Pukul 01.00 pagi, tiga pembuat keonaran hari ini pulang dengan wajah tak berdosa. Di ruang nonton sudah ada Kenzi yang duduk di sofa dengan muka datarnya.
"Baru pulang adik-adik ku tersayang?" tanya Kenzi dengan nada yang tak biasa.
"Menurut lo kita ngapain sekarang? Nyuci?" Nolan menyahut dengan songong sambil menghempaskan badannya ke sofa.
"Bermutu banget pertanyaan lo Zi." ujar Rai sambil rebahan di sofa.
"Lo kayaknya makin sekolah tinggi makin bego ya Zi. Yang namanya udah dirumah udah pasti pulang lah. Apalagi namanya emang?" sambung Yuta terkekeh pelan, lelaki itu ikut duduk di sofa yang sama dengan Nolan.
Duduk dengan kaki yang terangkat ke meja, tanpa memperdulikan raut wajah datar abangnya.
Kenzi menggelengkan kepala takjub melihat kelakuan biadab tiga adiknya, ingin sekali rasanya dia mengamuk sekarang dan mengusir mereka dari rumah.
"Kalian semua darimana aja, hah? Kenapa telpon gue gak diangkat?" Kenzi bertanya dengan kedua tangan yang terlipat didepan dada.
Nolan mendengus, "Betulan makin bego dia Yut. Kasihan banget papi mami, sia-sia biayai sekolah dia."kata Nolan yang langsung mendapat jitakan kuat dikepalanya.
Pletak!
"SAKIT WOY ANJIR!" teriak Nolan meringis kuat dengan muka cemberut.
"Sakit? Mau tambah lagi?" ancam Kenzi, kedua tangannya berada dipinggang.
"Kenapa sih Zi, malem-malem gini lo ngamuk gak jelas? Senior lo banyak tingkah lagi? Tugas lo banyak atau lo mau mundur dari rumah sakit?"
Pletak!
"SAKIT WOYY! YA TUHAN ZI! KDRT MULU SIH!" teriak Rai lebih kencang dari Nolan, matanya yang hampir terpejam jadi terbuka lebar karena jitakan Kenzi yang kuat.
"Sembarangan mulut lo! Gue tebas samurai juga lo ntar." kata Kenzi melotot.
Yuta berdecak, "Makin gak jelas lo semua. Awas, gue mau ke kamar. Tidur daripada nonton ketololan abang dan adik ku."
"Geser Lan, gue mau lewat." suruh Yuta ke Nolan yang kakinya ada diatas meja menghalangi jalannya.
Nolan bergerak malas-malasan menggeser badannya, mulutnya berdecak pelan sedangkan matanya terpejam.
"Mau kemana lo Yut?" Kenzi bertanya begitu Yuta baru saja berdiri dari duduknya.
"Menurut lo? Ya ke kamar lah, gak mungkin kan ke alam baka." jawab Yuta ketus.
"Bagus tuh ke alam baka, gak guna lo hidup." balas Kenzi pedas.
"Ah apa Zi? Gue gak salah dengar lo bilang gue ganteng? Makasih banget, lo jelek kok." ujar Yuta terkekeh.
"Lo masih bisa bercanda?" tanya Kenzi tiba-tiba bikin tiga lelaki yang mengantuk itu bingung.
"Bercanda apa sih Zi? Sensi banget." komentar Rai masih memejamkan matanya.
"Lo ada masalah apa? Sini cerita sama gue." timpal Nolan menepuk tempat kosong disebelahnya.
"Lo bertiga yang bermasalah!" kata Kenzi sedikit membentak namun berhasil menghilang kan rasa ngantuk tiga adiknya.
"Ya Tuhan! Teriak mulu. Mo pecah gendang telinga gue." kaget Rai mengelus dadanya.
"Kebanyakan makan speaker ya gini," cibir Nolan mencebikan mulut.
"Speaker, speaker. Sekarang lo bertiga duduk di situ. Ada yang mau gue tanya." suruh Kenzi dengan nada super serius.
Mau tidak mau, Nolan, Yuta, dan Rai harus duduk seperti yang diperintahkan Kenzi. Meski jauh dilubuk hati tiga lelaki itu ada umpatan yang mereka tujukan untuk Kenzi.
"Ya udah, cepetan lo ngomong." ujar Yuta dengan malas.
"Ho'oh, gue udah capek banget. Seharian manggung." tambah Rai.
Kenzi menarik nafasnya, sabar. Ia harus sabar menghadapi tiga adiknya yang entah macam titisan apa. Kalau saja bukan adik sudah pasti sejak tadi dibikin bonyok sama Kenzi.
"Kalian kemana aja sampai gak ada satu pun yang jemput Ochi? Sesibuk apa kalian sampai tugas jemput Ochi pun terbengkalai?" tanya Kenzi.
"Kan gue udah ngasih tau sama Ochi kalau—"
"Jawab!" bentak Kenzi kuat berhasil membungkam mulut Nolan yang menyahut. Ralat, tidak hanya Nolan melainkan Rai dan Yuta kembaran nya.
"Ye, santai napa mas bruh. Ngegas amat kayak mau balapan." kata Rai yang masih bisa-bisanya bercanda.
"Santai lo bilang? Gimana gue bisa santai waktu tau lo bertiga gak ngelaksanakan tugas? Jawab!" bentak Kenzi lagi.
"Gue ada pemotretan hari ini yang gak bisa ditunda karena minggu lalu tertunda karena nemenin Ochi ke dufan." ujar Rai.
"Emang lebih penting pemotretan daripada adik lo sendiri?" tanya Kenzi yang berhasil membungkam mulut Rai.
"Lo Sat? Darimana?" tanya Kenzi kepada Nolan.
"Gue tadi ada kumpulan organisasi, lo tau kan gue ketua organisasi." Jawab Nolan.
"Lo gak bisa minta diwakilkan? Pergi sebentar untuk jemput Ochi. Sebentar doang, gak sampe dua jam. Gak bisa emang?" tanya Kenzi yang juga membungkam mulut Nolan.
"Lo Yut? Ada tugas? Ada praktek? Atau apa?" tanya Kenzi dengan nada galak.
Yuta jadi tergagap, "I-itu, gue ada praktek."
Kenzi mengangguk-anggukan kepalanya kemudian mengusap wajahnya sembari ketawa sinis. "Jadi lo semua punya kesibukan. Oke, gue paham. Lo juga lebih mendingin kerjaan lo daripada Ochi."
"Gue gak bisa gak praktek tadi, bang. Ada penilaian," ujar Yuta.
"Gue juga gak bisa, tadi itu rapat dadakan." sambung Nolan.
"Gue juga, pemotretan gue emang gak bisa dibatalin." tambah Rai, ikutan.
Kenzi menganggukan kepalanya seraya mengusap dagunya, kemudian menatap satu per satu adiknya. "Jadi gitu? Lo gak bisa berusaha buat jemput Cici?"
"Ye, kan kita emang si—"
"Terus apa kabar sama gue? Seenak jidat ngomong lagi sibuk! Gue gampar mulut lo ya Lan!" amuk Kenzi membungkam mulut ketiga nya.
"Lo gak boleh begitu dong, bang. Kita juga punya kesibukan, lo kalo diposisi gue juga bakal gitu kan?" protes Rai semakin membuat darah Kenzi mendidih.
"Gampang banget mulut lo yang ngomong gitu? Lo gak tau kan kalau Cici itu lagi sakit tapi malah lo suruh pulang sendiri dan berakhir dengan dia pulang naik angkot."
"Lah kok naik angkot? Kan gue suruh naik ojol," ujar Rai bingung.
"Cici sakit? Udah lo bawa ke dokter? Kata dokter dia sakit apa? Gak parah kan? Gimana keadaan dia sekarang?" tanya Yuta berlebihan.
"Khawatir kan lo sekarang? Coba lo pikirin seandainya dia kenapa-napa dijalan? Bisa gak lo mikir?" amuk Kenzi berkacak pinggang.
"Maaf."
"Maaf lo bilang? Gampang banget ya lo ngomong gitu!"
"Jadi kita harus apa?" tanya Nolan ikutan nyolot.
Brak!
"Tolong ya buat manusia jahanam! Kalo mau ribut ke lapangan aja sono. Gue masih butuh istirahat!" Ten membuka pintunya dengan kasar dan berteriak kuat dari kamarnya.
Keributan abang dan para adiknya mengganggu Ten yang baru saja beristirahat setelah mengurus distro dan cafe nya seharian. Baru aja sekitar satu jam dia tidur namun sudah ada saja gangguan mahkluk rumahnya membuat ngantuk Ten hilang.
''Lo juga sini Ten, suruh nih abang adek lo biar pinter dikit. Bisa-bisanya lebih ngutamain urusan mereka daripada Cici.'' panggil Kenzi.
Ten mendengus, tapi mau tak mau berjalan keluar juga dari kamarnya untuk pergi ke ruang nonton. Tempat dimana abang dan adiknya melakukan aksi tawuran dipagi buta seperti saat ini.
''Gue harus apaan sih, bang?'' tanya Ten begitu sampai di ruang nonton, matanya sedikit terpejam.
''Lo nasehatin dah mereka tiga. Muak gue ngeliat kelakuan nya.'' dengus Kenzi kemudian duduk di sofa.
Ten menggaruk kepalanya yang tak gatal, matanya terasa sangat berat dan ingin terpejam saja. Namun abangnya malah menyuruh dia untuk menasehati tiga manusia laknat yang tidak tau titisan macam apa.
''Lo bertiga kenapa gak bisa jemput Cici, hm?'' tanya Ten sambil menguap.
''Tadi kan udah gue kasih tau Ten, capek nih gue ditanya-tanya mulu.'' protes Nolan mengerucutkan bibirnya.
''Lan, mulut lo betulan pengen digampar atau gimana? Nyebelin banget.'' komentar Ten yang diangguki setuju oleh Kenzi.
''Salah lagi, salah lagi gue. Dah lah, lo berdua doang yang benar.'' gerutu Nolan mencebikan mulut.
''Ya udah jawab! Jangan banyak komentar.'' galak Ten, kedua matanya sudah terbuka dengan jelas.
''Gue sibuk, kita bertiga sibuk Ten. Kalau sempat gak akan mungkin kita biarin Cici pulang sendiri.'' jawab Rai akhirnya.
Kenzi mengangguk-anggukan kepalanya kemudian mengusap wajahnya sembari ketawa sinis. "Jadi lo semua punya kesibukan. Oke, gue paham. Lo juga lebih mendingin kerjaan lo daripada Ochi."
"Gue gak bisa gak praktek tadi, bang. Ada penilaian," ujar Yuta.
"Gue juga gak bisa, tadi itu rapat dadakan." sambung Nolan.
"Gue juga, pemotretan gue emang gak bisa dibatalin." tambah Rai, ikutan.
"Oke, gue paham. Sekarang lo bisa tidur semua. Biar besok gue aja yang jemput Cici, lo bertiga dibebas tugaskan." Ujar Kenzi.
Kenzi bicara dengan nada biasa saja namun berhasil membuat takut ketiga adiknya. Mereka langsung berdiri mendekati abangnya yang udah mode rawan mengamuk.
"Ya bang, sorry lah. Kita tuh tadi betulan sibuk, janji deh gue."
"Jangan ngambek dong bang,"
"Gak asik nih pake acara ngambek kayak bocil."
Sahut mereka tumpang tindih sambil bergelayut di lengan Kenzi.
"Apaan sih! Lepas woy! Kayak monyet lo semua gelayut-gelayut!" omel Kenzi melepaskan tangan mereka dengan paksa.
"Gue minta maaf deh bang, lo jangan ngambek gitu. Gue kan masih mau jemput Cici." Kata Yuta.
"Gue juga, masih pengen antar jemput Cici." sambung Rai.
"Gue juga sih ya walaupun minyak gue habis." Tambah Nolan kurang ajar.
"Jadi lo itung-itungan sama Cici? Biar tau gue." Kata Kenzi.
Nolan menggeleng kuat terus ketawa dengan hambar.
"Enggak bang, becanda doang gue."
"Pokoknya gue gak mau tau. Lo semua gak boleh lagi nganter jemput Ochi!" Putus Kenzi melenggang begitu aja.
"Bang!"
"Bang!"
"Berantam aja lah kita! Jangan suka-suka dong. Lo juga harus tanya pendapat kita bertiga!" kata Nolan.
"Gue gak perduli!" Balas Kenzi dari atas.
"Gak lucu banget Zi candaan lo! Gak lucu!" Ujar Rai teriak frustasi menjambak rambutnya.
Namun Kenzi tidak perduli, lelaki itu malah menutup pintu kamarnya dengan sengaja membanting kuat hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Juga membuat Rai, Nolan dan Yuta terkejut.
''Gak asik banget dah bang Zi! Mentang-mentang lebih tua seenaknya mutus kontrak jemput Cici.'' gerutu Yuta menghempaskan dirinya ke sofa.
''Dia mah gitu, suka-suka sama kita.'' celetuk Rai mengusap wajahnya kasar. ''Anjir lah!''
''Gak bisa diginiin nih, kita harus buat petisi online. Ini udah gak adil lagi, masa karena gak jemput kontrak kita diputus!'' ujar Nolan terlalu lebay.
Ten mendengus, ''Makanya kalau dikasih tugas ya dikerjain. Tau rasa kan lo sekarang.'' katanya terkekeh sinis.
''Bacot Ten, bukannya menghibur malah ngejek. Senang kan lo ngeliat kita tersiksa gini!'' tuduh Nolan mencebikan mulut.
Ten menggerakan tangannya dan mengedikan bahu tidak perduli. ''Gak tau, lagian lo banyakan gaya sih. Sok sibuk.''
''Lo kayak gak tau aja, dosen gue itu ribet. Suka praktek tiba-tiba, gak mungkin gue gak ikut. Bisa terancem nilai gue nanti.'' jawab Yuta menghembuskan nafasnya berat.
''Gue juga, suka bingung padahal gue ketua organisasi tapi sering banget ada rapat dadakan. Berasa gak ada gunanya gue jadi ketua.'' gerutu Nolan.
''Job gue menumpuk karena banyak yang gue batalan kemarin, lo tau kan Ten kemarin gue nemenin Cici kesana kemari. Makanya gak bisa gue batalin tadi.'' jelas Rai, ikut menghembuskan nafas berat.
''Ya, kalau gitu ya lo jelasin aja tadi.'' ujar Ten melipat kedua tangannya.
Rai mendengus, ''Udah kita jelasin tapi emang dasarnya bang Zi aja yang gak percayaan.''
''Masa sih?''
''Gak percayaan lo, Ten?'' Nolan menggelengkan kepalanya dramatis. ''Kita tuh udah kasih tau alasan bahkan udah kasih tau kegiatan apa yang kita ikutan. Tapi tetap aja bang Zi gak percaya.''
''Atau mungkin harus pake video klarifikasi dulu apa ya?'' tanya Nolan.
''Banyakan mukadimah lo, Sat. Pantes bang Zi gak percaya.''
''Lahhhh?''
''Ya udah sih, terima aja. Lagian salah kalian juga kan? Selamat bebas tugas lah ya, gue turut senang.'' ujar Ten kurang ajar dan melangkah pergi begitu saja, kembali kekamarnya yang ada dilantai dua.
Lelaki itu mengikuti gaya Kenzi, menutup pintu kamarnya dengan sengaja membantingnya kuat mengagetkan ketiga saudaranya. Di ruang nonton, Rai, Yuta dan Nolan menatap sendu kearah pintu kamar Kenzi yang sudah tertutup.
''Kenapa sih mereka jahat sama kita?''
''Gak berperikemanusiaan banget sih.''
''Kayaknya emang betul deh gue bukan adik mereka.''