Seorang lelaki berseragam lengkap dengan empat garis emas sebagai tanda pangkat. Ia berprofesi sebagai pilot yang sudah berpangkat kapten dan kini sedang berdiri tegap di depan rumah bergaya mediterania. Tangan kanan nya memegang topi yang ia pegang di pinggang sedangkan tangan kiri nya memegang koper.
Ting.
Pintu terbuka saat ia memencet bel yang tersedia disana. Saat pintu terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya yang tetap terlihat cantik meski guratan berumur sudah terlihat di wajahnya.
"Briell!" Teriak wanita itu memeluk erat anak lelaki nya.
Samudra membalas pelukan Mami nya sama eratnya.
"Mami apa kabar?" Tanya Samudra dengan suara berat khasnya.
"Baik-baik aja. Kamu yang apa kabar hah? Dua minggu gak ada kabar sama sekali. Sengaja biar bikin mami serangan jantung?" Omel Aletta memukul pelan lengan anak lelakinya.
Samudra meringis pelan tatkala mami nya memukul lengannya yang berotot. "Mami, aku baru pulang udah di pukul aja." Gerutu Samudra pelan.
"Makanya, kalau kerja itu kabari mami! Berapa lama terbang! Berapa lama tugas dan kapan pulang. Jangan hilang-hilangan!" omel Aletta lagi.
Dimarahi mami nya membuat Samudra meringis kembali. Lelaki itu memang tidak mengabari mami nya selama melaksanakan tugas menjadi captain. Selama dua minggu lebih dia hilang tanpa kabar dan sekarang pulang tanpa memberi kabar pula.
Samudra memang cari mati sama mami nya.
Untung saja mami nya tidak serangan jantung karena anak sulung nya yang selalu lupa mengajari Aletta.
"Maaf mi, kemarin mendadak." Ujar Samudra melepas pelukan mami nya.
Aletta yang hanya setinggi bahu Samudra pun menyikut pelan perut rata anaknya.
"Mendadak apanya, Briell? Mana ada istilah mendadak di penerbangan?! Jangan aneh-aneh kamu!"
"Kemarin ada yang ganti sift sama ku, mi." jelas Samudra.
"Kan tetap aja bisa kasih tau mami, Briell. Kamu aja yang gak mau." dengus Aletta.
"Iya mi, aku minta maaf. Ini mami gak mau kasih aku masuk? Atau aku dilarang pulang?" tanya Samudra membuat mami nya terkekeh geli kemudian memeluk lengannya.
"Enggak dong, Briell. Ya udah masuk, biar mami buatin makan malam untuk kamu." Kata Aletta.
Samudra mengangguk pelan, "Aku udah makan malam, mi."
"Loh sama siapa?" Aletta mengernyitkan dahi heran menatap anak sulung nya itu.
"Sama om Aldan, Om Anton dan tante Rose." jawab Samudra kalem.
"Kok gak ngajak mami?" gerutu Aletta dengan muka cemberut khasnya.
"Mami sih gak minta ikut."
"Astaga, Briell! Ya udah, ganti baju kamu sana. Langsung istirahat, kamu capek kan terbang dua minggu?" kata mami nya pengertian.
Samudra mengangguk pelan, menjadi kapten PF (pilot flying) yang menerbangkan pesawat selamat dua minggu memang melelahkan. Belum lagi beberapa kali ada delay karena berbagai macam kendala, membuat Samudra ingin cepat-cepat bertemu kekasihnya.
Yaitu kasur dengan ukuran king size yang begitu empuk. Ah, rasanya Samudra tak sabar untuk merebahkan dirinya sekarang juga.
"Nanti malam turun kebawah, kita makan malam bareng." Ujar Aletta pada anak sulung nya itu.
"Kan aku udah makan, mi—"
"Gak usah sok nolak kamu, Briell! Mami tau porsi makan di restoran beda jauh sama porsi makan mu yang kayak kuli bangunan."
"Sekarang tidur, nanti mami bangunin buat makan malam. Jangan sok nolak ataupun alesan diet. Badan mu udah atletis mau sedatar apa lagi, hah? Papan tripleks?" lanjut Aletta galak sebelum perempuan paruh baya itu berjalan menuju dapur meninggalkan anak sulungnya.
Well, porsi makan seorang Samudra Achilleo Sebastian Gabriello memang besar bahkan sangkin besarnya, sampai banyak yang tidak percaya karena badan atletis nya tetap terjaga.
Dan makan di restoran bersama orang tua sahabatnya tadi tidaklah membuat Samudra kenyang. Porsi sedikit dengan harga mahal? Bukan tipe makanan untuk perut karet cowok seperti Samudra.
"Mami emang paling pengertian."
☆
☆
Zein memasuki rumahnya dengan wajah lelah yang mendominasi dan rambut nya yang mulai berantakan. Di tangan kanan nya terdapat tas salempang hitam berisi kamera kesayangannya. Hari ini cowok itu kewalahan akan job yang banyak.
Ia menerima job menjadi photographer di beberapa tempat yang tak hanya menguras bensin maupun tenaga nya.
"Darimana aja lo?"
Suara pertanyaan bernada bariton yang sangat ia kenali dengan jelas menghentikan kaki nya yang melangkah. Lelaki jangkung itu mengerutkan alisnya dan membalikan badan.
"Ngapain lo disini?" Suara nya naik beberapa oktaf ketika menemukan pria berumur dua puluh empat tahun tangan duduk santai berselonjoran di sofa.
"Ya pulang lah, mau lo?" balas orang itu dengan nada yang sama galak nya dengan dirinya tadi.
"Oh masih ingat pulang juga lo?" Sindir Zein sensi seraya berkacak pinggang.
"Zein tolong jangan aneh-aneh. Ini masih rumah gue ya udah pasti gue pulang nya kesini." Ujar orang itu dengan santai nya memakan kerupuk singkong kesukaan Zein.
"Lo makan kerupuk gue?" teriak Zein melototkan matanya.
"Kenapa emang?"
"Itu punya gue bang! Lo baru pulang sehari aja udah bikin keributan. Ngapain sih lo pulang?!" rutuk Zein mengusap wajahnya kasar.
"Dasar adik kurang asem! Abang nya pulang bukannya disambut malah digituin. Gue doain lo jodoh sama Thalia." Ujar abangnya terkikik geli membayangkan cowok dingin seperti Zein berpacaran dengan cewek heboh dan berisik seperti Thalia.
"Idih ogah!" Zein bergidik ngeri mendengar perkataan abangnya barusan. "Lagian lo sih, ntah ngapain pulang."
Zein langsung mengelak tatkala abangnya melempar bantal sofa kearah nya.
"Lo emang mau gue pulang ke pangkuan Bapa? Gue sih gak mau, terlalu cepat." Ujar Samudra sambil memakan keripik nya.
"Bagus deh, sekalian aja cepat. Males gue punya abang kayak lo—"
Perkataan Zein terhenti paksa ketika abangnya—Samudra kembali melemparkan bantal sofa ke mukanya. Kali ini dia tidak bisa mengelak karena lemparan tiba-tiba itu langsung menghantam wajah tampan nya.
"Sembarangan!" Sembur Samudra kembali mode galak. "Gak gue kasih tambahan uang jajan tau rasa lo!"
"Gue udah kerja!"
"Alah, kemarin juga lo minta tranfers."
"Itu kan buat bantuin lo beliin bunga sih bangg." Sergah Zein frustasi.
"Tapi lo punya uang banyak. Ngapain minta sama gue?" Samudra merebahkan dirinya di sofa sambil menonton televisi yang menampilkan film harry potter kesukaannya.
"Kalau gak ingat abang udah gue ajak baku hantam dari tadi." gumam Zein yang ia rasa sudah pelan, tapi sialnya masih aja kedengaran sama Samudra.
Telinga abangnya itu memang setajam silet.
"Lo ngomong apa tadi, Zein?"
"Kagak bang, kagak." Ujar Zein.
Samudra bergumam tidak jelas membalasnya, fokus lelaki itu sudah teralihkan sepenuhnya pada televisi layar datar berukuran besar. Salah satu fakta tentang Samudra selain porsi makannya yang besar, ialah harry potter yang menjadi film kesukaannya.
"Masih aja nonton harry potter, gak bosan lo?" Komentar Zein duduk disebelah Samudra yang merebahkan kakinya.
"Enggak gue suk—eh, mau ngapain? Jangan bilang lo mau..." kedua mata Samudra melotot curiga pada Zein. Pasalnya adiknya itu mengangkat kaki Samudra dan dibawa ke paha nya.
"Apa? Mikir aneh-aneh kan lo." Kekeh Zein yang ternyata ingin memijit kaki abang nya.
Samudra mendengus, "Lo mau apa lagi kali ini?" tanya nya yang seolah-olah sudah hapal dengan semua kelakuan adiknya.
Zein tidak langsung menjawab. Lelaki itu masih serius memijit betis abangnya yang memang berukuran besar. Matanya tertuju ke arah televisi, menonton bareng dengan abangnya.
"Gue mau lo sering ngabari mami dan jangan terlalu lama tugas." Ucapannya tergantung.
"Kami rindu lo, bang." lanjutnya tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali dari televisi.
Zein tidak tau bahwa kini Samudra memandang tersenyum kearah nya. Sekalipun Zein bukanlah adik manis yang mau menurut padanya dan juga bukan lah adik yang mau menunjukan rasa sayangnya ke semua orang, setidaknya Samudra tau bahwa adiknya itu menyayangi dirinya.
"Gue usahain." balas Samudra yang kini gantian membuat Zein menatap nya. Seulas senyum lebar mengembang diwajah keduanya sampai selanjutnya mereka berdua tertawa kuat.
"Geli banget gue!"
"Lo menjijikan bang!"
☆
☆
☆
Helowwhhhh!!!
GIMANA SAMA PART INIIII????
Oke, bilanf next buat kelanjutannya yaaa
Jangan bosan nungguin aku updateee okehhh🌜🌟🌛😍