Tombak memarkirkan audinya di garasi, sementara Banyu langsung menuju rumah besar, menghentikan mobil tepat di depan pintu masuk. Rumah bergaya mediteran dengan warna dominasi putih, terkesan mewah dan elegan. Seseorang berlari membukakan pintu, Bik Minah menjerit keras melihat sang majikan digendong masuk.
" Astaga Non Rara... ? " dengan raut cemas menghampiri Banyu yang sedang menggendong Rara.
" Aduh bik... jangan teriak!!! " Sahut tombak menyusuk naik ke lantai dua.
" Non Rara ora popo to den??? "
" Siittt, jangan keras-keras.. nanti dia bangun bik...!!"
" Rara cuma tidur bik... g usah kuwatir....!! "
Si bibi mengelus dada lepas, lega mendengar ndoronya baik-baik saja. (Ndoro: bahasa jawanya majikan).
Banyu pelan-pelan membaringkan adiknya di bed. Menyelimutinya sampai batas dada. Si bibi berlari mengambil minyak telon di tolet, kemudian mengoleskannya pada telapak kaki Rara sambil memijitnya pelan.
Banyu ikut berbaring di samping Rara, membelai lembut rambut adiknya, menatap hangat wajah teduh Rara yang telelap damai.
Terlalu lama dia mengabaikan wajah sendu itu. Wajah oval, bulu mata lentik, hidung yang menjulang, bola mata sipit, semua milik mamanya. Hanya sifat dan karakter saja yang diturunkan sang papa.
" Baru kali ini non Rara tidur tanpa gelisah! " Si bibi terus mengusap telapak kaki Rara.
" Apa dia selalu bobo subuh bik? "
Si bibi mengangguk, menatap iba wajah ayu itu.
" Non Rara baru bisa tidur kalo kelelahan, itu juga cuma dua-tiga jam! bobo jam papat subuh, bangun jam pitu esuk! Pulang kerja jam sebelas malem, itu juga masih bawa kerjaan di rumah !" jelas bibi. ( tidur jam empat subuh, bangun jam tujuh pagi ).
" Salah Banyu bik ninggalin dia!! " dikecupnya kening permatanya.
Suara pintu terdengar terbuka, menampilkan Tombak yang sudah siap dengan seragam lengkapnya. Berjalan menyambangi Rara dan mengecup lembut kening permatanya.
" Kalo ada apa-apa loe telp gue, biasanya habis surfing dia pasti muntah dan gak mau makan! Gue absen dulu! "
" Aden gak sarapan dulu? " tanya si bibi
" Enggak bik, nanti telat!! Tolong buatkan bubur kesukaannya ya kalo udah bangun! "
" Siap kapten!! " si bibi berlagak seorang prajurit sambil memberi hormat. Banyu hanya tersenyum melihat tingkah koyol pembantunya ini.
Saat beranjak keluar kamar, langkah kaki Tombak terhenti. Berdiri tegap memandang tajam laki-laki paruh baya di depannya.
Banyu menoleh, melihat kembarannya memberi hormat.
" Hati-hati di jalan! " menepuk pundak anaknya kemudian mengangguk.
" Lapor! Siap jendral! Laporan selesai !" Bergegas keluar meninggalkan ketiga orang yang asyik memandang sang permata tidur.
Abi berjalan menghampiri ranjang. Menatap iba permatanya yang terlelap.
" Papa kenapa tega sama Rara? Banyu tau Banyu salah, tapi bukan bearti papa harus ngukum Banyu dengan menyerahan tanggung jawab perusahaan ke Rara... "
" Papa tidak ada pilihan lain... " jawab Abi datar.
Bik Minah yang sadar majikannya berdebat memilih keluar dari kamar.
" Papa egois... Papa hanya lari dari keadaan. Rara juga kehilangan sama kayak papa! " Ucap Banyj penuh emosi.
"Jika sudah waktunya kamu akan mengerti..! " jawabnya datar.
" Ngerti apa pah? Papa hanya mementingkan project papa di perbatasan tanpa memikirkan Psikis Rara!" Nafas Banyu terengah-engah terbakar emosi.
" Perih pah ngeliat kondisi Rara seperti ini! Kita semua egois, gak pernah peduli sama Rara! " Dibiarkannya air mata itu membasahi pipi.
" Papa gak sayang sama Rara! "
" Banyu!! " bentak Abi dilayangkan tangannya hendak menampar Banyu.
" Mama sakit..... " Tangan Abi tertahan mendengar Rara mengigau. Keduanya menoleh menatap wajah Rara yang berubah pucat. Keringat dingin membanjiri kening Rara, nafasnya tersenggal-senggal tak beraturan, mulutnya tak henti memanggil mama mereka.
Seketika kedua mereka berlari menghampiri ranjang. Banyu meraba kening Rara, terasa sangat panas. Abi berjalan mencari termometer di kotak P3K. Diambilnya dan dijepit di ketiak Rara.
_ empat puluh derajat!! gumamnya. Menyadari hal itu Banyu berlari turun mencari Bik Minah untuk membawa baskom air dingin dan waslap. Sementara abi terus menyeka peluh si kening anaknya sambli berusaha menghubungi dr. Fadil, dokter keluarga mereka.
Bik Minah bergegas mengompres Rara, menyeka keringat Rara dengan waslap yang lain.
" oalah non... tau gini tadi bibi ga biarin non pergi.... " sesalnya. Belum selesai membasuh badan Rara yang berkeringat, bibi kelabakan menangani Rara yang muntah-muntah.
Banyu semakin panik melihat keadaan adiknya yang terus muntah.
" Permisi, boleh saya priksa dulu? " dr. Fadil mengucap salam sambil menjabat tangan Banyu dan Abi.
Banyu menceritakan kronologi keadaan Rara sambil memperhatikan dr. Fadil memeriksa.
" Apa setelah surfing tadi Rara langsung tertidur ?" Dokter Fadil memastikan. Banyu mengangguk membenarkan.
"Hufh... " dihempaskannya nafas berat.
" Rara terkena dry drowning atau yang disebut tenggelam kering!! ". ( Dry drowning adalah kondisi ketika saat berenang menghirup air terlalu banyak yang menyebabkan pita suara kejang dan tertutup yang mengakibatkan saluran napas tertutup dan membuat susah bernapas).
Abi dan Banyu saling pandang tak mengerti.
" Dry drowning adalah kondisi kelelahan saat tubuh banyak menghirup air yang menyebabkan kesusahan bernapas. Gejalanya seperti tubuh lemas, setelah berenang cepat mengantuk, perut tiba-tiba terasa sakit, mual, muntah nafas sesak dan lebih parahnya dehidrasi dansuhu badan tinggi " jelasnya.
" Rara harus segera dibawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan penanganan medis! Apa lagi suhu badannya tinggi, denyut nadinya lemah dan tensinya rendah!! Saya tidak mau kecolongan!! " imbuhnya.
" Bik, tolong siapkan semua keperluan Rara, saya berangkat dulu nanti bibi diantar ajudan di luar! " Abi berpamitan bergegas ke rumah sakit.
" Baik ndoro besar! "
Melihat pemilik rumah sakit datang tegopoh-gopoh, para perawat langsung berlarian membantu. Ya, rumah sakit Medika Center adalah milik keluarga Waskito, dulu saat Manik istri Abi hidup, beliau yang memegang rumah sakit. Semua dokter jaga sigap menangani Rara.
Abi dan Banyu terlihat sangat panik, berjalan mondar mandir di depan pintu. Banyu merutuki dirinya sendiri, bagaimana mungkin dia kecolongan, bahkan hampir kehilangan permatanya. Sungguh Banyu sangat prustasi.
" Ahhh! " teriaknya prustasi.
" Maafkan papa Ra.... " Abi menutup wajah dengan kedua tangannya. Menyesal terlalu meremehkan kondisi putri semata wayangnya.
Bip-bip, ponsen Abi berdering. " Halo... "
" Maaf pak, hari ini ada rapat penanganan tender, tapi Bu Rara belum datang... " Terdengar penjelasan dari sebrang.
" Baiklah aku akan kesana! "
" Terimakasih pak, selamat pagi! "
Banyu menoleh ke arah papanya, meminta penjelasan.
" ada rapat dengan multi entitas dan kita harus menghadirinya.!" jawab Abi pelan
" Papa disini saja, biar Banyu yang pergi! "
Abi memandang nanar putranya, tak percaya jika putranya mau ikut campur dalam perusahaan.
" Banyu tau Banyu salah, sementara biar Banyu yang handel perusahaan!! Tapi Banyi juga tidak bisa begitu saja nglepas profesi Banyu pah!! "
Abi hanya mengangguk, memegang pundak putranya dan menatap dalam.
" Terimakasih, maafkan papa! "
"Banyu pergi dulu pah, tolong jaga Rara! "
Banyu melangkah keluar menyusuri koridor dan melaju menuju kantor Waskito Group. Menyiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi sesuatu yang baru. Karna jujur, dia sama sekali tidak paham dengan urusan perusahaan.