Tasya terbangkit dari tidur pulasnya. Ini adalah hari yang paling ditunggu olehnya. Hari minggu memang jadwal bersantai gadis itu.
Dihari minggu ini ia berencana pergi kesebuah kafe yang tidak jauh dari rumahnya. Menghabiskan hari libur dengan membaca novel tentunya membuat waktu liburannya menjadi lebih hidup.
Tasya sudah membeli buku novel kemarin, jadi ia berencana untuk membaca buku yang ia beli di kafe nanti. Namun, sebelum itu ia berkemas dan melakukan ritual mandinya.
Sudah tiga puluh menit berlalu, gadis itu sudah siap untuk menikmati hari liburnya.
"Anak Mama udah cantik aja nih," ucap Mery yang melihat Tasya baru saja keluar dari kamarnya.
Tasya tampak sangat cantik dengan dress sederhana yang berwarna cokelat dan rambutnya yang berkuncir kuda. Walaupun tampilannya sederhana seperti itu, aura kecantikan dari Tasya masih sangat melekat.
Tasya mengembangkan senyumnya. "Iya dong, Mamanya aja cantik, anaknya pasti juga cantik."
"Kamu ini bisa aja dehhh," Mery menyentil kening Tasya dengan gemas. Tasya memang paling bisa mebuat ibunya senang.
"Ma, Aya boleh ke kafe gak, mau baca novel."
"Kamu, gak makan dulu?" tanya Mery.
"Gak Ma," Tasya mencium punggung tangan Mery. "Nanti Aya disana aja beli makannya," lanjutnya, lalu dibalas anggukan dari Mery.
"Iya, boleh sayang. Inget jangan kesorean pulangnya."
"Siap buk bos," ucap Tasya, lalu memberi hormat bak tentara yang sedang upacara.
===***===
Di lain sisi, Reza sudah terbangun dari mimpi indahnya. Ia meincingkn mata ke arah jam weker lalu melihat jam weker itu di atas nakas. Jam sudah menunjukan pukul 09.17.
Reza terbangkit dari tempat tidurnya, ia tampak duduk di atas kasur untuk mengumpulkan kesadarannya kembali. Setelah beberapa menit mengumpulkan nyawa, Reza langsung mengambil handuknya dan ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Reza menuruni anak tangga, ia sedang menuju ruang tamu di lantai paling bawah rumahnya. Reza sedang duduk di sofa, ia mengambil rimot tv, lalu menekan tombol merah yang ada di remot itu untuk menghidupkan tv besarnya.
Sebenarnya di kamarnya pun ada tv, tapi entah kenapa ia ingin menonton siaran di luar saja untuk hari ini.
Pukul 10.54, Reza masih menonton siaran tv, tampaknya ia terus saja mengganti siaran tvnya, ia merasa tidak ada siaran yang menarik lagi di jam-jam seperti ini. Tampa berfikir panjang Reza mematikan tvnya dengan menekan tombol merah yang ada di remot itu.
Reza merebahkan badannya di sofa kamar tamu, ia memejamkan mata sejenak, tiba-tiba ia mengingat kejadian di lapangan basket, saat ada seorang gadis yang menghampiri dan memberikan minuman soft drink kepadanya.
"Kak Reza, ini aku bawain minuman, diminum ya Kak."
Bahkan senyum gadis itu masih melekat dipikirannya. Sentak saja Reza langsung membuka matanya, dan mengacak-acak rambutnya. Entah apa yang sedang ia bayangkan, rasanya ia terjijik geli dengan bayangannya yang tadi.
Reza mengusap-usap wajahnya kasar. "Gue kok mikirin dia sih?!"
===***===
Tasya sedang duduk di sebuauh kafe, ia sudah memesan beberapa makanan untuk mengisi perutnya. Tujuan gadis itu datang kesini, hanyalah sekadar bersantai sambil menikmati waktu libur mingguannya untuk melepas kepenatan dari tugas-tugas akselerasi yang melelahkan. Untungnya besok ia akan menyelesaikan akselerasinya dan pindah ke kelas 12, lebih tepatnya ia akan menjadi kelas 12. Ia masih bingung, entah siapa gerangan yang akan duduk dengannya.
Tringgggg...
Lonceng berbunyi, menandakan ada seorang pelanggan masuk ke dalam kafe, sentak beberapa pasang mata langsung mengarah pada orang yang baru memasuki kafe itu. Beberapa pasang mata tak bisa lepas dari orang yang baru saja memasuki kafe tersebut, termasuk Tasya.
Tasya sangat mengenali orang itu.
"Itukan Kak Reza," gumam Tasya.
Tasya tak bisa mengontrol matanya untuk melihat seorang pria dengan earphone di telinganya, sungguh aura ketampanan dari Reza sangatlah memikat.
Reza yang baru masuk ke kafe tersebut kini sedang memesan makanan, entah apa yang dipesan pria itu, Tasya tidak tau.
Setelah Reza sudah memesan makanan, ia pun langsung duduk di tempat tunggu pemesanan take-away.
Tasya tidak bisa fokus dengan cerita yang ia baca. Sungguh, ia tidak menyangka akan bertemu pria idamannya di sini. Ingin sekali Tasya menghampiri Reza, tapi ia tidak cukup berani untuk berhadapan dengan pria tampan itu. Apalagi, mengingat kejadian di lapangan basket, saat ia memberikan minuman soft drink kepada Reza. Tasya tampak nyanggung lagi ingin bertemu pria idamannya itu.
Reza kini duduk tak jauh dengan Tasya, hanya beberapa meja yang memisahkan jarak diantara mereka. Tasya bisa melihat wajah Reza dari dekat sekarang.
Sungguh mempesona, begitu sekiranya yang dapat mendeskripsikan pikiran dari Tasya. Ini benar-benar cinta pada pandangan pertama yang membuat jantung Tasya dag dig dug der tak karuan. Memang sudah lama ia menyimpan rasa, tapi ia tak kunjung menyampaikan rasa cintanya.
Reza menyadari dirinya sedang di amati oleh entah siapa namanya ia tidak tau, dan tak mau tau. Ia tak peduli dengan tatapan dari gadis yang duduk dari jarak beberapa bilah meja yang memisahkan mereka. Tidak mungkin jika gadis itu berani menghampirinya. Bergitu sekirnya pikiran dari Reza.
Tasya tak bisa menahan perasaannya lagi, ia sangat tertarik dengan Reza. Hingga kejadian tak terduga pun dilakukannya.
"Aku gak akan, sia-siain cinta pertama."
Tasya mulai mengumpulkan keberaniannya, lalu menarik nafas dan menghembuskannya untuk menghilangkan rasa gugup. Sungguh Tasya sangat gugup sekarang, lebih baik mengerjakan soal olimpiade matematika dari pada ia harus memberanikan diri untuk mendekati Reza.
===***===
Tasya mulai mendekati Reza, dengan keberanian yang telah terkumpul, rasanya ia tak ragu lagi untuk mendekati Reza. Tasya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Tasya kini sudah ada di hadapan Reza, tapi Reza tampaknya tidak sadar akan hal itu, karena ia sedang memainkan ponselnya.
Tasya mulai mengeluarkan senyum termanisnya. Tapi, kenapa jantungnya bergetar bak ponsel dengan mode getar?
Dug.
Dug.
Dug.
Menyebalkan!
"Aku boleh minta nomer WA-nya Kak?" akhirnya Tasya mulai membuka suaranya.
Tasya masih menunggu reaksi dari Reza, tapi sayangnya tidak ada reaksi sama sekali.
"Kak Reza, minta nomer WA-nya, boleh?"
Reza masih tidak merespons dan sibuk memainkan ponselnya. Mungkin karena menggunakan earphon Reza tidak mendengarkannya.
Sungguh menjengkelkan.
"Permisi!!!" seru Tasya penuh penekanan kali ini.
"Boleh minta nomer WA-nya, Kak?"
Tasya mendengus sebal. Untuk ketiga kalinya Reza masih tetap pada pendiriannya. Ingin sekali Tasya berteriak di dekat telinga Reza, tapi ia mengurungkan niatnya itu. Yang benar saja, ia tidak akan mempermalukan dirinya dengan berteriak tak jelas.
Ide gila tiba-tiba terlintas dari pikiran Tasya. Sebenarnya ia tidak berani melakukan ide gila ini. Tapi, apa boleh buat, ini satu-satunya cara untuk membuat pria itu bereaksi.
Dengan jantungnya yang ketar-ketir tak karuan, Tasya kembali mengumpulkan nyalinya.
"Ya tuhan, maafkan hamba mu ini, maafkan."
Tasya menarik earphone yang terpasang di telinga Reza, sentak saja Reza langsung terlonjak kaget.
Gerangan apa yang mengejutkannya?
Reza mendongakan kepalanya, menatap gadis yang telah ada di hadapannya. Ia tak pernah memikirkan bahwa gadis itu akan senekat ini untuk menghampirinya. Reza kira gadis itu pemalu dan tak berani untuk melakukan hal senekat ini. Sungguh prediksi yang tak terduga.
"Boleh minta nomer WA-nya, Kak Reza?" ucap Tasya seraya mengembangkan senyuman termanisnya.
Reza mengerjapkan matanya beberapa kali. Yang benar saja, gadis ini telah membuat prediksinya melenceng sampai ke ujung dunia.
Reza mengernyitkan keningnya, rasanya ia pernah bertemu dengan gadis ini. Reza mulai mengingat-ngingat kapan ia pernah bertemu gadis ini. Dan ia akhirnya mengingatnya. "Dia kan? cewek pas di lapangan itu." batin Reza.
"Bolehkan, Kak?"
"Lo siapa?" tanya Reza dingin. Untuk pertama kalinya ia mendengar suara berat itu, sungguh dua kata itu membuat jantungnya melemah seketika.
Tapi, tunggu dulu, Reza tidak mengenalinya? Ada juga orang yang tidak ingat gadis yang secantik dirinya.
Menyebalkan!
Tasya menjuluran tangannya untuk memperkenalkan diri. "Kenalin, aku Tasya Engela Neolita Kak."
Tasya masih tetap pada posisi juluran tangannya yang ingin berkenal dengan Reza. Tapi, Reza malah tidak menjabat tanganya kembali.
Sungguh memalukan.
"Ohh."
Apa? Hanya itu? Sungguh, Tasya jengkel sendiri dengan sifat Reza yang acuh tak acuh. Tasya menurunkan tanganya dengan penuh kekecewaan.
"Aku boleh minta nomer WA Kakak, gak?" tanya Tasya yang kesekian kalinya.
"Buat?" tanya Reza dingin, ia mulai risih dengan kehadiran gadis ini.
"Buat chatan, telponan, sama video call lah sama, Kakak. Lagian fungsi WA kan itu aja kak," jawab Tasya apa adanya. Benar, fungsi dari WhatsApp memang seperti itu.
"Ohh."
"Jadi boleh, gak?"
Reza menghelai nafas berat, kemudian terbangkit dari tempat duduknya. Untuk pertama kali, ia melihat wanita yang senekat ini.
"Nggak."
"Lahhh… Kak Reza mau kemana?" bingung Tasya.
Reza tidak lagi mempedulikan gadis itu, ia kembali memasang earphone-nya, lalu berjalan melewati Tasya begitu saja. Reza mengambil pesanannya yang telah jadi, kemuadian beranjak keluar dari kafe tersebut.
Tasya mematung di tempat, ia terbungkam. Memang benar, Reza sangat dingin, sedingin kutub selatan. Tapi ia tidak akan menyerah sampai disini. Tasya akan memperjuangkan cinta pertamanya, dan meruntuhkan tembok kokoh yang ada di hati Reza.
"Aku bakalan cairin hati beku Kakak."
"lihat aja!"
===***===
Tasya sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah tampaknya hari sudah lumayan sore. Pukul 03.37 ia sudah sampai di rumahnya. Seperti biasa ia akan menyambut bunga-bunga mawarnya.
Disore hari ini Tasya berniat untuk menyiram mawar-mawarnya. Iapun sudah bersiap-siap untuk mengambil selang yang ada di belakang rumah, tak lupa ia mengganti pakaiannya dengan pakian rumahan terlebih dahulu.
Tasya masih menyiram bunganya, seperti biasa Tasya adalah anak yang bersemangat dan tidak bisa diam, iapun menyiram bunganya sambil bernyanyi. "Lihat kebun ku, penuh dengan bunga, ada yang putih dan ada yang merah, setiap hari ku siram semua, mawar melati, semuanya indah…" begitulah, yang ia nyanyikan berulang-ulang.
Memang seperti anak kecil.
Sudah selesai menyelesaikan aktivitas menyiramnya, Tasya sudah berada di kamar, untuk mempersiapkan alat-alat tulis yang akan ia bawa esok hari untuk sekolah.
Sambil merapikan dan menyimpan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas, Tasya masih penasaran besok siapa yang ia ajak sebangku. "Besok siapa ya, yang duduk sama Aku?" Tasya berbicara dengan dirinya sendiri.
"Mudah-mudahan, sama Kak Reza," Tasya membayangkan betapa indahnya jika hal tersebut terjadi.
"Tapi ndak mungkin deh kayaknya."
Tasya berusaha mengumpulkan energi positif di sekitarnya. "Optimis Tasya!"
===***===
Braaakkkkkk…
Suara gebrakan pintu berhasil membuat Reza, Galang, dan Bara tersentak kaget. Mereka melihat sang pelaku dengan tatapan tajam, lalu memutar malas bola mata mereka secara bersamaan. Tampaknya suasana akan ricuh kembali dengan kehadiran dari bos gelandangan ini.
Menyebalkan!
"Gua punya kabar gembira!" ucap Adit dengan tak sabaran.
"Apaan?" tanya Galang malas.
"Hayo tebak apa."
"Kecoak pliharaan lo meninggal?" tebak Bara.
"Bukan lah! Coba tebak lagi."
"Bu Dewi mau pindah?"
"Bukan! Ayo tebak lagi yang bener."
Galang mulai terbawa dengan kabar gembira dari Adit, dan mulai berfikir keras.
"Tahu bulat Bik Moli diskon seratus persen?" tebak Galang kali ini.
"Yaelahhh, tahu bulat harganya lima ratus perak doang, masak turun harga!"
Bara mulai berfikir keras dan memansakan mesin di otaknya, entah apa kabar gembira yang akan disampaikan oleh orang aneh ini.
Membingungkan.
"Rez, lo ikut dong, tebaknya," ujar Adit.
"Males!" jawab Reza dingin, ia masih menikmati rokok di tangannya.
"Apaan sih, sebenarnya? Kasih tau cepetan!" gemas Bara mulai tak sabaran.
"Beneran nih mau tau?" ujar Adit
Bara dan Galang mengangguk secara bersamaan untuk menjawab.
"Mau tau apa mau tau banget?"
"Iya, mau tau," jawab Bara dan Galang.
"Kalo lo gimana Rez? mau tau apa mau tau banget nih?"
"Gua nggak peduli," jawab Reza dengan sangat jujur.
"Kalo kalian gimana Bar, Lang?"
"CEPETAN WOY!! KASI TAU!!" pintah Bara dan Galang secara bersamaan, mereka berdua mulai kehilangan kesabaran.
Adit mengembangkan senyumannya bangga, karena sudah membuat tiga temannya ini penasaran. Adit menarik nafasnya, "Jadi, besok anak akselerasi pindah ke kelas kita, dan ada satu anak akselerasi cewek yang cantik banget, namanya Tasya, trus yang paling menggembirakan adalah…"
"Apaan?" tanya Bara tak sabaran.
"Reza bakalan satu bangku sama dedek Tasya!"
Uuhhukk… Uuhhukk…
Reza langsung tersedak asap rokok ketika mendengar bahwa gadis itu akan duduk sebangku dengannya. kupingnya terasa memanas. Entah mimpi buruk apa yang dialami Reza hari ini.
Apakah ini malapetaka? Musibahah? Tanda kiamat?
"Santai bang jago!" Adit mengelus pundak Reza.
"Lo seriusan?" ucap Galang dan Bara bersamaan.
"Iya lah, kapan sih gue bawa berita olok-olok," jawab Adit membuat Galang dan Bara tak ragu lagi.
"Akhirnya temen kita yang homo ini deket juga sama cewek. Uppsss!" ucap Galang, langsung mendapatkan plototan tajam dari Reza.
"Berisik!"
Reza terbangkit dari tempat duduknya, lalu membuang sisa rokok dengan sembarang. Ia memasang earphone dikedua telinganya lalu pergi meninggalkan tiga sahabatnya itu.
"Lahhhh... mau kemana lo Rez?" tanya Bara dan Galang bersamaan.
Braakkkk…
Reza menggebrak pintu rooftop, ia sudah pergi entah kemana, tampaknya pria itu sangat kesal sekarang.
"Jangan dipikirin, palingan lagi PMS doang," ucap Adit ngaco.
Adit memandang dua temannya.
"Btw, beneran Bu Dewi mau pindah?"
===***===
Bel istirahat pertama sudah berlangsung sekitar empat puluh menit yang lalu, anehnya kenapa belum kunjung ada bel masuk kelas? Ya sudahlah, ini kesempatan yang bagus untuk menikmati waktu istirahat yang langka ini.
Tasya berlari-lari kecil menuju kelasnya, entah apa yang membuat gadis itu kegirangan. Mungkinkah mendapatkan give away tahu bulat dari Bik Moli? Entah lah.
Tasya langsung memasuki kelasnya, senyuman di bibirnya terus saja mengembang tanpa henti. Benar-benar senyuman yang membuat para lelaki langsung bertekuk lutut dihadapannya.
"NELLA!! I'M COMING!!" teriak Tasya baru saja membuka pintu kelasnya.
Nella yang merasa terpanggil namanya langsung menoleh ke sumber suara, tidak salah lagi, itu Tasya.
"Kenapa Tas?"
Tasya mulai duduk di samping Nella yang sedang memainkan ponselnya.
"Aku seneng banget Nell!" seru Tasya dengan senyum yang terus mengembang. "Aku besok duduk sama Kak Reza!" lanjutnya penuh dengan luapan semangat.
"Ahhhhh? Yang bener lo?"
"Iya Nella, beneran."
"Berarti lo pidah ke kelas dua belas IPA satu dong?"
Tasya menganggukan kepalnya dengan antusias, tak lupa terus mengembangkan senyumannya. Tasya sangat bahagia sekarang, doanya setiap hari untuk bisa dekat dengan Reza akhirnya bisa terwujud.
"Lahh… gue sama lo pisah dong? Gue jomblo lagi deh," ucap Nella dengan menekuk mukanya.
"Nellakan emang jomblo dari lahiran."
Nella memutar malas bola matanya."Kayak lo nggak aja."
"Aku otw mau pacaran Nell," Tasya mendekatkan mulutnya di telinga Nella "Sama kak Reza," bisiknya.
Tasya terbangkit dari tempat duduk, kemudian keluar dari kelasnya, lebih tepatnya mantan kelasnya. Ya, Tasya besok akan pindah ke kelas dua belas IPA satu. Ia harus merayakan kebahagiaannya saat ini. Tak lupa ia mengumbar-ngumbar kabar tentang dirinya yang duduk dengan Reza.
Sungguh kurang kerjaan insan ini.
(TBC)