"Terus nanti alurnya gimana?" Tanya Gavin. Amel tersenyum.
"Alurnya jadi rahasia, kamu kan pembaca setia aku!" Balas Amel. Gavin tertawa lalu mengacak acak rambut Amel.
"Sayang makan yuk?" Ucap Amel. Saat obrolan mereka sudah tidak ada obrolan. Amel dengan tiba tiba mengajak Gavin makan. Gavin yang saat itu sedang bermain ponsel, memilih berhenti dan meng iyakan.
Gavin dan Amel makan dengan tenang. Setelah selesai, Amel mulai memakan pudding coklat kesukaannya. Sedangkan Gavin sibuk mem-foto Amel secara diam diam.
"Gausah foto foto ish!" Ucap Amel sambil menutup kamera ponsel Gavin. Amel buru buru mengambil selimut dan menutup wajahnya. Gavin hanya tertawa melihat tingkah laku Amel yang sangat menggemaskan.
"Engga engga, sini sini!" Gavin berusaha menarik selimut dari wajah Amel.
Saat Gavin berhasil mengambil selimut daei Amel. Gavin menarik Amel dan memeluknya. Amel dengan gemas menggigit pundak Gavin.
"AKH!!!" Pekik Gavin. Amel hanya menunjukan giginya.
"Jail banget ish!" Amel hanya menjulurkan lidahnya dengan meledek. Amel melepaskan lengan kiri Gavin yang masih mencengkram pinggang Amel.
"Lepas," ucap Amel. Gavin menggelengkan kepalanya sambil merubah tatapan lembutnya menjadi tatapan intimidasi.
"IHHH GAPIN!!! MATANYA JANGAN BEGITU!" Pekik Amel. Amel paling tidak suka diberikan tatapan intimidasi, karena itu membuat Amel gugup.
"Udah ah! Lepas!" Ucap Amel. Amel mengalihkan wajahnya dan matanya agar tidak ditatap mau pun menatap wajah dan mata milik Gavin.
"Masih sama," ucap Gavin. Amel menoleh ke arah Gavin dengan tatapan penasaran.
"Apanya yang sama?" Tanya Amel. Gavin menyengir lucu ke arah Amel.
"Masih takut tatapan intimidasi," jawab Gavin. Amel mengangguk anggukan kepalanya paham.
"Iyalah, aku ga pernah berubah!" Seru Amel. Gavin tertawa.
"Iya, kamu ga pernah berubah," balas Gavin.
Setelahnya, waktu waktu yang mereka miliki, mereka diisi oleh obrolan obrolan ringan seputar kepribadian mereka masing masing. Menceritakan hal hal baru saat mereka berpisah dalam jangka waktu yang tidak singkat.
***
Amel melenguh karena merasa badannya pegal pegal. Amel melihat kesekitar dengan wajah ngantuknya. Amel sadar bahwa dia masih di dalam pesawat, di sebelahnya ada Gavin yang sudah bangun.
"Udah bangun sayang?" Tanya Gavin. Amel mengangguk anggukan kepalanya.
"Ayo turun," ajak Gavin. Amel mengekerutkan keningnya.
"Emang kita–" belum sempat membalas, Gavin terlebih dahulu memotong ucapannya.
"Iya udah. Kamh liat aja sono," balas Gavin. Amel berdiri dengan langkah pelan. Kepalanya pusing, karena belum sepenuhnya dia sadar.
"Sini sini," ucap Gavin. Gavin merangkul Amel sambil menutupi kepalanya Amel dengan jas miliknya. Amel sempat bingung dengan apa yang di lakukan Gavin, tapi dia hanya menuruti saja.
Saat keluar melalui pintu pesawatnya, belum menuruni tangganya, Amel mendengar banyak suara orang dan kamera. Amel terheran heran, ditambah lagi Gavin mempererat rangkulannya.
Amel merasakan tubuhnya di raih oleh banyak orang ini.
"Mrs, can you clarify about the man next to you?"
"Excuse me, mrs. Is the man next to you is the man in the video?"
Amel menegang. Dari sekian pertanyaan, dia mendengar jelas pertanyaan pertanyaan itu. Amel memegang kemeja Gavin dengan erat.
Saat pintu mobil sudah di buka, Amel buru buru masuk dan memilih kursi paling ujung agar Gavin tidak perlu susah payah untuk memutar.
"Hah..." Hela Gavin.
"Kenapa? Kok wartawan bisa tau?" Tanya Amel beruntun. Gavin menghela nafas lelah.
"Mungkin ada pramugari yang ga sengaja tau identitas kamu. Makanya kamu ga pake masker aku tutupin jas," cerita Gavin. Amel mengkerutkan keningnya dengan heran.
"Terus kenapa dia nyebut nyebut vidio?" Tanya Amel. Gavin membuka ponselnya yang menampilkan berita tentang dirinya.
'SEORANG PENULIS YANG MENDAPAT JULUKAN QUEEN IMAGINATION TERTANGKAP KAMERA SEDANG BERMESRAAN DENGAN SEORANG PUTRA KETURUNAN AL AGAM'
"Kok cepet banget?" Tanya Amel.
"Sayang, sekarang tahun 2024, teknologi semakin kesini semakin membantu menyebar sebuah berita secara cepat. Sekarang dengerin aku, kamu ini penulis yang sukses. Kamu juga sukses di negara orang, terkenal di negara orang, asal kamu dari mana? Indonesia-kan? Kamu kayak ga tau orang Indonesia aja! Setelah kamu tenar dengan karya karya kamu, sedikit aja ada berita seperti ini, pasti di indonesia cepat menyebarnya," Jelas Gavin.
"Terus pramugari itu udah kamu tegur?" Tanya Amel.
"Engga, engga ada yang ngaku," jawab Gavin.
"Untung di vidio ini wajah aku ga keliatan. Tapi, tadi kayaknya ada beberapa wartawan kek ga kenal kamu. Aku ga fokus pertanyaan mereka, aku syok ada wartawan!" Ucap Amel.
"Gatau deh. Aku juga ditanyain, ada hubungan apa sama kamu, segala macem huh," jawab Gavin.
"Yaudah lah, kayaknya nanti kita harus buat klarifikasi hahaha, biar mereka mikirnya ga melenceng, soalnya disitu aku posisinya di pangkuan kamu kan?" Gavin mengangguk setuju.
"Iya, klarifikasinya pas akad haha!" Ucap Gavin dengan diakhiri oleh tawa kecil.
"Ish enggak dong, nanti mereka tau wajah aku!" Jawab Amel. Gavin tersenyum kecil mendengar jawaban Amel.
"Emang awalnya gimana sih? Untuk buat sampe ke titik ini tuh gimana?" Tanya Gavin dengan penasaran.
"Aku emang suka nulis dari kecil, terus sampe aku kenal aplikasi buat nulis secara online. Terus ya gitu deh, iseng aja nama akunya 'secrethuman'. Buat deh karya karya aku, dan aku memang ga mau nunjukin identitas aku. Yang tau aku itu penulis cuman Akbar sama kamu, that's it," ucap Amel dengan penjelasan yang cukup panjang.
"Keren, aku ga nyangka kamu sehebat itu," kagum Gavin.
"Pak kita sudah sampai," ucap sang sopir. Gavin dan Amel sama sama terkejut.
"Kamu sih, ke asikan ngobrol sampe ga sadar hahaha," ucap Amel. Gavin dan Amel sama sama keluar. Amel menempelkan tubuhnya ke arah Gavin dan menempel layaknya hewan cicak.
"Sayang! Jangan gini ih, berattt," keluh Gavin. Amel hanya menunjukan deretan gigi rapihnya.
"Okeh, gini aja ya?" Tanya Amel sambil menyandarkan kepalanya di bahu milik Gavin. Gavin hanya mengangguk dan mulai berjalan memasuki rumah besar milik orang tua Amel.
Tok Tok Tok
"Assalammualaikum!" Salam Amel dan Gavin secara bersamaan setelah Gavin mengetuk pintu. Amel dan Gavin masuk kala pintu besar rumah orang tua Amel terbuka.
"Mama, Papa!" Panggil Amel sambul berlari kecil ke arah keduanya.
"Eh Amel, sama nak Gavin," ucap Sinta.
Amel memeluk Sinta dan Arya dengan erat, lalu diikuti oleh Gavin. Arya memeluk Gavin ala pria dan Sinta mengelus kepala Arya saat Arya menyalami mereka.
"Apa kabar?" Tanya Sinta.
"Baik maa," balas Amel dan Gavin.
"Kenapa tiba tiba ke Jerman? Ga ngomong juga," tanya Arya.
"Hmmm, Amel sebenarnya mau nanya hal yang mengganjal buat Amel sekaligus Gavin ma," ucap Amel. Sinta mengkerutkan keningnya heran.
"Apa itu?" Tanya Sinta.
"Mama, kenapa aku bisa nikah dengan Gavin dengan wali Ayah Kelvin. Paldahal, Ayah Kelvin bukan papa kandung ku, terus kemana keberadaanya sekarang? Mama tau?" Tanya Amel. Sinta mengehal nafas lalu menatap Arya.
"Sebenarnya...."
***