Chereads / Allebei / Chapter 6 - Teman?

Chapter 6 - Teman?

~•~•~•~

Mikay

"Mikay!! Cepetan!" teriak Mackie dari pintu depan.

"Bentar!" sahutku membereskan piring-piring yang baru selesai ku cuci.

Setelah siap, aku langsung memakai sepatu dengan asal, mengambil tas buru-buru menyusul Mackie yang baru mengeluarkan mobil dari garasi.

"Telat berapa lama gue?" tanya ku masih dengan nafas memburu saat sudah di dalam mobil.

Mackie menatap arlojinya. "1 menit."

"Aku mencium bau-bau sotoy disini." aku memicingkan mata. Mackie hanya tertawa.

"Ada yang ketinggalan gak?" tanya nya memastikan.

"Engga."

"Cek lagi. Abang males balik ke rumah lagi nanti."

Aku melengos sambil membuka tasku. Setelah ku cek, lengkap. Eh enggak sih, aku ngerasa ada yang kurang.

"Hari ini ada pelajaran apa?" tanya Mackie.

"IPA, Bindo, PJOK---"

"Bawa baju olahraga?"

"OHYA LUPA!" aku menampar jidatku langsung buru-buru masuk ke rumah lagi. Tak butuh waktu lama, aku langsung kembali ke mobil. Dan Mackie menatap ku sambil menggeleng kepala.

"Kebiasaan."

~•~•~•~

Apel pagi. Aku mengambil barisan agak di belakang. Sambil mendengar Bapak Kepsek menyampaikan beberapa pengumuman.

"Jadi anak-anak, club ekskul sekolah kita kembali di buka. Untuk siswa kelas 10, salah satu kakak OSIS akan mengajak kalian berkeliling untuk memperkenalkan club sekolah kita saat jam pelajaran ke-4. Sementara untuk siswa kelas 11, kalian bisa menetap di ekskul yang kalian ikuti tahun lalu, atau berpindah juga gapapa. Dan..."

Blablabla....Aku mendengus bosan. Tenggorokan bapak itu gak kering apa ngomong terus? Bosan aku loh.

Matahari bersinar makin terik membuatku kehausan dadakan. Menoleh kesana kemari untuk menghilangkan rasa bosan, mataku malah menangkap Abun sedang tersenyum lebar menatapku dari barisan ujung.

Abun mulu perasaan.

~•~•~•~

"Kay, Lo sama gue oke." Ujar Abun sambil mengambil bangku kosong disamping ku.

"Buat?" Tanyaku tanpa menoleh. Aku masih sibuk menghabiskan novel yang kubaca ini.

"Pas pengenalan club," sahutnya. "Club sekolah kita ini, ada OSIS, teater, SME club, astrologi, olahraga. Lo mau ikut yang mana?" Tanya nya udah seperti salesman.

"Gatau," Jawabku cuek. "SME apaan?"

"Science, math,english."

Aku membulatkan mulut tanda paham. "Gatau juga gue. Nanti tengok-tengok aja dulu."

"Sip."

Hening. Aku masih sibuk dengan novelku dan Abun tak terlihat melakukan pergerakan. "Lo masih disini?"

"Gue bosan disana. Tapi kalau sama Lo gue betah."

Aku menatapnya datar membuatnya bungkam seketika. Beberapa saat kemudian, seorang pria berteriak dari depan pintu.

"Bu Rika datang!"

Whush! Semua mahluk disini kembali ke asalnya. Seketika suasana kelas menjadi hening, buktinya suara detik jam seolah-olah berteriak. Suara sepatu heels semakin mendekat memunculkan Bu Rika dengan gaya killer nya.

"Selamat pagi." Sapa ibu itu tak ada manis-manisnya.

"Pagi bu." Jawab kami serempak. Aku baru sadar hanya Abun yang tak kembali ke asalnya.

"Hari ini kita belajar tentang struktur buku fiksi. Belajar sama ibu itu mudah. Kami menghargai saya, saya berlaku yang sama. Kalian berisik, segera kosong kan bangku kalian dan pindah ke luar kelas."

Senyap. Tak bersuara. Hampa.

"Tugasnya adalah, membedah isi buku novel. Saya akan membagi kelompok, 5 orang dari setiap absen. Setiap ketua kelompok yang akan mengambil satu buku novel dari buku perpus."

Dan masih banyak lagi yang dijelaskan Bu Rika. Singkatnya, tempat duduk semua telah berganti sesuai kelompok masing-masing. Untung kelompok ku perempuan semua.

"Jadi, sambil kenalan ajalah yah! Gue Nayla." Ujar perempuan berambut panjang ikat setengah ini.

"Gue Ketlyn." Sahut yang lain.

"Gue Lyona."

"Dan satu lagi?" Ujar Nayla memanjangkan nada suaranya.

Aku menoleh melihat mereka menatapku sambil menunggu. "Mikay."

"Lo jadi ketua." ucap Lyona dengan enteng.

"What?!" aku terperanjat kaget.

"Becanda."

Muka nya Lyona adem ayem gitu kok minta di tonjok ya? Yah walaupun begitu, ujung-ujungnya aku juga yang dipilih Bu Rika jadi ketua.

Singkatnya, sejak adanya kelompok itu, aku mulai memiliki teman selain Abun, dan Meta.

~•~•~•~

"Semua dalam posisi pemanasan! Prittt!!!"

Semua murid menutup telinganya saat Pak Valdes meniup peluit untuk yang ke sekian kalinya. Keenakan bapak ini.

"Hitung!" Teriak Pak Valdes sudah siap dengan posisi pemanasan.

Pemanasan di mulai dan aku sudah gerah. Matahari semakin terik, dan dengan kejamnya, Pak Valdes membiarkan kami berlari 4 kali putaran di lapangan basket.

"Udah pak!...Capek!!" Nafas Ketlyn tersengal-sengal saat berhenti di putaran kedua.

"Bapak ini! Tak-ber-pe-ri-ke-ma-nu-sia-an!" sambung Raka menirukan gaya bicara Upin Ipin. Raka berhenti tepat di samping Ketlyn. Aku mulai memperhatikan sesuatu yang aneh.

"Ada modus tersirat di dalamnya!" bisik Abun seolah tau isi pikiran ku.

Aku menatap Abun jengkel. "Lo gak bosan apa nempelin gue mulu?"

"Enggak tuh, asik malah." ujarnya santai sambil tersenyum lebar. Aku memutar bola mataku malas.

"Halah kalian ini manja banget!" bentak Pak Valdes. "Biar kalian tau, dulu waktu SMA, bapak disuruh keliling lapangan 10 putaran, gak sampe kayak kalian tuh lebay nya!"

"Emang lapangannya segede ini pak?" tanya si ketua kelas gak tau namanya.

"Enggak sih."

"YEEE! SI BAPAK HUH!!!" Kami bersorak tak terima.

Prittt!!!!!!!!!!

Semua bungkam dan menatap Pak Valdes dengan tak suka. Pak Valdes menatap balik sambil melotot. "APA?! GA SUKA?! BAPAK SIH OWH AJA YAH!"

Aku geleng-geleng kepala. Sejak kapan ada guru model kayak gini yah? Ajaib.

~•~•~•~

Aku terduduk di pinggir lapangan. Sibuk menetralkan jantungku yang gak sehat. Bayangkan, 3 kali main basket, 3 kali juga bolanya ku buat keluar lapangan! Udah lapangannya gede, harus lari-lari kesana kemari. Rasanya jantung ku mau melorot.

Aku menatap yang cowok-cowok lagi main basket. Sekarang gantian, tadi yang wanita dulu abis itu pria. Lagi asik nonton mereka main basket, seseorang menepuk keras pundakku.

"Woy! Sendirian aja?" ujar Nayla langsung duduk di dekatku. Diikuti Lyona dan Ketlyn bersamanya.

"Gak. Tadi lagi sama temen." jawabku malas. Udah tau sendiri, masih di tanya lagi.

Mereka terdiam. "Serius Kay?" tanya Ketlyn dengan nada takut.

"Kalian anggap serius?" tanyaku heran menatap mereka satu persatu.

"Lah emang becanda?"

"Ya iyalah."

Mereka membuang nafas lega. Dasar otak dangkal. Aku memilih menonton lagi.

"Muka sama ekspresi lo rada horor, Kay. Makanya bingung bedain Lo becanda atau serius."

Gue sih owh aja yah, batinku. Ku pilih tak menghiraukan mereka yang sibuk berbincang.

"Liatin Abun teros!!" sewot Ketlyn berhasil membuatku menoleh.

"Siapa yang liatin Abun?" Ujarku.

"Ya elo lah!" Sambung nya.

"Gak ada yang liatin Abun. Gue liatin mereka lagi main. Kebetulan aja ada Abun disitu." jelasku dengan nada datar.

Setelah itu aku tak mendengar mereka berbicara lagi. Saat ku perhatikan, mereka rupanya juga menonton mereka yang lagi main basket.

"Gue akui Abun itu ganteng," ujar Lyona. "Wajar sih Eryn suka sama dia."

"Yang gak wajar itu, cara si Eryn yang lebay nauzubillah itu!" sambung Nayla.

"Kok kalian jadi bahas Abun sih?" tanyaku heran.

"Karena Abun suka sama Lo lah."

Aku mengernyit heran. "Dih ngaco."

"Lo yang sok bego. Udah kentara banget si Abun suka sama lo." cibir Lyona.

"Trus gue mesti peduli?" tanyaku cuek.

"Dih aneh lo Kay." ketus Ketlyn.

"Bodo. Gue gak ngerti suka-suka dan gue gamau tau."

"BACOD!" Teriak mereka di depan mataku.

Aku memanjang bibirku tanda tak suka. Dan saat melihat ke lapangan, mataku bertubrukan dengan Abun yang sedang mengejar bola. Tiba-tiba dia berhenti, menatapku, dan menaik-turunkan alisnya padamu.

Aku memutar bola mata malas dan hitungan detik, sebuah bola mendarat mengenai kepalanya. Abun berteriak marah dan kesakitan.

Mampus.