Pulang sekolah. Semua siswa berhamburan menuju parkir untuk mengambil kendaraan mereka masing-masing. Sekolah tampaknya sudah mulai sepi, hanya tampak segelintir orang yang mengikuti ekstrakurikuler dan mengikuti kelas tambahan.
Berbeda dengan kedua insan yang bernama Reza dan Tasya. Mereka berdua harus membersihkan areal kolam berenang untuk menuntaskan hukuman yang diberikan oleh Pak Rino.
Sungguh ini akan menjadi hari yang membuat harga dirinya jatuh seketika. Bagaimana tidak, keluarga Athana yang terkenal dengan kekayaannya membersihkan areal kolam? Sungguh memalukan.
Tasya membersihkan areal kolam dengan sigapnya. Sedangkan Reza hanya duduk dan asik dengan ponselnya. tentu saja Reza tidak akan menjatuhkan harga dirinya untuk membersihkan kolam, tentu saja hal itu tidak akan terjadi.
Bagi Reza, ini adalah malapetaka berujung kiamat. Selama ia masuk ke sekolah ini, ia sama sekali belum pernah menjalankan hukuman sememalukan ini. Oke lah, hukuman lari keliling lapangan, tapi hukuman yang satu ini. No, no, no, tidak akan pernah ia lakukan.
"Huaaa… luas banget kolamnya, aduh aku capek banget," lirih Tasya seraya memijat pundak kanannya yang pegal memegang sapu.
Tasya menoleh Reza yang hanya duduk dan memainkan ponselnya, tampaknya Reza tidak mempedulikan keluh kesah dari Tasya dan terus saja asik dengan ponselnya. Tasya mulai geram dengan sifat tidak peduli dari Reza, ia pun mendekat ke arah Reza.
"Kak Reza," panggil Tasya.
Reza tidak bergeming sedikit pun, untuk menoleh pun rasanya juga tidak.
"Bantuin aku dong kak," lirih Tasya. "ini luas banget lho kak, masak aku sendiri yang kerjain, capek tau kak."
"Terus?"
"Bantuin lah kak. Aku capek dari tadi bersihin sendiri," lirih Tasya mulai sedikit canggung.
"Gue udah bantuin lo."
Tasya mengernyitkan dahinya.
"Bantu doa," lanjut Reza tanpa dosa.
"Ihh… kakak kok nyebelin? Sejak kapan kakak nyebelin? Apa yang buat kakak kek gini? Kakak sakit ya?" tanya Tasya dengan jujutnya.
"Lo bisa diem nggak!" sahut Reza tidak ada lembut-lembutnya.
"Iya kak, aku diem sekarang. Tapi bantuin aku bersihin kolam dulu."
"Nggak!" jawab Reza cepat.
"Ihh… kakak nyebelin. Kalo gitu aku nggak diem-diem."
Tasya pun terus bekicau bak burung beo yang sedang mencari pasangannya. Reza mulai jengkel dibuatnya. Ia tidak tahan lagi, gendang telinganya sudah mulai sakit medengar ocehan dan lontaran pertanyaan bertubi-tubi dari Tasya.
"Kak Reza bantuin aku!
"Kak Reza ayo dong bantuin!"
Rasanya bumi ini akan kiamat dengan ocehan gadis gila ini.
Reza memutar malas bola matanya. Ia tidak bisa mengelak lagi, bahkan ia sudah menggunakan earphone pun masih tetap bisa mendengar kicauan tanpa jeda dari Tasya.
Jika memilih untuk tidak membantu, pasti kicauan burung beo akan memecah gendang telinganya. Jika memilih membersihkan kolam berenang, pasti akan menjatuhkan harga dirinya. Tapi jika dipikir-pikir sekarang sekolah sedang sepi dan menyisakan hanya mereka berdua. Ya, kali ini ia akan menuruti permintaan gadis gila ini.
Menyebalkan!
"IYA, IYA!"
Tasya tersenyum kegirangan. "Yey… kak Reza baik bengaet, deh."
Reza mulai membersihkan pinggiran kolam dengan menggunakan alat pel di tangan kanannya. Sungguh kejadian langka melihat seorang Reza Maurel mengepel seperti ini.
Menyedihkan.
"Ngapain lo?" tanya Reza dingin, ia sedikit terkejut dengan kahadiran gadis yang ada di hadanpannya.
"Bantuin kak Reza lah. Sekarang biar aku aja yang bersihin," jawab Tasya.
"Sini alat pelnya."
"Nggak usah," tolok Reza mentah-mentah.
"Biar aku aja kak. Aku bisa kok bersihinnya. Kak Reza sekarang istirahat aja. Sini alat pelnya," ujar Tasya, berusaha menarik alat pel dari tangan Reza.
"Nggak usah sok baik lo!" ketus Reza.
Tasya mendengus sebal. Ia mulai mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menarik alat pel dari tangan Reza.
"Biar aku aja kakak!!!" teriak Tasya seraya menarik alat pel dari tangan Reza dengan sekuat tenaga.
"Yaudah, terserah!" Reza melepaskan alat pel dari tangannya dengan kasar. Dan akhirnya..
Byuuuurrrrr…
Tasya tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, dan akhirnya terdorong sendiri hingga ia tercebur ke kolam renang. Reza masih menonton kejadian itu dengan tenang dan tidak mau peduli dengan gadis itu.
Tasya menggerak-gerakan tangannya ke atas permukaan air. Tasya mulai kehabisan tenaga, badannya terasa lemas dan ia tidak bisa lagi menarik nafasnya ke permukaan air. Perlahan matanya menyendu di dalam air, dan akhirnya semuanya gelap.
Tentu saja Reza tidak tinggal diam melihat gadis itu. Ia kira gadis itu bisa berenang, dan ternyata dugaannya salah. Gadis itu tidak bisa berenang.
"TASYA!!!"
Byuuuurrrr…
Reza menceburkan dirinya untuk menyelamatkan Tasya yang tenggelam. Reza menyelam, ia melihat Tasya yang lemah tak berdaya di dalam air. Reza merangkul Tasya yang sudah pingsan menuju permukaan air, dengan tubuh kekarnya tentu saja bukan prihal yang sulit untuk menggendong tubuh mungil dari Tasya.
Reza sudah membawa Tasya ke pinggiran kolam. Tampaknya gadis itu belum kunjung sadar. Reza menekan-nekan perut gadis itu, agar Tasya bisa sadar. Tapi hasilnya nihil, Tasya belum kunjung sadarkan diri.
Reza bingung harus melakukan apa lagi, untuk pertama kalinya ia dihadapkan dengen kejadian seperti ini. Reza menopang tubuh mungil Tasya menggunakan tangannya. Ia mulai berfikir keras untuk menyadarkan Tasya. Ia menepuk-nepuk pipi Tasya.
"Bangun! Tasya, bangun!"
Namun hasilnya nihil juga. Tasya masih tidak sadar juga. Dan ide yang sangat gila terlintas di kepalanya, Reza melihat bibir Tasya, ia berpikir keras, tapi apa boleh buat, ini pilihan terakhirnya.
Reza mendekatkan wajahnya ke wajah Tasya, ia menatap Tasya yang tengah lemas tidak berdaya. Sungguh, ia tidak menyangka ciuman pertamanya akan didapatkan oleh gadis gila ini.
Reza mendekatkan bibirnya. Setelah beberapa senti dari bibir Tasya. Akhirnya…
"UHUUKKKKSS…UHUUKKKKSS…"
What the!
Sentak, Reza terlonjak kaget. Ia menjauhkan wajah refleks, untung saja ciuman pertamanya belum dinodai oleh gadis ini. Selamat hidup ini.
Reza berusaha menenangkan dirinya. Ia mencoba membangukan Tasya menggunakan tangan kekarnya.
"Lo nggak papa?"
Tasya tidak menjawab, tubuhnya menggigil. Ia tidak bisa melontarkan sepatah kata pun sekarang.
"Lo bisa jalan?"
"Ng… nggak bisa, ka… kak," lirih Tasya.
Reza menghela napas pelan, langsung saja membantu Tasya untuk berdiri. Ia membawa gadis itu menuju tempat duduk di pinggir kolam berenang yang sekiranya bisa menampung empat atau tiga orang.
"Ma… makasih udah bantuin a… aku… kak…"
"Hmm."
Reza merebahkan tubuh Tasya di kursi. Reza mengambil tasnya yang berada di samping kursi tersebut dan membukanya. Ada sebuah jaket di dalam tasnya. Ia segera mengambilnya. "Lo pakai ini."
Tasya mengangguk lemah untuk merespons.
Reza memakaikan jaketnya ke tubuh Tasya yang basah kuyup. "Kak Reza…" panggil Tasya lirih.
"Apa?"
"Makasih…"
"Hmm."
"Kak Reza…"
"Apa lagi?"
"Ka… kak mau nggak, anterin… aku pulang?"
Reza tentu saja masih memiliki hati dan rasa kasihan, apa lagi dengan seorang wanita. Walau pun ia tidak pernah menunjukan rasa pedulinya secara langsung. "Hmm, iya, gue anterin."
Tasya meronta-ronta kegirangan di dalam hatinya, ia tidak menyangka jika Reza akan mau mengantarnya pulang. Jika dipikir-pikir, ada untungnya juga tercebur dan tidak bisa berenang.
"Makasih… kak."
Tasya berusaha memandang orang yang ada di sampingnya.
"Aku capek… kak. Aku boleh bersandar… nggak?" pinta Tasya lemah.
Tasya sudah tidak kuat lagi. Tentu saja, membersihkan kolam berenang yang cukup luas ditambah tenggelam di kolam berenang membuat energinya terkuras habis-habisan.
"Hahhh?" bingung Reza.
Tasya langsung saja menyandarkan tubuhnya di dada bidang Reza. Tasya berlahan menutup kedua matanya. Ia mengumpulkan energi yang ada di dalam tubunya.
Reza menelan salivanya susah payah, ia merasakan suhu tubuhnya naik seketika. Ingin sekali Reza mendorong tubuh Tasya, tapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat wajah Tasya yang pucat dan nafasnya yang tidak beraturan. Reza membuang napas berat beberapa kali. Reza merasakan detak jantungnya aneh dan mulai bergetar tidak karuan. Entah apa ini.
Menyebalka!
Reza menatap Tasya, ia baru pertama kali bisa melihat wajah Tasya sedekat ini. Ia mengalihkan pandangannya cepat. "Shit!" umpat Reza lirih.
Reza kembali menatap wajah Tasya, ia berusaha mengontrol dirinya agar tetap tenang. Namun, tetap saja ia merasakan getaran yang tidak beraturan. Reza tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya, tak bisa dipungkiri wajah Tasya memang sangat cantik, dan ia baru menyadarinya.
"Cantik," lirih Reza.
What the!
Tanpa sadar ia mengucapkan kata-kata itu. Sungguh perkataannnya tadi menjijikan jika dibayangkan. Dengan cepat Reza menggelengkan kepalanya agar tersadarkan.
Reza kembali mentap Tasya yang masih bersandar di dadanya. Ia berharap agar gadis yang bersandar di dada bidangnya bisa cepat bangun.
===***===
Tasya berjalan mengkori Reza bak anak kecil. Hampir lima belas menit Tasya terlelap di dada Reza. Ia tidak akan melupakan kejadian ini, sungguh akan menjadi kenangan indah dalam hidupnya.
Tasya tidak bisa menyembunyikan sennyumannya, ia terus saja mengulam senyuman sepanjang perjalanan. Tidak disangka Reza yang terkenal dengan kedinginannya ternyata bisa sehangat ini kepadanya.
Reza dan Tasya sudah berada di parkiran sekolah. Reza mengambil motor sport merahnya tersebut untuk dikendarai.
Reza mengendarai motor sport merah kesayangannya. Ia mengendarai motor merah tersebut dengan santai. Biasanya Reza akan menancap gas penuh, tapi untuk kali ini ia mengurungkan niatnya, karena ia sedang mengajak wanita yang kurang sehat. Ya, itu Tasya.
Tasya tidak akan membuang kesempatan ini, ia terus saja memeluk pinggang Reza sepanjang perjalanan. Tapi anehnya, kenapa Reza tidak mempermasalahkan hal itu? Apakah Reza sudah suka pada Tasya?
"Kak Reza," panggil Tasya.
"Hmm."
"Aku boleh nanya nggak?"
"Apa?"
"Kak Reza, udah punya pacar nggak?"
"Udah," jawab Reza tanpa berpikir panjang.
Senyum Tasya memudar seketika, ia menekuk bibirnya kebawah.
"Beneran?"
"Hmm."
"Siapa namanya? Dimana rumahnya? Sejak kapan kakak pacaran? Gimana cara nembaknya?" pertanyaan bertubi-tubi dari Tasya membuat Reza mengulam senyum picik.
"Nggak penting."
"Tapi kak, aku kan pengen tau. Soalnya orang bilang kakak nggak bisa buka hati buat siapapun, orang bilang hati kakak beku kayak es, orang bilang kakak nggak pernah pacaran, orang bilang ka…"
"Gue nggak punya, puas lo!" potong Reza cepat, ia mulai tidak tenanga dengan ocehan dari Tasya yang begitu menyiksa gendang telinganya.
"Kok tadi kakak bilang udah punya pacar? Kakak bohong ya?" tanya Tasya memastikan.
"Menurut lo?"
"Yey… kak Reza nggak punya pacar, yey…" heboh Tasya, bak anak kecil yang dibelikan mainan.
"Kak Reza," panggil Tasya lagi.
"Hmm."
"Aku boleh nanya lagi, nggak?"
"Terserah."
"Kakak terpaksa ya, nganterin aku?"
"Terpaksa lah!" jawab Reza dengan sangat jujur.
"Nggak boleh gitu dong, kak. Kita menolong orang harus dengan ikhlas, bukan dengan terpaksa."
"Iya."
"Jadi, sekarang kakak, udah ikhlas kan?"
"Nggak tau."
"Lahh, kok nggak tau sih, kak."
"Berisik!"
Reza memutar malas bola matanya. Ia tidak menyangka akan menggandeng gadis gila seperti Tasya.
Menyebalkan!
Reza sudah sampai di rumah Tasya dan mengantar gadis itu dengan selamat. Reza menurunkan kecepatan motonya, lalu menepi hingga ke depan rumah Tasya.
"Udah nyampek ya, kak? Kok cepet banget ya?"
"Turun."
Tasya berlahan turun dari motor Reza dengan berlahan, karena badannya agak sedikit lemas.
"Makasih kak, udah mau anterin aku," ucap Tasya dengan mengembangkan senyumannya.
"Hmm," jawab Reza tanpa menoleh ke arah Tasya.
Tasya menatap Reza yang sama sekali tidak balas menatapnya. "Kak Reza nggak mau mampir dulu ke rumah aku? Di rumah aku ada banyak makanan sama minuman yang enak lho. Ada juga kue coklat yang enak banget," tawar Tasya dengan bangganya.
"Nggak."
"Beneran nggak mau mampir?"
"Hmm."
Tasya menghela napas pasrah, ia memilih untuk tidak memaksa Reza untuk mampir ke rumahnya.
"Besok kakak berangakat sekolah, jempuk aku ya kak?"
"Nggak."
"Kenapa ng…"
"Gue pulang," pamit Reza dengan memotong perkataan dari Tasya. Ia tidak menghiraukan Tasya, dengan cepat ia menghidupkan mesin motornya dan melajukannya tanpa sedikit pun menoleh Tasya.
Tasya menghela napas pasrah dan mengelus dadanya sendiri yang terasa sesak. Tasya berusaha tegar dan tetap pada pendiriannya. "Sabar Tasya. Orang sabar bisa kok dapetin hati Reza."
===***===
Tasya memasuki rumahnya dengan mengendap-ngendap, bak pencuri yang sedang beraksi. Tak ingin ketahuan oleh Ibunya Mery. Ia berusaha menutupi seragamnya yang basah menggunakan jaket yang tadi diberikan oleh Reza.
"Lho, anak Ibu udah pulang ternyata," sapa Mery.
Tasya terlonjak kaget dengan sapaan dari Ibunya.
"Lho, kamu kok basah kuyup kayak gini?" lanjutnya dengan tatapan menyelidik.
"Eeee…Itu… tadi ma. Anu... eee..." jawab Tasya dengan gugupnya
"Anu kenapa sayang?"
"Itu, aku kemuncratan genangan air pas ada mobil lewat, jadinya ya gini deh. Hehehe…" bohong Tasya, padahal gadis itu baru saja tenggelam di kolam berenang sekolahnya.
Tasya tidak mau membuat Mery cemas. Ia tidak akan membuat Ibunya mengkhawatirkan keadaannya.
"Trus jaketnya punya siapa itu? Rasanya mama nggak pernah lihat kamu make jaket itu."
Mati sudah, siapa yang harus ia katakana sekarang?
"Oh… jaketnya. Tadi itu ma… eee… aku minjem jaket sama temen"
Mery mendekat ke arah Tasya, dan mencoba mengendus bau jaket itu. "Kok kayak bau parfum cowok sih?"
Tasya berfikir kembali, ia tidak mungkin bilang bahwa yang memberikannya adalah Reza. "Iya ma… tadi minjem jaketnya Aldo, hehehe…" jawab Tasya.
Mery menatap Tasya dengan menyelidik, seolah-olah ada yang aneh dari anaknya. Tasya pun agak takut jika ia ketahuan meminjam jaket dengan keluaga Athana itu. Dan untungnya tadi ibunya tidak keluar dan mengetahui siapa yang mengantarnya pulang.
"Ohh… Aldo. Yang satu kelas sama kamu dulu itu?"
"Nah… itu dia ma," jawab Tasya, ia tampak berusaha mengembangkan senyuman.
Mery menganggukan kepalanya. "Kalo gitu, masuk kamar, inget mandi terus keramas ya sayang," pinta Mery.
Tasya membalas dengan anggukan. "Iya ma…" lalu menyalimi tangan ibunya.
Untung ibunya tidak curiga dengan siapa ia meminjam jaket tadi. Selamat untuk hari ini.
Tasya beranjak ke kamarnya. Sesampainya di sana, ia meletakan tasnya di meja belajar tepat mengahadap di jendela kamarnya. Tasya melepaskan jaket yang tadi diberikan oleh Reza, jaket jin berwarna hitam yang terlihat elegan di matanya. Tasya mencium aroma jaket itu. Sungguh, jeket ini memiliki aroma khas yang terbalut dengan parfum yang harum.
Tasya terus saja senyum-senyum sendiri. Ia kembali mengingat kejadian saat Reza menyampirkan jaket hitam serta dirinya yang terlelap di dada bidang Reza. Ia tidak akan pernah melupakan kejadian itu. Tidak akan pernah.
Memang cinta diawali dengan sebuah perjuangan, tapi apakah perjuangan itu selalu membuahkan hasil yang manis? Belum tentu, begitulah sebuah cinta, kadang membuat sakit dan kadang membuat bahagia.
(TBC)