Chereads / Covenant / Chapter 8 - - 7 -

Chapter 8 - - 7 -

Hampir saja ia bergegas menyusul Athan sebelum akhirnya seorang lelaki memasuki kamar bersama Athan yang membawa karung di belakangnya. Sedikit bau busuk menusuk hidung Achlys yang mengernyit jijik. Seringaian tersungging di bibir lelaki asing itu ketika pandangan matanya beradu dengan Achlys yang setengah berdiri dari kursinya di bakon kamar. Achlys memutuskan untuk kembali duduk karena mereka menghampirinya, matanya tak lepas dari lelaki asing itu. Terasa familiar tapi ia tak ingat pernah bertemu dengannya di mana.

"Jadi kau gadisnya Athan," kata lelaki itu dengan santainya duduk di hadapan Achlys. "Siapa namamu?"

Achlys melirik Athan yang hanya mendengus menanggapi perkataannya dan tidak mengatakan apa pun. "Achlys." Athan berdiri di belakang lelaki itu, matanya menatap Achlys tak senang. "Kau?"

Seringaiannya berubah menjadi kekehan yang terkesan meremehkan. "Aim. Salam kenal? Senang bertemu denganmu? Kurasa aku akan memberikan kelonggaran karena kau tidak tahu apa pun tentang kami. Baiklah. Tapi sebelumnya mungkin aku harus mengucapkan terima kasih karena menghadirkan hal yang menarik di sini." Ia mengedikkan kepalanya ke belakang. Butuh waktu beberapa saat sebelum Achlys sadar yang dimaksudnya adalah karung yang dibawa Athan.

Achlys mengerjap panik. "A-apa kau dari kepolisian?"

Lelaki itu tertawa terbahak-bahak, memukul meja dengan keras sampai membuatnya terlonjak kaget. Achlys menatap Athan yang menunduk dalam, mencari penjelasan dari sikapnya. Apa dia menyembunyikan senyum? Langka sekali melihat wajah datar itu bisa tersenyum. Perhatiannya kembali pada Aim yang menyeka air matanya, tawanya mereda sebelum meledak kembali. Jadi Achlys terdiam menunggunya, bahunya merosot. Ia tak bisa memikirkan hal lain selain bertanya-tanya apa yang mungkin akan dialaminya setelah tawanya reda. Pikirannya sangat kalut ketakutan.

"Ya ampun," desah Aim yang sekali lagi menarik napas untuk meredakan tawa kecil yang muncul. "Astaga. Athan, kau ini bertemu manusia yang bodohnya menarik sekali. Kepolisian. Yang benar saja. Tidak, nona, aku bukan dari kepolisian. Aku datang sesuai keinginanmu."

"Apa maksudmu?" tanya Achlys.

"Apa maksudmu?" Aim membeo. "Kau, kan, yang memanggilku. Aku menanggapinya karena kau bersama peliharaanku di sini." Ia terdiam sejenak menatap Achlys dengan kening berkerut sebelum bergumam lirih. "Kau tidak sadar, ya? Bagaimana bisa?"

Gerakan kecil Athan yang menggeser karung sedikit di belakangnya menarik perhatiannya, walaupun Achlys tak tahu bagaimana Aim dapat melihat Athan di belakangnya. Matanya tetap menatap Achlys di depannya. "Ah, iya. Tunjukkan padanya, Athan."

Athan bergeming kaku, tatapan matanya masih di arahkan ke kedua kakinya di bawah. "Jangan di sini."

"Oke, di mana?"

_______________________________________________________________

Kesan pertama yang ia dapatkan adalah altar pemujaan setan. Tak ada perabotan apapun selain lingkaran simbolik di tengah ruangan yang anehnya tampak memantulkan sinar oranye api remang-remang dari penerangan cahaya obor di keempat sudut ruangan. Meja batu setengah lingkaran melingkupi tepi garis lingkaran itu, tepat menghadap ke arah pintu dari kayu pohon ek melengkung setebal 1 meter. Achlys merasa berteleportasi ke tempat antah berantah. Ia tak menyangka Athan menyukai desain ruangan seperti ini di ruang bawah tanahnya.

Aim pun tampaknya juga menyadarinya karena ia mulai menertawai selera Athan. "Untuk apa semua ini? Kenang-kenangan?"

Athan hanya mengangguk-angguk. Ia menghampiri lingkaran itu dan menjatuhkan semua isi karung itu di sana. Bau busuk menguar tajam. Dalam keremangan pantulan cahaya di lingkaran, Athan menatap Achlys yang masih berdiri di dekat pintu bersama Aim.

"Kurasa dia ingin kau membalikkan badan, perhatian sekali," kata Aim.

"Apa yang ingin dia lakukan dengan… mayat itu?"

"Makan," sahut Aim. Achlys menatapnya tak percaya. "Berbalik sajalah supaya cepat."

Jadi Achlys berbalik walau sedikit melirik ragu pada Athan yang masih terdiam. Gelapnya ruangan membuatnya tampak menyeramkan ditambah dengan bau busuk tumpukan daging dan tulang di bawah kakinya yang tertutupi meja batu. Suara koyakan daging dan gemeletuk tulang yang patah membuat tengkuknya merinding. Ia tak ingin membayangkan apa yang terjadi, tapi sayangnya ia tahu apa yang didengarnya.

"Nah, sudah. Berbaliklah, jangan terkejut, ya," nada riang dalam suara Aim sangat tak cocok dengan pemandangan yang dilihatnya. "Ini Athan, makhluk ciptaanku yang pertama. Dagingmu adalah makanannya."

Sebuah sosok hitam besar itu mendenguskan jawaban. Achlys menatap makhluk itu lekat-lekat. Matanya mengerjap beberapa kali. Ia tahu seharusnya reaksinya adalah terkejut dan berteriak keluar dari ruangan menyeramkan itu, tapi entah kenapa ia merasa tenang. Pikirannya terasa mengambang, degup jantungnya berdetak pelan namun terasa menghantam rongga dadanya. Sesuatu terasa menggelitik di dalam tubuhnya. Walaupun napasnya normal, ia merasakan sedikit tekanan di dadanya. Mereka saling menatap sejenak, menilai reaksi satu sama lain.

"Kau tidak terkejut?" tanya Aim.

Achlys menggeleng pelan, tanpa sadar ia melangkah mendekati sosok itu. Kepalanya terangkat menyejajarkan kepala hitam besar tanpa mata itu. Ia berbisik, "Kau kah itu, Athan?"

Gerungan pelan menjawabnya.

"Apa dia tidak bisa bicara dalam wujud itu?" Achlys merasakan suaranya sedikit bergetar.

Aim menjentikkan jarinya. "Sudah. Bicaralah Athan. Banyak yang harus kita bahas, tapi aku akan menunggu kalian saling bertukar sapa dahulu."

Pintu di belakangnya berdebum pelan. Sepertinya Aim sudah keluar. Jadi Achlys memutuskan untuk memulai wawancaranya. Banyak pertanyaan berkecamuk dalam kepalanya, tapi mulutnya membuka menutup tanpa mengeluarkan pertanyaan apa pun. Ia melambaikan tangannya tanpa daya. Ia merasa aneh. Aneh sekali. Matanya terasa panas. Tekanan pada dadanya meningkat menyesakkan. Kedipan cepat matanya membuat cairan panas mengaliri pipinya.

"Kenapa?"

Kenapa aku? Kenapa kau membohongiku? Kenapa kau membantuku? Kenapa lelaki sinting itu menyebutmu ciptaannya? Kenapa kau ada di sini? Kenapa kau tidak membunuhku? Kenapa kau tidak memakan manusia lainnya? Kenapa…

Ada banyak pertanyaan, namun hanya satu kata itu yang sanggup dilontarkannya sebelum ia tenggelam dalam tangisnya sendiri. Ia tak yakin dengan apa yang dirasakannya.

Athan, atau apa pun itu, hanya terdiam tak bergerak. Napas beratnya terasa dingin menyapu puncak kepalanya.

"Bicaralah!!"

Athan mengeluarkan suara lenguhan mengerikan. "Achy--"

"Jangan panggil aku dengan nama kecilku!" bentaknya serak.

"Aku di sini bukan atas keinginanku. Ini semua karena seorang pria dari keluargamu yang memintaku jauh sebelum kau ada. Pria itu mengetahui sesuatu yang akan kau alami, aku tidak tahu apa itu tapi aku di sini untuk membantumu. Ikatan kontrakku dengan pria itu tidak memperbolehkanku memangsa sembarang manusia. Lagi pula Tuanku juga sudah memperingatkan agar tidak membuat masalah di sini.

Camkan kata-kataku. Jangan pernah terima apa pun tawaran Aim. Ya, aku adalah ciptaannya, bahkan bisa dikatakan aku adalah bagian dari dirinya. Iblis itu menciptakanku hanya untuk membunuh dan membiarkan dirinya melahap jiwa manusia yang kubunuh. Jauhi dia sebisa mungkin.

Dia adalah iblis yang kalian sebut sebagai Iblis Kematian yang bahkan mampu menaklukkan musuh abadinya, Malaikat Maut. Grim Reaper yang kalian takuti itu sudah dalam genggamannya."

"Kau bercanda, ya?"

"Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi sayangnya itu lah kenyataannya. Kau tahu jaman di mana penyihir masih ada? Kau adalah keturunan terakhirnya di jaman ini walau pun tidak mewarisi kekuatannya sedikit pun. Tapi sepertinya kau masih mampu melakukan pemanggilan. Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya, barangkali karena aku meninggalkan jejak Tuanku di sini dan entah bagaimana kau tidak sengaja memanggilnya. Hanya ini yang menghubungkanku dengannya. Dengar. Aku hanya ingin menyelesaikan kontrakku, jadi mari kita permudah. Kau hanya perlu menolaknya dan aku berjanji hal seperti ini tidak akan kau alami lagi. Kau tidak perlu berurusan dengan iblis."

Achlys terguncang mendengar penjelasan panjang lebar dari Athan, tangisnya seketika mengering. Ia hanya memikirkan satu hal jika Athan memang tidak berniat melukainya. Dan ia tidak peduli dengan asal-usulnya yang terdengar konyol karena mengkhawatirkan hal lain. "Lalu bagaimana dengan Cheryl?"

Suara mirip berdeguk dan batuk membuat Achlys mengerutkan keningnya. Ia mengasumsikannya sebagai suara tawa Athan karena tubuhnya sekarang terguncang pelan dan kepalanya terangguk-angguk. "Ah, iya, aku lupa. Tenang saja, kurasa aku bisa mengatasinya. Aku takut kita tidak bisa tinggal di lingkungan ini lagi, tergantung keadaannya nanti. Ngomong-ngomong, aku cukup kagum kau tidak ketakutan melihat wujudku."

"Entahlah," gumamnya sambil memegangi dadanya yang perlahan tenang. "Kurasa aku sudah gila setelah membunuh orang. Aku lebih takut dipandang lebih rendah lagi jika aku tertangkap."

"Kau ini aneh sekali, untuk apa memikirkan hal tak penting seperti itu." Athan yang menggerakkan tubuhnya berbalik membuat Achlys sedikit berjengit mundur. Dengan perlahan, tubuh Athan mengecil seperti mencairkan bagian hitam badannya yang meluruh ke dalam bayang-bayang di ruangan itu, dan kembali menjadi sosok yang selama ini dikenalnya. Senyumnya mengembang saat menatap Achlys yang terperangah. "Kurasa aku lebih nyaman seperti ini sekarang. Sekarang kita harus menghadapi bosnya." [ ]