Suasana kelas seperti biasa, dengan kericuhan dan keasikannya tersendiri. Reza memasuki kelasnya diikuti oleh ketiga temanya. Sesampainya di kelas, seperti biasa akan diawali dengan perbincangan kosong diantara mereka. Reza tentu saja menjadi pendengar setia dari bacotan ketiga temannya yang tidak jelas ini.
Di sisi lain, Tasya memasuki kelas dengan senyuman sumringah di bibir manisnya. Hampir semua pria yang ada di kelas memperhatikan bidadari numpang lewat itu. Sungguh pesona Tasya Engela Neolita tak ada tandingannya. Namun, hal itu tidak ada artinya bagi Reza. Ia tidak akan mudah terbelenggu oleh wanita seperti Tasya.
Tasya menangkap sosok Reza yang tengah duduk di bangkunya. Eit, lebih tepatnya bangku mereka berdua sekarang.
Reza dengan ketiga temannya, Adit, Bara, dan Galang sedang berbincang.
Tasya pun segera mendekat ke arah Reza. "Kak Reza…" panggi Tasya.
Adit, Bara, dan Galang mendongakkan kepalanya ke sumber suara. Mereka bertiga baru menyadari kehadiran Tasya. Sedangkan Reza tidak mau peduli, bahkan melirik Tasya pun juga tidak.
"Wishhh… Ada Dedek Tasya nyari jodohnya nih," sapa Adit dengan senyuman merekahnya.
Tasya tidak mau peduli dan hanya memberikan senyuman seadanya kepada Adit. Tasya menyodorkan kantong plastik yang berisikan jaket Reza yang dipinjamkan olehnya kemarin.
"Ini kak, aku kembaliin jaketnya."
"Taruh aja," suruh Reza.
Tasya menganggukkan kepalanya, lalu menaruh kantong kresek itu di atas meja.
"Oh, iya, aku lupa. Di sana juga ada kue cokelat lho buat kak Reza. Dimakan ya kak," tambah Tasya dengan bangganya.
"Hmmm," jawab Reza singkat.
"Kue cokelatnya enak lho. Besok aku bawain lagi deh."
"Ngga usah!" tolak Reza cepat.
"Kok gitu? Kak Reza nggak suka ya?" lirih Tasya sedih.
"Kalo Reza kagak mau, Abang Adit ini mau kok. Dengan senang hati dan nikahan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai, gue siap menerima," celetuk Adit tidak tau malu.
"Ehh, mendingan kasi ke gue aja Tas. Daripada lo kasih ke nih kadal!" saut Bara mulai ikut-ikutan.
Plakk…
Plakk…
Galang menyosor kepala Adit dan Bara menggunakan kedua tangannya secara bersamaan. Raut wajah Galang tampak jengkel. "Lo, pada berisik tau, nggak!" cerca Galang.
"Sakit taik!" ketus Adit dan Bara bersamaan.
"Daripada lo kasi nih, dua curut. Mendingan kasi ke gue aja Tas."
Plakk…
Plakk…
Double kill.
Bara dan Adit menyosor kepala Gilang secara bersamaan. "LO JUGA SAMA, TAIK!!" ketus Bara dan Adit bersamaan.
Tasya melongo. Ia tidak menyangka akan bertemu orang yang segila dan seheboh mereka ini. Sedangkan Reza, tentunya sudah biasa.
"Aku nggak mau kasi ke kalian, aku maunya ngasi kak Reza!" ketus Tasya.
"Kan Reza nggak mau tuh. Daripada lo usus buntu nungguin Reza nerimanya. Mendingan kasi ke kita," sambung Adit, diberikan dukungan oleh Bara dan Galang.
"Ihh, nggak mau. Aku mau kasi kak Reza, pokoknya!"
"Terserah." Jawab Reza, lalu menggunakan earphone untuk menutupi kedua telinganya. Walau masih terdengar, sudah cukup untuk menekan ambang ketulian dari telinga Reza, akibat dari ke tiga temannya dan satu lagi gadis gila.
Menyebalkan!
"Minggir kak! Aku mau duduk!" ketus Tasya.
Adit terbangkit dari tempat duduknya. "Iya-iya. Santai dong, mbak!"
Tak lama setelahnya. Pak Bambang memasuki kelas. Sentak, seluruh siswa di kelas kutar-katir tak karuan mencari tempat duduk mereka masing-masing.
Reza berusaha tetap memasang wajah datarnya, lalu melepaskan earphone dari kedua telinganya. Sedangkan Tasya, untung saja tadi dengan tepat mengambil posisi duduknya. Jadi ia tidak perlu terlalu panik lagi.
Setelah beberapa ritual penyambutan guru. Akhirnya pelajaran pun di mulai…
===***===
Tasya duduk di meja kantin, raut wajahnya cemberut seraya mengutak-atik sendok makannya. Ia merasa sangat kesulitan untuk mencairkan hati Reza. Harus diakui, memang sulit untuk menerobos tembok pertahanan dari Reza, bahkan untuk melubangi hatinya pun rasanya mustahil sekali.
Nella memandang Tasya yang hanya mengutak-atik sendok nasi goreng yang ia beli. "Lah… lo kagak makan Tas?" tanya Nella bingung.
Tasya menggelengkan kepalanya untuk menjawab.
"Kalo lo nggak mau, buat gue aja, Tas!" celetuk Santi yang sadari tadi masih merapu makanannya.
Tasya memberikan makanannya kepada Santi. "Nih ambil aja."
"Hehehe, makasih Tas," sahut Santi seraya melahap suap demi suap nasi goreng yang diberikan oleh Tasya.
Santi dengan cepat merapu makanannya bak mesin. Sungguh tukang makan sejati.
Nella menggelengkan kepalanya. Ia melihat Santi yang makan layaknya mesin selep gabah. "Makannya yang pelan dong!"
Santi tak menghiraukan dan terus saja melahap nasi goreng itu dengan mulut yang masih penuh.
"Dasar tukang makan," umpat Nella kesal.
Tasya menoleh ke arah Nella. "Kak Reza emang cuek banget ya Nel? Susah banget diajak kompromi," ungkap Tasya tiba-tiba.
"Lo nanya ke gue?" Nella menunjuk dirinya sendiri.
Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya Nel."
"Terus gue nanya siapa dong? Nih tukang makan? Apa rumput goyang dumang?"
"Nella! Aku seriusan," ketus Tasya
Nella memutar malas bola matanya. "Ya, jelas gue kagak tau lah Tas. Orang beda kelas juga."
"Hmm, iya sih," jawab Tasya lirih.
Setelah beberapa menit mereka hening sejenak. Santi si tukang makan pun telah menghabiskan makanannya.
Tasya melirik ke arah Santi. "Kalo Santi tau nggak kenapa kak Reza cuek?"
"Aduh ngga bisa jawab Tas, perut gue masih mencerna," jawab Santi seraya menyenderkan badan besarnya di kursi kantin.
Oooaaarrrkkk…
What the!
Terdengar suara naungan dari penyembah makanan.
"Ihh, jaim dikit kali San!" ketus Tasya.
"Tau, nih anak, kagak ada malu-malunya!" tambah Nella.
"Hehehe, sory, gue sengaja," jawab Santi tanpa dosa.
Tasya dan Nella memutar malas bola mata mereka. "Dasar tukang makan gembrot!" umpat Tasya dan Nella berbarengan.
===***===
Tasya berjalan menyusuri koridor, hendak masuk ke kelasnya. Ia menghela napas berat, bercerita dengan kedua temannya di kantin tadi tidak menghasilkan solusi sama sekali.
"Tasya…" panggil seorang pria berhasil membuat Tasya terbangkit dari lamunannya.
"Ehh, kak Marsel?" balas Tasya kepada pria itu. Mersel adalah sang ketua basket dari Astralis. Ya, dia memiliki gelar the most wanted juga di sekolah.
"Ada apa kak?"
"Lo mau kemana?"
"Aku mau ke kelas kak. Udah mau jam masuk kelas soalnya," jelas Tasya.
"Ohh."
"Kalo gitu aku pamit dulu ya kak."
Marsel menggenggam pergelangan tangan Tasya setelah ia beranjak beberapa langkah.
"Gue ada cokelat buat lo," ucap Marsel seraya menyodorkan satu buah cokelat kepada Tasya.
"Kok kakak ngasi aku cokelat? Dalam rangka apa emangnya?" tanya Tasya bingung.
Marsel menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Nggak ada sih. Ya, anggap aja hadiah buat lo karena udah lolos akselerasi."
"Ohh, gitu ya," Tasya mengangguk-anggukan kepalanya. "Makasih ya kak," lanjutnya seraya mengambil cokelat pemberian Marsel.
"Dimakan ya."
"Iya kak."
"Kalo gitu aku ke kelas duluan ya kak."
"Mau gue anterin nggak?"
"Nggak usah kak, lagian deket juga kok."
"Oke. Kalo ada apa-apa bilang aja ke gue ya Tas."
"Iya, kak. Sekali lagi makasih ya." Tasya beranjak melanjutkan perjalananya menuju kelas.
Tasya menatap cokelat yang diberikan oleh Marsel dengan binar penuh harapan. "Andaikan, cokelatnya kak Reza yang kasi."
Tasya menyadari bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi.
Tasya kembali menyadarkan dirinya, lalu memasukan cokelat tersebut ke dalam saku roknya. Seperti tak ada yang spesial dari hadiah yang diberikan oleh Marsel kepadanya.
===***===
Pulang sekolah. Tasya berusaha mendekati Reza dari kejauhan, entah apa yang dilakukan gadis yang bernama Tasya ini. Reza mempercepat langkahnya menuju parkir yang sudah cukup sepi. Tasya berusahan mengejar Reza yang sudah beberapa meter menjauh darinya "Kak Reza, tunggu!" panggil Tasya.
"Hmm?" jawab Reza singkat. Ia terus saja berjalan dengan santainya.
"Aku boleh cerita nggak?"
"Terserah."
"Tadi aku dikasi cokelat lho sama kak Marsel," Tasya merogoh saku roknya. "Ini dia cokelatnya."
"Terus?"
"Kalo boleh, beliin dong aku cokelat. Aku mau dong cokelat dari kakak."
"Nggak!"
"Kok enggak sih kak?" jawab Tasya lirih.
Reza tidak menjawab, hanya menggidikan kedua bahunya acuh tak acuh seraya berjalan dengan santainya.
Yaudah deh, nggak jadi," lirih Tasya sedih.
"Kak Reza, kak Reza!" panggil Tasya lagi.
"Apa?"
"Kak Reza kapan sukanya sama aku?"
"Nggak tau."
"Berarti, kakak ada rencana buat suka sama aku dong?"
"Nggak ada."
"Terus kapan sukanya kak?"
Reza menghentikan langkahnya. Sentak Tasya langsung menabrak Reza dengan tak sengaja.
"Bisa nggak sih. Lo nggak ngikutin gue?!!"
"Nggak bisa kak. Aku rencananya mau nebeng sama kakak. Boleh kan kak?"
"NGGAK!!"
Tasya menghadang Reza. "Boleh lah, kak," ucap Tasya dengan binar-binar harapan di bola matanya seraya mengembangkan senyuman termanisnya.
"Nggak! Minggir lo!!"
Senyuman di bibir Tasya sirna seketika. Tasya mendecak pelan. Ia pun dengan pasrah menggerakan tubuhnya ke samping.
Reza melangkahkan kakinya, melewati Tasya begitu saja.
Tasya menghela napas pasrah, lalu mebalikan badan untuk melihat Reza yang semakin menjauh.
===***===
Beberapa minggu berlalu, namun Tasya semakin gencar untuk mencari perhatian Reza. mulai dari membawakannya kue cokelat setiap hari dan selalu bertanya tentang persaan Reza kapadanya. Tapi tetap saja hasilnya nihil. Hati Reza entah terbuat dari apa, seakan-akan perjuanganya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Tasya menoleh ke arah teman sebangkunya.
"Kak Reza," panggil Tasya kembali mengganggu ketenangan Reza yang tengah memainkan ponselnya.
Reza tidak menjawab dan terus seja memainkan benda kotak pipih yang dipegangnya.
"Kak Reza!" panggil Tasya sekali lagi, suaranya meninggi beberapa oktaf.
"Hmm?"
"Kakak lagi ngapain?"
Reza memutar bola matanya malas. "Lo buta?"
"Nggak kak, mata aku nggak buta kok, nggak ada tanda-tanda kebutaan. Nggak ada tanda-tanda mau katarak juga" Tasya membelalakan matanya . "nih lihat kak, mata aku normalkan?"
Reza sungguh kagum dengan tingkah ajaib dari gadis gila yang bernama Tasya ini. Ingin sekali ia menyolok mata gadis yang ada di sampingnya, tapi ia urungkan niatnya. Reza menghela napas pelan.
"Terserah."
"Kakak percayakan?"
"Iya."
"Kak Reza," panggil Tasya kembali.
"Apa?"
"Kak Reza kapan kira-kira suka sama aku?" lagi-lagi pertanyaan ini yang dilontarkan oleh Tasya.
Reza diam, ia berusaha tidak mendengar.
"Kak Reza nggak suka ya sama aku?" Tasya mengatakan itu dengan lirih.
"Nggak."
"Trus kapan kakak sukanya?"
"Nggak tau juga."
"Nggak ada rasa dikit gitu?"
"Nggak."
"Sedikit pun tidak ada kak?"
"Hmm."
"Ya udah deh, kalo gitu. Nanti istirahat aku tanya lagi ya. Siapa tau nanti kakak berubah pikiran. Terus suka sama aku," ucap Tasya dengan kepercayaan dirinya.
Reza hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Tasya. untuk pertama kali dan mungkin ini terakhir kali ia mengenal wanita pantang menyerah dan segila ini. Padahal, gadis-gadis lain yang ada disekolahnya akan mulai letih dan pastinya menyerah untuk mendapatkan hatinya, nyalinya pun pasti akan menciut ketika tidak dihiraukan oleh Reza.
Reza kembali mentap layar ponselnya. Entah apa yang diutak-atik oleh Reza. Tasya hanya bisa memandanginya. Bahkan Reza tidak mengerjakan tugas matematika yang diberkan oleh Bu Dewi. Sekarang Bu Dewi tidak masuk kelas, sehingga jadwal menjadi kosong. Entah apa yang ada dipikiran Reza. seakan-akan ia tidak mempedulikan apapun.
"Kak Reza," panggil Tasya untuk kesekian kalinya.
"Apa lagi?"
"Kak Reza nggak buat tugas?"
"Nggak."
"Kenapa, nggak?"
"Males."
Reza melirik gadis yang ada disampingnya. "Kerjain soal lo, jangan ngurus gue!" suruh Reza tidak ada lembut-lembutnya.
"Aku udah kok, dari tadi malahan," jawab Tasya dengan bangga.
Reza berpikir, rasanya baru sepuluh menit yang lalu Bu Dewi memberikan tugas. Bagaimana bisa ia menyelesaikan tugas serumit itu dengan begitu cepat. "Udah?" kaget Reza.
"Udah dong, Tasya gitu lho."
Reza melihat lembar jawaban penuh rumus membosankan itu. Benar saja, Tasya memang sudah mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Dewi. Reza berusaha untuk bersikap biasa saja, tapi tidak bisa dipungkiri Tasya memang memiliki otak yang cerdas. Apakah kepintarannya ini menyebabkan otaknya agak sedikit bergeser dan membuat dirinya tidak waras? Entah lah, Reza tidak mau ambil pusing.
"Kakak nggak nyangka ya aku bisa cepet gitu jawab soalnya?" tuding Tasya.
"Percaya. Tuh, lo udah selesai," jawab Reza tidak ada salah-salahnya. "Kalo lo udah, punya gue jawabin," lanjut Reza.
Tasya mengembangkan senyumannya. "Aku mau jawabin, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Buka blokiran WA aku ya. Kakak mau kan?"
"Oke."
Reza langsung merogoh saku celannya, lalu membuka WhatApps-nya. Ia membuka nomor yang ia blokir. Setelah itu, kembali lagi memasukan ponselnya.
Bermimpi apa Tasya semalam. Ia tidak menyangka Reza akan mau menuruti permintaannya. Ia juga mengira Reza akan menolak mentah-mentah tawaran darinya. Akhirnya ekspedisi pesan berantai dari Tasya akan di mulai lagi. Entah lah, Reza mungkin kemasukan arwah bidadari jatuh dari surga.
"Kalo anterin aku pulang mau nggak, kak?"
Reza kembali mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Gue blok lagi kontak lo."
"Ehhhh... nggak jadi kak. Hehehe…"
"Buruan kerjain!"
Dengan sigap Tasya langsung menyambar lembar soal matematika yang diberikan oleh Reza. Tasya mengerjakan soal penuh rumus itu dengan capet, rasanya gadis itu tidak memikirkan jawaban yang dituliskannya. Entah lah, Reza dibuat takjub dengan kepintaran dari gadis ini.
"Dia manusia? Apa robot?" batin Reza bingung.
===***===
Tasya terus mencari keberadaan Reza yang tidak pasti dimana lokasinya. Ia sudah menacri ke kanti, ke koridor bahkan ke setiap kelas sekali pun. Tetapi ia tidak menemukan sosok Reza.
Tasya berpikir sejenak, ia baru ingat salah satu tempat yang terlarang di sekolahnya. Tapi jika memang demi cintanya, tidak jadi penghalang dalam benak Tasya.
Tasya sudah sampai di rooftop, ia menangkap sosok Reza yang tengah mengepulkan asap rokok. Tasya membulatkan matanya, ia baru mengetahui bahwa Reza pecandu batangan nikotin itu. Tasya sangat terkejut. Pasalnya, ia tidak pernah sama sekali melihat Reza merokok bahkan ia tidak tau bahwa Reza adalah pecandu rokok, ia hanya tau bahwa Reza memiliki kemalasan di atas rata-rata saja.
"Kak, Reza…"
Reza melirik ke arah sumber suara, ia mengenali sekali siapa orang itu. "Lo ngapain ke sini?"
Tasya mendekat, ia tampak sedikit canggung mendengar suara berat Reza. "Kak Reza ngerokok?" tanya Tasya sedikit takut.
Reza mengepulkan asapa rokok dari mulutnya. "Hmm, masalah?"
"Nggak boleh ngerokok kak, nggak baik buat kesehatan, kakak nggak mau sakit kan? Jangan ngerokok ya, pliss…"
"Lo jadi apa? Ngatur-ngatur hidup gue?" jawab Reza dengan nada beratnya.
Tasya tidak menjawab. Perkataan Reza memang benar. Ia bukan lah siapa-siapa bagi Reza, dianggap teman saja tidak, apalagi menjadi pacarnya.
Tasya memikirkan jawabanya yang akan ia lontarkan. "Aku calon pacar kakak."
"Terserah."
Reza menunjukan senyuman piciknya. "Lo udah tau gue sekerang kan?" Reza mendekat ke arah Tasya. Ia sekarang berada tepat di hadapannya. "Lo masih mau nyari-nyari gue dengan keadaan gue seperti ini?"
Tasya tertegun, ia tidak percaya Reza akan menanyakan hal seperti itu padanya. Entah apa tujuannya, Tasya tidak paham. Tasya juga terheran, jika Reza bisa berbicara kepadanya lumayan panjang. Yang dulunya hanya berbicara seadanya saja kini sudah lumayan ada peningkatan. Rekor muri mungkin.
"Aku nggak peduli kakak itu ngerokok apa nggak," ujar Tasya. "Aku udah jatuh cinta sama kakak, aku nerima segala kelebihan dan kekurangan kakak," Tasya menjeda ucapannya. "Karena kakak adalah cinta pertama aku! Dan aku nggak mau kakak kenapa-kenapa, gara-gara ngerokok!"
Untuk kesekian kali, Reza dibuat takjub dengan perkataan lugu dari gadis itu. Reza menerbitkan senyuman tipis, sangat tipis, di bibirnya, Tasya pun tidak menyadari bahwa itu adalah senyuman. Reza memutar badanya seraya mengisap rokoknya lagi. Dihembuskannya asap rokok itu dengan pelan. Sebisa mungkin ia tidak membuat Tasya terkena asap rokoknya. Reza akhirnya membuang puntung rokok itu.
"Terserah lo."
Reza kembali membalikan badannya. "Gue nggak akan nganggap lo sebagai teman, apa lagi pacar gue!! Jadi, jangan seolah-olah lo berlaku sebagai teman gue!! Sampai sini paham lo!!" Reza melewati Tasya begitu saja.
Dada Tasya terasa sesak, hatinya terasa tersayat, perkataan dari Reza membuat semangat hidupnya hilang sepenuhnya. Tasya berusaha menahan kesedihannya.
"Aku yakin…"
Reza menghentikan langkahnya di ambang pintu rooftop, Reza sedikit melirik gadis itu.
"Aku yakin, kakak bakalan bisa buka hati kakak buat aku. Aku nggak akan nyerah buat luluhin hati kakak. Nggak akan pernah!" Tasya mengucapkan perkataan itu dengan perasaan sesak di dasar hatinya.
"TERSERAH!!!"
Braaakkkk…
Tasya masih mematung dan berusaha menenangkan dirinya. "Semakin aku mengejar, semakin kau menjauh…"
(TBC)