Tombak melajukan audinya dengan kecepatan penuh. Membelah ruas tol yang tampak sepi. Dia tidak mau kalah lagi dengan rivalnya.
Banyu bersandar lelah, menatap kegelapan malam. Membiarkan sang adik bertarung agar dendamnya terlampiaskan.
" Masih dendam?? " Banyu mencari emosi dari tatapan sang adik.
Tombak memamerkan senyum misteriusnya, menatap datar kegelapan.
"Gue sudah tau!!! "
Banyu menoleh kesamping, mencoba mencari kebenaran dari apa yang di dengar.
" Gue cuma pengen tau sejauh mana keberanian pecundang itu! Gue gak mau kalo adek gue jatuh pada orang yang lemah! "
" Maksud kamu?? " Sungguh Banyu tak habis pikir dengan apa yang dimaksud Tombak.
" Loe pikir gue gak tau tentang Gera? " Memamerkan senyum mengejek dengan sangat jelas.
" Gue tau semuanya... gue cuma pengen dia lebih kuat!! Loe tau kan Rara sekarang??!! " Menghembuskan nafas berat, berusaha menghilangkan beban dipikirannya. (Rara, panggilan dari Namira Wena Rahanging Waskito).
" Hampir tiga tahun aku mengabaikan permata itu! " Terlihat sesal di raut wajah Banyu, mengingat selama ini dia tidak pernah memperdulikan adiknya.
" Srettt..... " Tombak mendadak menghentikan mobilnya saat sebuah honda jazz putih melintas di depannya.
Tepat dipertigaan tol manyaran. Secepat mungkin membanting stir ke kanan menuju Malang. Tak peduli dengan kendaraan dibelakangnya bertabrakan atau tidak.
Ditancapnya gas pol mengejar laju honda jazz yang semakin kencang. Layaknya runrace di fast to furious, tiga mobil beriringan dengan kecepatan maksimal. Meski audinya termasuk mobil sport, tapi gak sempat menghalau laju honda jazz. Terlalu kencang dan sangat ngawur untuk seorang pengendara jalanan.
Wajah Tombak semakin menegang dan terlihat gusar. Honda jazz terlihat semakin jauh di depan. Semakin gusar dan semakin cemas. Banyu bingung melihat ketegangan kembarannya. Ada sesuatu yang dia lewatkan sampai tidak tau.
" Siapa? " Menatap Tombak lekat.
Sesaat Tombak terdiam mengamankan laju kecepatan. Dia belum bercerita pada Banyu tentang kondisi adik mereka.
Menghempaskan nafas berat, menatap tajam kedepan " Rara! "
Banyu terkejut mendengar nama itu. Bagaimana mungkin dia sama sekali tidak tau kondisi adiknya. Sunggu dia menyesal selama ini terlalu sibuk dengan hidupnya.
"Jadi kakak jangan terlalu egois, sampe lupa punya adek!! " Banyu sadar selama ini melupakan adiknya. Nafasnya tersenggal-senggal melihat laju honda jazz yang diluar nalar.
" Sejak kepergian mama, papa sering ke perbatasan dan aku juga tidak bisa tiap hari tinggal di rumah!! Rara sendirian! " Matanya sendu, butiran itu hampir tumpah di wajahnya.
" Rara mengidap insomnia akut! Apalagi jika banyak pikiran, dia hanya akan bisa tertidur setelah melakukan aktivitas berat. Dan hal paling ngeri yang dilakukan adalah.... " Tombak menahan ucapannya, menghempaskan nafas berat membayangkan apa yang dilakukan permatanya.
" Apa ? " Banyu tak sabar mendengarkan penjelasan kembarannya.
" Surfing!!! " pelan tapi pasti mengucapkannya.
Banyu memukul dasboar di depannya. Gusar membayangkan apa yang dilakukan adeknya. Bagaimana mungkin Rara bisa melakukan itu, sementara dia paham betul kalo adeknya itu tidak pandai berenang. Diusap wajahnya berkali-kali, dia tidak mau kehilangan wanita satu-satunya di keluarga. Sudah cukup mamanya pergi, jangan adeknya.
" Menepi, biar aku yang nyetir! " perintahnya dengan pelan. Sesaat Tombak hanya menatap dalam kembarannya. Dipelankan laju audinya mencari tempat untuk menepi.
Banyu mengambi alih kemudi, melesatkan kemudi dengan kecepatan penuh. Tak perduli dengan banyaknya umpatan para pengendara lainnya. Yang terpenting dia bisa mengerjar adiknya.
Terlihat honda jazz di depannya mengurangi kecepatan, berbelok ke arah jalan setapak. Diikutinya mobil itu, sampai berhenti di pinggir pantai. Pantai wedi awu, termpat ternyaman untuk berselancar di malam hari.
Dari kejauhan seorang gadis keluar dari mobil berjalan ke arah pantai membawa papan seluncur. Menatap lautan lepas, bergerak meregangkan otot-otot melakukan pemanasan. Menunggu datangnya ombak, berlajan ke tengah laut dan berenang dengan tenang.
Banyu buru-buru menghentikan audinya, bergegas keluar mengejar adiknya. Tapi sebuah tangan menariknya untuk berhenti. Gelengan kepala menyuruhnya untuk mengurungkan niatnya.
" Biarkan dulu, cukup mengawasinya dari sini !" pinta Tombak
Banyu menatap sendu ke arah laut. seorang gadis yang sedang asyik berlenggak lenggok di atas ombak dengan dua orang temannya.
Mereka akhirnya memutuskan untuk duduk di atas kap mobil, menunggu sang empunya mobil selesai bermain.
Jauh di belakang mereka, seseorang memperhatikan mereka. Berdiri mematung dengan tatapan sendu, memperhatikan gadis surfing itu, terlihat butiran bening mulai turun dari sudut matanya. Gadis yang selama inj selalu dirindukannya. Sulit dijangkau dan sulit diraih. Bagai permata diantara pecahan kaca, jika tidak hati-hati mengambilnya, maka akan terluka.