Chereads / ruang tak bertuan / Chapter 12 - Kenangan

Chapter 12 - Kenangan

Rara berdiri di depan jendela besar di ruangannya dengan view menghadap pantai. Terdiam menatap senja yang merona, menyemburatkan siluet jingga dengan alunan ombak yang berkejaran. Sesaat, hatinya merasa sangat jauh, terbawa angin lepas tanpa batas.

Hening, suasana yang sangat tepat untuk memejamkan mata sejenak guna mengusir penat akibat menumpuknya pekerjaan.

Dibiarkannya tubuh mungil itu bersandar di ayunan rotan dekat jendela.

Bayangan mata itu terus memenuhi otaknya. Sorot mata yang tak akan pernah dilupakan. Sorot mata tajam dan melindungi. Mata dari seseorang yang pernah menyelamatkan hidupnya.

Seseorang yang hampir mati ditusuk hanya untuk melindungi dia enam belas tahun lalu.

flash on, enam belas tahun lalu

Seorang gadis kecil terengah-engah belari dari kejaran sepuluh pria berbadan kekar penuh tato.

" Mau kemana kamu heh kucing kecil? " seru salah satu penjahat itu.

" Berhenti atau kau akan menyesal! "

" Apa kau pikir aku takut dengan papamu yang jendral itu? Cuih..!! " meludah tepat di samping Rara.

" Auw... sakit om...! " jerit Rara saat tangannya ditarik paksa.

" Ini tak sebanding dengan apa yang dilakukan papa kamu! " bentaknya

" Lepasin om, sakit... " Rara menangis kencang ketakutan melihat penjahat itu mengeluarkan belati.

" Cuih... gue gak akan nglepasin kamu sebelum papa kamu menyetujui protes kami !! Kalian untung kami yang rugi"

Rara yang masih terlalu kecil untuk tau permasalahan orang tua hanya bisa menangis. Dia tidak tau apa kesalahan yang papanya lakukan sampai orang ini tega menyakiti.

" Ikat tangan dan kakinya, foto lalu kirim ke jendral busuk itu agar tau kalau anaknya ada pada kita. Dia pikir hanya dia yang bisa menggertak! " perintah yang lain.

Saat pria itu lengah memegang tangan Rara dengan satu tangan, Rara kecil menggigit tangan besar itu dan berlari sekencang mungkin.

Para penjahat itupun kembali mengejar. Rara terus berlari tanpa peduli dengan apa yang ditabraknya sampai tak sadar ada sebuah mobil yang melaju di depannya.

" Bruk..." Rara kesakitan memegangi lutut.

Seorang remaja yang masih berpakaian seragam SMP terlihat panik di dalam mobil.

-' mampus gue.. mana mobil romo lagi yang gue bawa! '- batinnya.

Remaja itu adalah Gera, yang mencuri langkah belajar sendiri menyetir tanpa ijin romonya.

Melihat gadis itu berdiri lagi remaja itu tersenyum.

" Hei, kamu tidak apa-apa? " Gera mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.

"Auw... sakit.... mama... " tanpa peduli darah yang menetes, Rara terus berlari dan berhenti saat ada sebuah tangan yang menariknya.

" Ditanya malah lari... "

" Tolong lepasin, saya takut.. "

" Takut?? saya gak akan ngapa-ngapain kamu gadis jelek... kenapa takut?? "

" i... itu.... " Rara menunjuk ke belakang ke arah para penjahat.

Gera menoleh ke belakang mendapatkan segerombolan pria berotot berjalan menghampiri.

Rara memegang baju Gera ketakutan bersembunyi dibalik tubuhnya.

-' waduh, apa ni cewek pencuri? atau pengamen yang lari dari tuannya? mana sendiri lagi! '- batinnya.

Meski Gera sudah terlatih karate sejak umur empat tahun dan telah memegang sabuk hitam di umur yang masih lima belas tahun, nyalinya tetep ciut jika harus menghadapi para penjahat yang bertubuh kekar bak algojo.

" Siapa kalian?!!"

" Heh... anak kecil gak usah sok jadi pahlawan.. mau sok nyelamatin pacar kamu? jangan ngimpi!! "

" Pacar... dia bukan pacarku om...! " Rara protes disebut pacar dari cowok tengil ini.

" Hey... sapa juga yang mau jadi pacar cewek jelek kayak kamu??? "

" Apa kamu bilang? jelek?? kamu yang jelek kayak moyet!! nyetir aja gak bisa mo jadi pacar aku!! "

" Jika bukan jelek apa namanya kalo rambutmu saja acak-acakan gak karuan, baju sobek, sandal putus, muka dekil, pita mlorot! Sama sekali gak elegan!! " Gera menjelajahi satu persatu penampilan Rara.

Rara kecil yang dikatai seperti itu memasang wajah musam, memanyunkan bibirnya sepuluh senti sampai terlihat kaya tikut kejebur got.

" Biarin, daripada kamu, songong!! " bantah Rara.

" Diam!!! " bentak salah satu penjahat. " Ga usah banyak bacot! Ikat mereka! " perintahnya.

Orang yang diperintahpun bergegas menarik Gera dan Rara dengan paksa.

" Tunggu, kenapa saya dibawa-bawa!?? Saya gak kenal dia!! " Gera mencoba melepaskan diri.

" Karena kamu terlanjur jadi saksi, jadi kamu ancaman buat kami! "

" Gak adil.. urusan anda sama dia bukan saya!"

" Bodo amat!!! Gue ga peduli! " Pria kekar itu terus berusaha mengikat Gera yang terus berontak.

Saat hendak menyimpul tali, pria itu kesusahan dan kesempatan itu digunakan Gera untuk menendang alat vital pria itu.

Dengan sigap Gera melepas ikatan tali ditangannya.

Tanpa pikir panjang Gera terus menendang dan memukul penjahat itu sampai mereka kewalahan.

" Lari...!! " Gera menarik tangan Rara untuk lari.

Belum sampai berlari jauh, sebuat tangan besar menarik kuat sampai mereka terjatuh.

" Dasar bocah ingusan!! Jangan campuri urusan kami! " dengan kuat mengangkat kerah Gera.

" Beri mereka pelajaran biar takut! Lukai kucing kecil itu agar papanya sadar siapa kita!" hardik dari seorang yang paling besar.

Penjahat itu terus memukuli wajah Gera sampai lebam. Sementara Rara terus berusaha melepaskan diri membuat kesabaran penjahat itu habis. Geram dengan sikap buruannya, pria itu menampar Rara begitu keras sampai membuat bibir Rara berdarah dan menangis.

Mendengar tangisan Rara, Gera berdiri memberontak memukul pria yang menyekap Rara tanpa sadar pria yang lain dari belakang menodongkan pisau dan jlep.... pisau itu tepat menancap di dada Gera.

Rara menjerit histeris melihat darah segar mengalir deras dari dada pemuda itu.

" Bodoh, kenapa kamu tusuk dia ?? bisa berabe kita!! " bentak sang pemimpin.

Rara memangku kepala Gera dan terus memegangi luka yang terus mengucurkan darah. Bingung, takut, khawatir bercampur terlihat di wajah sayunya.

" Den Gera!!! " teriakan dari arah mobil Gera membuat penjahat itu lari ketakutan.

" Den, bangun den... " Sigit pengawal Gera berusaha membangunkan Gera yang sudah sekarat.

" Ambil mobil ke rumah sakit sekarang! " perintahnya.

Di ruang operasi, Pandu kakak Gera terlihat mondar mandir tidak tenang dengan keadaan adik bungsunya.

" Bagaimana bisa pak?? " tanyanya prustasi.

" Maaf den, bapak lalai... den Gera tadi tanpa ijin membawa mobil bapak keluar untuk latihan. Tapi saat saya mencarinya malah menemukan den Gera sudah tergeletak di jalan... "

Pintu operasi dibuka, seorang dokter terlihat panik menghampiri mereka.

" Maaf, pasien kekurangan darah dan kita juga tidak punya stok darah ini di sini... apa ada pihak keluarga yang punya golongan darah yang sama? " tanyanya

" Tidak ada dok, yang punya golongan darah yang sama hanya Biyung saya dan beliau sudah wafat... " jawab Pandu lesu.

" Maaf kak, jika boleh tau golongan darahnya apa?" tanya Rara menginterupsi pembicaraan mereka.

Pandu tidak sadar dari tadi telah mengabaikan gadis kecil yang selalu menangis di kursi tunggu. Mengamati setiap jengkal wajah Rara dengan cermat.

Rara ketakutan, takut jika disalahkan karna kejadian ini. Secara tidak langsung dia sadar jika yang menyebabkan Gera seperti ini adalah dia.

" Golongan darah Gera sangat langka, AB rhesus null! " jawab Pandu.

" Darah emas?? " tanya Rara polos.

Dokter, Pandu dan Sigit serempak mengangguk. ( Darah emas adalah golongan darah dengan rhesus null dimana di dunia tidak ada 100 populasinya. Karena kelangkaanya maka disebut darah emas ).

" Itu sebabnya disini tidak ada pasokan darah golongan itu! " jawab dokter

Rara mengeluarkan kalung berbentuk liontin, di dalamnya ada sebuah tabung kecil berisi darah dengan kode AB*0 yang bearti golongan darah AB rhesus null.

" Pakai punya saya saja kak... " pinta Rara

" Adik manis, siapa nama kamu? " tanya Pandu

" Rara " jawabnya pelan

" Rara sayang, terimakasih ya.. tapi kamu masih kecil... belum bisa donor... " Pandu mencoba menenangkan Rara yang kecewa.

" Rara sehat kok kak, dan Rara juga kuat lari seratus meter tiap pagi... " Pandu dan dokter tersenyum sambil geleng kepala.

" Disuntik sakit lo... "

" Gak papah... dia juga kesakitan waktu ditusuk tadi, sempet nangis juga... "

Pandu dan Sigit saling pandang mendengar penjelasan Rara.

" Kamu tau siapa yang nusuk kak Gera? " Rara hanya geleng-geleng tertunduk lesu.

" Dia...kakak itu nyelamatin Rara dari penculik... Rara gak tau salah papa apa sampai mereka menculik Rara.... Kakak itu tadi nabrak Rara sampai jatuh... tapi dia juga yang nyuruh Rara buat lari... kemudian penculik itu nusuk kakak pakai belati.... hiks..hiks...hiks... "

" Sudah... sini, kaka Gera sudah selamat... jangan takut lagi ya... " Pandu memeluk dan membelai lembut rambut Rara.

" Rara pengen ngasih darah Rara buat kakak itu biar kakak itu gak mati, boleh kan? "

" Kenapa bisa mati sayang? "

" Kan jantung kakak itu berdarah... kata mama kalau jantung orang rusak maka darahnya gak bisa mengalir terus kalo gak ngalir orangnya bisa mati... " gadis sebelas tahun itu berusaha menjelaskan seperti penjelasan mamanya.

" Boleh kan dok? " tanyanya lagi..

Ketiga pria dewasa itu saling pandang, mencari keyakinan.

" Baiklah Rara sayang ikut dokter ya buat diambil darahnya... " Rara mengangguk dan mengikuti dokter ke bank darah.

" Den....? " wajah pak Sigit terlihat khawatir.

" Iya pak, saya tau dia siapa... putri kesayangan Waskito. Saya akan menghubungi mamanya di rumah sakit dan meminta pertolongan darah agar Rara juga tidak kekurangan darah. " Putusnya kemudian.

flash off ****

Rara menghembuskan nafas dalam. Ada secerca kerinduan setelah pertemuan tadi.

-' Dia.... dia yang selalu menempati ruang itu... ruang tak bertuan itu.... dia terlihat lebih baik sekarang.... '- tersenyum dalam memandang langit yang semakin menggelap.

Menatap bintang yang mulai bermunculan menghiasi malam...