Chereads / Allebei / Chapter 4 - Tiga kali sial

Chapter 4 - Tiga kali sial

~•~

Istirahat selesai, masuk pelajaran sejarah. Ku telungkupkan mukaku ke meja. Pelajaran belum mulai dan aku sudah bosan.

"Jadi bapak mau, kalian ringkas hal 4-6, lalu beri tanggapan kalian tentang aksi kepahlawanan ayam jantan itu dan...."

Blablabla, sumpah sangking bosannya ucapan bapak itu mulai blur di otakku. Kupikir, sudah banyak sekali penjelasan bapak itu ku lewatkan dari masuk kelas tadi. Sebelum akhirnya seseorang berhasil menarik perhatian ku.

"Pak, saya tak ada sebangku, gimana ngerjainnya pak?"

Macam kenal suaranya? Itu suara pria yang menggangu istirahatku tadi.

"Ohya, mm, kalau gitu kamu bareng Mikayla saja."

Aku membulatkan mata, what?

Dengan tanpa izin atau aba-aba, pria itu duduk di bangku kosong sebelahku dengan wajah tengilnya, lagi.

"Kayaknya kita emang ditakdirkan jodoh deh." Ucapnya sambil naik-turunkan alisnya.

Aku hanya melengos tak paham dengan keadaan yang tak memihak. Menatap buku dengan perasaan hambar. Dan berusaha memalingkan pikiran itu semua. Bodo amat sama tugas.

"Maaf anak-anak, sepertinya itu bapak jadikan pr saja. Jam bapak sudah habis. Selamat siang."

Oke aku tarik kembali ucapanku barusan. Buku sejarah berganti IPA. Namun aku mulai heran, sebelah ku tak melakukan pergerakan untuk kembali ke asalnya.

"Lo ga balik?" tanyaku.

"Engga," jawabnya santai sambil mengeluarkan buku IPA dari laci. Perasaan tadi dia cuma bawa buku sejarah kesini?

"Gue mau disini. Jarang-jarang gue deket-deket sama jodoh gue."

Oke aku menyesal sudah bertanya.

~•~•~•~

Kreeengg!!!

Dan boom! Seluruh ruang kelas langsung heboh bila mendengar bel pulang sudah berbunyi. Kalian gatau seberapa dongkol aku disamping pria yang tak terdeteksi identitasnya ini.

Untung ada temannya yang mengajaknya keluar kelas duluan. Aku membuang nafas lega.

Aku menatap kerumunan orang yang saling berdesakan untuk keluar kelas itu. Kurasa lebih baik menunggu hingga lenggang daripada ikut di dalamnya. Ada modus tersirat di dalamnya. Berdesakan sedikit, tangan tangan nakal itu meraba kemana saja dengan disengajakan. Cuih!

5 menit sudah cukup untuk menunggu koridor sepi. Setidaknya sejauh mata memandang, koridor tak seramai tadi. Aku berjalan santai sambil melihat-lihat para pria yang sedang bermain basket dan sepakbola di lapangan.

Disana, dekat kantin, ada 3 perempuan sedang berbincang dengan gaya centil. Awalnya tak kupedulikan, meskipun dandanan menor mereka sedikit mengganggu penglihatan. Tapi makin dekat, mereka terlihat memandangku dengan tatapan rendahan dan tertawa kecil.

"Oh jadi dia yang lagi digebet my baby Abun yah? Dih kampungan banget deh."

"Liat tuh, stylenya dia gak matching banget ya ampun! Baju pink, kaus kaki cream, sepatu vans hitam gils! Tas hijau lumut, aneh banget gak sih??"

Aku bukan menguping, tapi suara mereka terdengar gema di sepanjang koridor. Suara mereka sepertinya dikencangkan dan aku mulai tersinggung. Deskripsi orang yang style nya gak matching seperti yang mereka bilang, adalah properti yang ku gunakan sekarang.

Sambil berjalan, aku mengambil handphone ku hendak memberi pesan pada Mackie. Setidaknya agar aku tak terlihat seperti terusik dengan keberadaan mereka.

Gw udah pulang. Jemput gw bang. -Send.

"Woy!!" teriak salah satu dari mereka. Oya lupa, mereka sekarang ada di belakangku.

Langkah ku terhenti, melirik sedikit lalu berjalan lagi. Tak peduli, aku tak merasa terpanggil. Namun beberepa detik kemudian, sebuah tangan dengan kasar menarik pundakku agaar aku berbalik.

"Kalau gue manggil, nyahut njing! Pelakor dasar!" bentaknya sambil mendorong pundakku dengan kasar. Emosi dengan tingkahnya, aku hanya menatap matanya tajam. Bukannya tak bisa marah, aku malas meladeni cewek style tomboy gaya tante girang ini.

Seorang lagi datang mendekat ke arahku. Perempuan dengan baju ketat dengan warna seragam yang seragam dengan sepatunya. Kuku merah dengan sedikit makeup. Sebenarnya bagaimana peraturan di sekolah ini?

"Jauhi Abun!" ucapnya tajam tepat di depan mataku.

Aku menurunkan alisku tanda tak paham. "Siapa Abun?"

"Gausah bego! Lo deket sama Abun!" bentaknya lagi.

"Siapa, Abun." Nadaku mulai merendah. Emosiku mulai terpancing.

"Cowok gue! Dia yang sebangku lo! Dia yang makan berdua sama lo di kelas lo! Dia yang deket-deket sama lo! Puas?!" Suaranya naik tiga oktaf.

"Trus? Gue mesti peduli?"

"Cewek ini!!--"

Reflek aku menunduk saat tangannya hendak menampar. Tiga detik kutunggu, tangannya tak sampai-sampai di pipiku. Aku mendongak saat perempuan itu meringis kesakitan.

"Bun! Tangan gue Bun lepasin! Sakit loh!!"

Pria ini lagi, pikirku. Namanya ternyata Abun.

"Jauhi Mikay, atau tangan lo gue puter." ancamnya. Perempuan itu menarik paksa tangannya hingga lepas dari cengkraman Abun, lalu mengode pada teman-temannya untuk pergi.

Abun menoleh padaku. Dengan tatapan yang aneh dia menatapku dari atas hingga bawah.

"Lo gapapa kan Kay?" tanya nya dengan nada khawatir.

"Engga," sahutku. "Makasih."

Dia berdehem. Aku mengangguk singkat lalu berbalik untuk pulang. Dan, Abun mengikutiku.

"Lo gak pulang?" tanyaku basa-basi.

"Belum. Gue pulang jam 4 ada latihan basket. Lo?"

"Dijemput abang."

"Gue anterin sampe gerbang yah." tawarnya. Aku mengangguk. Toh tak masalah.

"Jadi, nama lo Abun?" Dia tersenyum lebar menatapku. "Kok senyum?"

"Iya, nama gue Abun." jawabnya.

"kok gak kasih tau?" tanyaku heran.

"Lo kan gak nanya."

Ohiya yah, aku kan gak nanya. Ah gak penting lagian. Ada halte dekat gerbang sekolah. Aku memutuskan menunggu Mackie disana. Soalnya keberadaannya belum terlihat. Aku duduk di kursi tunggu, dan Abun bersandar di tiang.

"Itu tadi, namanya Eryn. Dia itu temen SMP gue. Emang sih gue ganteng, tapi keanya si Eryn suka gue, kayak gak wajar. Jijik gue nengok tingkahnya dia." Abun bercerita tentang perempuan tadi.

"Gue jijik denger lo ngaku-ngaku ganteng." sahutku tanpa melihat ke arahnya.

Abun tertawa. "Yakali gue cantik. Gak mungkinlah. Yang cantik itu elo soalnya."

Aku menoleh tanpa bicara. Menatapnya dengan pandangan sinis membuatnya berhenti senyum. Dia lagi ngebacod kayaknya. Abun menggaruk tengkuknya dengan tatapan asal. "Yah, salah gombal deh gue." gumamnya.

Aku menggeleng. Ku tatap arloji silver yang melingkar di tanganku. 15 menit telah berlalu. Cepat sekali, pikirku.

"Lama banget sih." aku mendumel.

"Hah?" sahut Abun. Aku mengeleng. "Coba cek hp lu. Siapa tau ada chat?"

Aku yang menurut atau tanganku yang reflek entahlah. Aku melotot melihat pesan yang dikirim Mackie 5 menit yang lalu.

Maap dek, gw pulang malem. Lo dijemput Millo ya. Gw udah kontak dia buat jemput lo.

Yakali Millo selama itu datangnya? Lama banget ih! Aku mengedarkan tatapanku hendak mencari keberadaan Millo.

"Ada apa Kay?" tanya Abun.

"Gue dijemput abang gue yang kedua."

"Lo punya berapa abang?" tanyanya lagi.

"Dua."

"Sialan." gumamnya.

Suara klakson mobil mengejutkan kami. Kaca pintu diturunkan dan muncullah Millo dengan kacamata gelapnya. Menggerakkan kepalanya menyuruhku masuk. Aku langsung membuka pintunya. "Gue duluan ya Bun."

Tanpa menunggu Abun menjawab, aku langsung tutup pintu. Millo langsung tancap gas meninggalkan sekolah.

"Kok lo lama?" tanyaku pada Millo tanpa menoleh.

"Lama? Waktu Mackie nge-wa gue, gue langsung pergi cok!" jawab MIllo sedikit sewot.

"Trus kok gak muncul-muncul daritadi?" Aku menatap heran padanya.

"Ya, gue pengen liat-liat dulu, itu cowok yang pdkt ama lo bagus atau enggak."

"Enggak ada yang lagi pdkt-an." sahutku tegas.

"Yang udah vakum cinta-cintaan gausah sok enggak-enggak. Lo kayak gak kenal gue aja. Lagian lo, baru masuk sekolah aja udah langsung pacaran. Gue kasi tau papa nanti--AUW SAKIT SAT!!!"

Millo meringis mengusap kepalanya yang aku lepak. Makin banyak dia bicara, makin ngelantur. "Enggak ada yang pacaran."

"Ya gausah mukul-mukul juga laknat! Gue sumpahin gak ada yang mau sama lo kalau kasar gini."

Aku bersender di kursiku sambil melipat tangan sambil merenung. Mungkin ada bagusnya Millo yang menjemputku. Aku tau dia tak serius dengan ucapannya. Tapi bayangkan kalau Mackie yang jemput, lalu dia akan melihatku berdua dengan Abun. Pasti dia akan marah dan menceramahiku, plus pengaduan ke mama.

Ini udah yang ke sekian kali aku dapat sial hari ini.

~~~