain kelasnya yang bernama Santi.

Santi adalah teman dari Tasya dan Nella sejak bersekolah di SMA Aloysius. Gadis dengan postur tubuh gemuk itu memiliki hobi makan dan menyantap makanan apa saja yang ditawarkan padanya, jadi tak heran dia dijuluki sebagai the greedies oleh dua sahabatnya.

Dasar tukang makan!

Santi tertawa puas melihat keterkejutan dari dua sahabatnya ini.

Nella memutar bola matanya malas. "Lo nggak tau si bebeb kita yang imut ini lagi ada masalah," ucap Nella, di tengah tawa Santi yang receh.

"What? Masalah apa by the way?" tanya Santi, sambil melihat gadis yang tengah menekuk mukanya itu.

"Lo sih baru nongol, ini si tuan putri lagi ada masalah sama kak Reza," jawab Nella yang sekiranya mewakili jawaban si gadis yang tengah bersedih itu.

"Ah? Kak Reza? Most wanted dingin yang ganteng bingits itu!" heboh Santi.

"Iya itu, jadi gini ceritanya…" jawab Nella, lalu menceritakan ulang tentang apa yang diceritakan Tasya.

"What? Segitunya Tas? Parah lo," kata Santi. "Hmm, saran gue sih, gini ke lo, Tas," lanjutnya sambil menggantung perkataannya.

"Apaan?" tanya Tasya, sembari menatapi Santi dengan wajah penuh harapan.

"Mending ke kantin aja," jawab gadis itu membuat Tasya berdecak kesal.

"Hmm."

"Apaan sih lo, gaje banget," saut Nella, memandang Santi dengan rasa kesal.

"Ayo lah Tas, siapa tau hilang galau lo," kata Santi, lalu memegang perut penuh cacing yang keroncongan itu menggunakan kedua tangannya "Gue juga udah laper banget nih."

Kali ini perkataan Santi ada benarnya, perut Tasya juga sudah lumayan lapar, jadi ya sudah lah 'iyain aja'.

"Hmm, iya deh," jawab Tasya, lalu bangkit dari tempat duduknya.

"Nah, gitu dong!" seru gadis lapar itu langsung mengajak kedua sahabatnya untuk berbelanja ke kantin.

Ya, beginilah tukang makan, asal lapar tancap gas. Si tukang makan akan selalu bersemangat ketika diajak ke kantin.

"Giliran makan aja lo semangat empat lima," keluh Nella, sambil berjalan menuju kanti sekolahnya.

Santi menyengir ke arah Nella. "Lo kayak gak tau gue aja, Nel."

(TBC)