Chereads / ME VS POSSESIVE BRO / Chapter 12 - DINGIN!

Chapter 12 - DINGIN!

Bel pulang sekolah berkumandang dengan indah membuat suara seruan terdengar di penjuru kelas. Masa pelajaran yang begitu menguras otak, jiwa dan raga pun berakhir.

Serius, percaya lah, siapapun pasti setuju bahwa bel pulang sekolah adalah suara terindah dari apapun di dunia ini setelah suara doi.

Sama seperti Ochi, diam-diam dia berdecak bahagia. Namun tetap menjaga image, biar kata image nya sudah hancur didepan mata orang disebelah nya karena ulah anak jenglot. Tapi tetap saja, dia berusaha memperbaiki citra buruknya dimata lelaki itu.

"Ci, tumben kagak teriak kayak di zimbabwe?"

Lagi, lelaki bernama Gading dengan akhlak minus memulai kegiatan nya untuk mempermalukan Ochi. Cowok itu sepertinya tidak akan tenang jika tidak melihat Ochi tenang saja sehari.

Dengan penuh kebesaran hati dan kesabaran lebih, Ochi mengelus dadanya. Berusaha untuk tidak mengatai-ngatain manusia dibelakang nya.

"Sabar, Ra. Anak jenglot emang begitu bentukan nya." Batinnya.

Sementara dibelakang, Gading terkekeh bahagia begitu mendapati Ochi yang berusaha sabar. Rasa kemenangan Gading begitu mendominasi, lelaki itu selalu merasa dipaling atas ketika berhasil membully Ochi.

"Silahkan, ketua kelas." titah bu Angel—guru sejarah yang begitu baik dan sederhana. Termasuk guru favorit di sekolah Ochi, lembut orang nya dan sangat jarang marah.

Belum lagi masih muda dan wajah nya yang cantik, cowok mana yang tidak berpaling padanya.

Gading menganggukan kepalanya, lelaki itu kemudian duduk dengan rapi. Memperhatikan teman-temannya terlebih dahulu.

"Berdiri!" ujarnya dengan penuh wibawa.

Dalam hati Ochi, dia terus berdecak. Barang-barang nya belum ia rapikan namun teman nya yang satu itu malah tidak memperdulikan nya. Yang membuat dia terpaksa untuk menghentikan kegiatan nya.

"Sebelum kita pulang marilah kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai."

Semua murid dikelas tersebut pun menunduk, merapalkan doa sesuai keyakinan masing-masing. Ochi ikut melakukannya, gadis tersebut memejamkan matanya dan melipat tangannya.

Beberapa menit berlalu,

"Doa selesai. Kepada ibu guru beri salam."

"Selamat siang bu!" Salam mereka serentak dengan nada semangat. Bahkan lebih semangat dari pagi hari tadi.

"Selamat siang, anak-anak. Hati-hati dijalan dan langsung pulang kerumah untuk istirahat. Oke semuanya? See you." Ujar bu Angel ramah, senyum nya lebar dan begitu manis di pandang.

Semua teman cowok Ochi di kelas terpana akan senyuman bu Angel yang memang kelewat manis. Bahkan Gading saja sampai meneguk ludah nya susah payah. Ah, kalau Gading melihat cewek bening aja langsung tremor badannya.

Melihat semua cowok di sekolah nya yang tidak pernah bisa melawan aura kecantikan bu Angel, membuat Ochi penasaran pada lelaki disamping nya. Ia melirik Zein untuk melihat ekspresi cowok itu namun yang membuat Ochi bingung.

Adalah wajah nya yang tetap datar bahkan tanpa ekspresi apapun.

Ochi meneguk ludah nya. Astaga, Zein benar-benar jodoh yang Tuhan kirim untuk menghapuskan label jomblo mengenaskan Ochi.

Mungkin dia satu-satunya lelaki yang tidak tergoda akan kecantikan bu Angel yang kalau menurut Ochi tidak jauh berbeda dengan nya.

Ochi mengalihkan perhatiannya pada teman sekelasnya yang sudah heboh. Ada yang berteriak dan menjerit kuat. Tidak perlu kaget, kelas Ochi memang di isi oleh mahkluk-makhluk beragam jenis. Ada yang tidak waras, sangat tidak waras dan sangat kelewat tidak waras.

Contoh nya adalah Gading. Bahkan mungkin dia masuk kategori mahkluk aneh yang sangat-sangat kelewat tidak waras.

Ya, pasti opsi terkahir itu yang benar. Ochi terkekeh kemudian dia melamun memikirkan cosplay apa yang cocok untuk manusia seperti Gading.

Apakah mungkin monyet atau dugong?

Kayaknya kebagusan, gimana kalau jenglot?

Oke, jenglot lebih bagus untuk Gading. Mungkin Dalot, spesies campuran dajjal dan jenglot. Ochi ketawa pelan dalam hatinya, dalot emang cocok untuk Gading.

Dajjal kelakuan nya, jenglot rupanya.

Perfect.

Sangkin sibuk dengan pikiran nya yang berkelana untuk menistakan Gading diam-diam di otaknya. Ochi sampai tidak sadar bahwa sejak tadi Zein memperhatikan nya dengan malas. Lelaki itu sudah siap dengan tas ransel yang sudah dia sandang di bahu tegap nya.

Hanya tinggal menunggu Ochi untuk kembali ke dunia nyata.

"Ekhem." Zein berdeham pelan, guna menegur Ochi yang masih sibuk melamun dan tersenyum sendiri.

Sangat aneh.

Tapi, bukannya sadar. Gadis itu malah justru semakin tersenyum lebar yang membuat Zein mengerutkan alisnya. Gadis yang duduk disebelah nya ini selain aneh tapi agak lari juga otaknya.

Kepala Zein menggeleng heran, bagaimana mungkin ada cewek seperti orang disebelah nya ini. Ochi, cukup jauh berbeda dari perempuan-perempuan yang pernah Zein temui.

Sangat jauh berbeda.

"Tolong minggir." Akhirnya Zein membuka suaranya yang langsung membuat Ochi terlempar ke dunia nyata.

Gadis itu langsung berdiri canggung dan menatap Zein dengan bingung. Perempuan itu mengerutkan alisnya yang bukan terlihat lucu namun justru semakin terlihat aneh dimata Zein.

"Tolong minggir." Ulang Zein sedikit kuat. "Gue mau keluar."

Ochi langsung cepat bergeser memberi jalan untuk Zein. Lelaki itu langsung berjalan begitu saja tanpa mengucapkan apapun lagi pada Ochi.

Benar-benar dingin tanpa ada perasaan apapun.

Ochi berdecak, dia memasukan barang nya dengan sedikit kasar. Ia tidak habis pikir dengan cowok yang baru saja di pindahkan ke sekolahnya dan duduk di sebelahnya.

Zein memang lah cowok ganteng, bahkan sangat teramat tampan. Namun sikap dingin dan pendiam nya itu yang membuat ketampanan nya semakin tambah, tapi juga menyulitkan Ochi untuk mendekatinya.

Bahkan Ochi yakin, teman sebangku nya itu belum mengenal nama Ochi. Tangannya terkepal kuat, awas saja kalau Zein betulan tidak mengenalnya. Dia bakal—

Eh, kalau sempat lelaki itu tidak mengenalnya. Berarti sungguh tragis kisah cintanya, bisa dibuat jadi novel. Ochi yakin kalau ceritanya ini dijadikan novel maka banyak perempuan dia luar sana yang merutuki nya dan kasihan padanya.

Dia menggelengkan kepalanya dan mengigit bibirnya.

Tidak, semua orang tidak perlu kasihan padanya. Karna Ochi yakin, hati beku Zein pasti bisa luluh. Buktinya anjing milik tetangga sebelah rumah Ochi yang galaknya kelewat astaga aja bisa jinak sama dia. Apalagi orang kayak Zein.

Makanya, tunggu aja kelanjutan novel Ochi. Judulnya, si gadis cantik yang berusaha merebut hati beku pria tampan. Oke?

Kembali sama Ochi yang kini sudah meranselkan tas biru tua bermotif galaksi di punggung nya. Dia berjalan mendekati empat temannya yang sudah menunggu dia di depan kelas.

"Udah?" tanya Ilva begitu Ochi sampai di luar kelas.

Ochi mengangguk pelan.

"Gak ada yang ketinggalan kan?" tanya Ilva memastikan.

Ochi mengerutkan alisnya yang membuat empat temannya memperhatikan dia. "Ada."

"Apaan?" tanya Alya tidak sabaran. Gadis itu selalu seperti itu, tidak sabaran, merasa paling kuat dan sok berani. Padahal yang pembully besar disini adalah Ochi tapi kenapa jadi Alya yang kayak pembully dan Ochi lah yang jadi korban nya?

"Jejak kaki." jawab Ochi yang langsung mendapat jitakan kuat dikepalanya oleh Alya.

"Adaw! Gue laporin lo ya. Ini mah Kdrt namanya, kekerasan dalam relationship temen." Ujar Ochi ngawur.

Alya mendengus, "Bodoh mu itu bikin aku kagum." Katanya setelah itu berlalu begitu saja meninggalkan Ochi dan yang lainnya.

"Dih, yang di jitak siapa yang ngamuk siapa." cibir Ochi kemudian mengikuti Alya.

Dibelakang nya, Ilva, Aurora, dan Giandra kompak menggeleng. Bukan hal yang mengherankan jika melihat dua cewek itu berantam. Karena memang sudah jadi makanan sehari-hari mereka melihat perdebatan dan tawuran yang tak pernah selesai.

"Ra, tumben kalem?" tanya Ilva menatap Aurora.

Sejak pulang tadi, Ilva cukup bingung pada temannya itu. Suatu keajaiban jika Aurora yang memiliki label manusia yang tidak bisa kalem berubah menjadi kalem. Pasti ada something nya.

"Mencium aroma-aroma bad mood gue." Canda Ochi sambil melirik Aurora.

"Apa sih, njir." Aurora mendolak pelan tubuh Ochi ketika menempel padanya.

"Lo sih, tiba-tiba diem. Kenapa? Kurang sajen apa gimana?" Tanya Ilva ngawur.

"Tolong, buat yang merasa temen nya dia. Please, bawa dia ke rumah sakit jiwa. Periksa kesehatan nya, udah gak waras apa stress?" ujar Ochi sinis pada Ilva.

Ilva mengelus dadanya pelan, sabar dia memiliki teman modelan teman-temannya ini.

"Ya tuhan, tadi si Gigi. Sekarang giliran gue aja yang kena bully." Katanya.

"Lah kenapa emang?"

"Gak papa, gue salah lo bener Ci." Kata Ilva menggelengkan kepalanya yang membuat Ochi tertawa.

"Aduh, idaman nya kamu. Pengen aku garut deh ginjal nya." Seloroh Ochi yang mendapat respon tawa kuat keempat temannya.

"Eh ci, baru inget nih. Gimana duduk sama Zein? Enak gak?" tanya Giandra disela-sela tawanya.

Spontan Ochi menghentikan tawanya dan mengubah wajahnya menjadi sendu. Ralat, menjadi lebay yang bikin muak. Bahkan Giandra, Ilva, Alya dan Aurora kompak mau muntah.

"Tolong, muka jelek nya jangan dijelekin lagi. Bikin jijik aja." Kata Alya mengangkat tangannya.

"Nafas aja dia udah bikin ilfeel, gimana kalo ngomong."

"Lebay nya membuat aku terharu."

"Aku kagum sama kepandaian nya dalam membuat orang ilfeel pada dirinya."

Mungkin hampir begitulah sahutan-sahutan respon teman Ochi. Untung saja Ochi orang yang sabar dan tidak gampang sakit hati. Gak kebayang sih kalau Ochi orang yang baperan, pasti sekarang udah left dari permukaan bumi.

"Karna gue sabar, gue abaikan dah." Ujar Ochi. Lalu dia kembali memasang wajah sendu yang minta di tabok menurut Alya. "Gue sedih banget. Pacar gue Si zein—"

"Tolong jangan ngehalu. Ganti jadi calon pacar, kebagusan kalo jadi pacar." potong Alya pedas.

"Terserah lah, pokoknya gue sedih! Masa Zein diemin gue mulu. Dingin nya itu emang aww bikin kagum tapi gue kan gak bisa bertindak lebih." Rengut Ochi dengan muka tertekuk.

"Maksud lo gak bisa modus gitu?" Timbrung Aurora.

Ochi mengangguk, "Iya, dari tadi diem-dieman mulu. Berasa kayak lagi ngadepin pacar ngambek."

"Dih halu!"

"Terserah. Pokoknya gitu deh," kata Ochi.

Aurora mengangguk-anggukan kepalanya, "Wajar sih, lo emang bikin ilfeel anaknya. Mungkin karna itu dia gak mau temenan sama lo, Ci."

"Heh, enak aja! Gue ini nih bikin gemes bukan ilfeel!" Protes Ochi tidak terima.

"Sok imut lo itu yang bikin ilfeel." Kata Alya.

"Tapi kata abang gue, gue mah imut. Gemesin juga," kekeuh Ochi yang langsung membuat empat cewek di dekatnya memutar bola mata keatas.

"Gue pake bedak asal-asalan kayak pocong juga dibilang cantik sama nyokap gue." Dengus Aurora mengibas rambutnya.

"Ya udah!" balas Ochi nyolot.

"Duh, suster ngesot nyolot." Cibir Alya. "Gini loh, Ci. Mungkin dia diemin lo karna kan ini masih hari pertama. Bisa aja besok lo udah ngomongan sama dia. Sabar aja."

"Ho'oh sabar, jangan langsung nyosor gitu. Dia kan jadi takut." Sahut Ilva setuju.

"Kan gue khilap."

"Ya ditahan lah, ketiak nya kudanil! Lo nyosor udah kayak anjing galak aja. Takut lah dia." Gemas Aurora.

"Ibarat nya tuh main halus tapi pasti. Dah lah, klop." Tambah Giandra sambil menyatukan tangannya membentuk genggaman.

Melihat reaksi temannya membuat Ochi jadi semangat untuk mendapatkan hati nya Zein. Dia mengangguk setuju kemudian tersenyum lebar.

"Trus jangan petakilan. Cowok itu suka sama cewek kalem. Jaga image gitu."

"Lo nafas juga harus jaga image. Jangan asal ngehirup kayak berasa ada angin puting beliung maha dahsyat."

Ochi mengangguk, oke mulai sekarang dia akan jaga image lagi.

"Jadi gitu aja?"

"Satu lagi, tolong kasih nomor abang lo dong."

"KAGAK!"

"Nomor nya bang Kai aja."

"Siapa itu bang Kai?"

"CI KALO ADA NUKLIR DEPAN RUMAH LO JANGAN KAGET YA."

"Lah ngapa jadi bahas nuklir sih, kudanil?"

"Aduhhh bego nya itu murni tanpa rekayasa. Kagum aku tuh."

"Emang siapa yang ngirim?"

"Gue yang ngirim."