~•~
Baru beberapa langkah aku berjalan, seseorang sudah menepuk pundakku. Aku tak mengenalnya. Tapi dia tersenyum seolah-olah aku teman lamanya.
"Hai Mikay." sapa gadis berkepang satu ini.
"Mm, hai? Kok lo tau nama gue?" tanyaku heran.
"Gue Meta, sekelas lo waktu SMP."
Apa aku tak salah dengar? Sekelasku? Bahkan melihat wajahnya saja aku merasa tak pernah.
"Sekelas?" tanyaku heran.
Dia mendengus. "Jelas lo gak kenal gue. Cewek dingin gitu. Bahkan gue berani bertaruh kalau lo gak inget siapa sebangku lo."
Reflek tanganku meraba tengkukku. Mungkin yang dikatakannya itu benar. Tapi aku bukan cewek dingin.
Setidaknya menurutku. Aku bukannya sulit berteman. Dulu sebelum masuk kelas sembilan, aku punya banyak teman, dan satu geng. Namanya BIG Circle. Yah, mungkin hanya bertahan setahun. Dengan alasan yang sampai sekarang tak kutau mengapa, grup itu bubar dan memusuhi ku.
Tenang, kalian tidak salah baca dan aku tidak typo. Setengah dari mereka memusuhiku. Sejak saat itu, aku kurang mempercayai siapapun untuk kujadikan benar-benar teman. Ya, mereka malah mengira aku sombong atau dingin.
Oke skip, gak penting.
"Udah dipanggil tuh. Yok Kay!"
Meta menarikku ke lapangan tengah. Sepertinya anak ini harus diajari sopan santun.
~•~•~•~
Oke sejujurnya aku malas menceritakan seluruh kejadian selama MFLS 3 hari berlaku. Satu kesanku. Membosankan.
Kakak OSIS dengan berbagai variasi manusia. Sok galak, bossy, sok cantik, genit, etc. Yang paling tidak mengenakkan, selalu aku yang disorot.
Pertama, saat ada game yang entah apa namanya itu. Pokoknya kalau spidolnya di lempar, semua murid harus tepuk tangan. Aku hanya diam dibelakang menatap mereka yang degdegan melihat spidol itu. Awalnya aku mencibir mereka dalam hati. Sebelum akhirnya aku tau mengapa mereka sampai segitunya.
"Siapa nama kamu?!" Suara dia yang tak kukenal membentak setelah aku dipaksa kedepan.
"Mikay."
"Gak sopan ya sama kakak kelas! Udah gak turut permainan!"
Rasanya mau muntah mendengar ucapannya. Terpaksa aku jalan jongkok mengelilingi semua orang.
Kedua, acara QnA antara Ketua OSIS dan siswa baru yang dipilihnya. Sialnya, aku yang terpilih.
"Siapa nama kamu?" Suaranya lebih lembut daripada yang tadi.
"Mikay."
"Yang sopan. Pakai 'kak'."
Aku melengos. "Mikay 'kak'."
"Alumni SMP mana?"
"Tunas Mekar."
"Anak keberapa dari ke berapa?"
"Anak ke-3 dari 4."
"Oke balik."
See? Apa gak gondok orang dibuat?
~•~•~•~
Hari Kamis setelah MPLS. Kegiatan belajar mengajar mulai berlangsung. Baru berjalan memasuki koridor, seseorang menepuk pundakku, lagi.
"Mikay," panggil Meta.
"Hm."
"Lo dikelas mana?" tanyanya sambil menyejajarkan langkahku.
"IPA 1."
"Wuih, paten emang otak lu." pujinya.
Kemudian aku diam. Menurutmu setelah dia berbicara seperti itu, apa yang mesti kubalas?
"Mm yaudah aku ke kelas dulu." Dan dia langsung pergi.
Ruang kelas 10 IPA ada di lantai dua. Dan tangga ada di ujung jalan dari koridor yang kulewati.
Setiap koridor memiliki urutan ruangan dari ruang 1-7, kecuali ruang guru dan kepala sekolah juga TU.
Lewat ruang 1, aku sedikit kagum. Kelasnya tenang tanpa guru. Semua menunduk pada buku masing-masing.
Ruang 2 hampir sama, sedikit dari mereka sepertinya pembuat rusuh.
Ruang 3 mulai berubah. Fifty fifty.
Ruang 4 mulai amburadul. Ruang 5 makin heboh. Makin ke ujung makin gak guna. Ckckck....
Saat tangga mulai terlihat, kupercepat langkahku. Dan seseorang menubrukku. Lihat siapa yang menubruk ku? Pria dengan seragam rapi, rambut cepak, berkacamata kotak dengan mata hijau kelam. Ternyata masih ada cowok culun disini. Tapi dia terlalu tampan untuk disebut nerd.
"Mm, sory gue buru-buru."
Aku belum sempat berucap dan dia sudah pergi. Seperti kisahku pada dia yang ku harapkan dulu. Oke skip.
Bodo amat dong. Aku langsung pergi cepat ke kelas.
~•~•~•~
Anggap saja perkenalan sudah dilakukan dan pembelajaran sudah dimulai. Pelajaran pertama ada bahasa inggris. Dan sedikit konyol, cara guru ini mengajar seperti menjelaskan kepada anak SMP. Dan lebih konyol lagi, teman-teman sekelasku.
"Oke anak-anak, materi kita hari ini tentang how to. Ada yang paham maksudnya?" Bu Cello memulai kelasnya.
Seorang perempuan tunjuk tangan dengan semangat. "Kita belajar tentang teks prosedur."
"Bagus, Nayla. Pinter," puji guru itu. "Contoh-contoh nya seperti yang bisa kita liat seperti, how to make a cake, how to use something, ada lagi?"
"How to make baby?"
"How to catch the future wife?"
"And how to--"
"SUDAH SUDAH! APA-APAAN KALIAN INI?!" bentak Bu Cello membuat sekelas bungkam.
Detik selanjutnya Bu Cello tertawa keras. Diikuti sekelas.
Entah berapa banyak lagi 'Milo' yang akan kutemui setelah ini.
~•~•~•~
Teng teng teng.
Bunyi bel yang tak berhenti memaksa seluruh warga sekolah untuk berhenti senyap dan kembali rusuh untuk mengisi perut kosong.
Kegaduhan dari setiap kelas mulai sahut-sahutan. Tak tertinggal kelasku.
Aku malas ke kantin. Mejanya pasti penuh, dan aku tak tau akan duduk dimana. Kupikir, selama tak ada larangan makan dikelas, kenapa harus ke kantin?
Aku membuka kotak bekal yang disiapkan Mama tadi pagi. Aku makan dengan hening. Aku suka suasana ini.
Greek!
Aku tertegun. Barusan suara gesekan kursi belakang. Eh, aku duduk paling belakang. Jadi belakang yang mana lagi?
Aku menunduk ingin melihat sesuatu atau seseorang, yang mungkin ada dibawah kursiku.
Pelan..
Pelan..
Dan kosong.
Aku menoleh ke kiri, kosong. Lalu ke kanan...
Seseorang mendengkur lembut menghadap tembok. Dia pasti cowok. Dan aku tak bisa membiarkan nya tertidur disitu, karena itu berarti kami berdua di kelas.
Dan untuk menghindari isu-isu yang akan datang tak jelas, aku beranjak dari kursi dan mendekat kepadanya. Buat bangunin dia tentu saja.
"Mm, hey... Hey!" Aku menggoyang tubuhnya. Bukannya bangun, dia malah mutar balik menghadapku dengan dengkuran pelan nya.
Ide jelek muncul diotakku. Entah kenapa cepat sekali aku merespon.
"WOI BANGUN WOY! GURU BK DATANG BAWA GUNTING!!!"
"HA??--- ADOY!!!!!"
Harusnya aku tertawa terbahak-bahak melihat si cowok ini meringis kesakitan karena kepalanya terbentur kursi. Tapi rasanya bodoh sekali. Apa dia lupa dia tidur dibawah kursi?
"WOY JINGAN! KAMPRET LO YA!" Cowok itu keluar dari kolong kursi masih dengan mengusap-usap dahinya yang membiru.
"Mm, sakit ya?" Aku mendekat hendak memeriksa seberapa parah memar di dahinya.
Aku meniup pelan dahinya. Beberapa saat aku baru sadar kalau dia mematung. Aku mundur sedikit ingin melihat wajahnya yang, tegang.
"Mm, hey? Kok ngelamun?" Aku bertanya pelan.
Sikapnya seolah-olah baru sadar dari alam mimpi. Perasaanku rada gak enak gitu.
"Eh iya maaf. Sakit banget." Dia meringis kesakitan. Dan terlihat dibuat-buat.
"Beneran?" tanyaku tak yakin.
"Udah mendingan. Thanks ya."
Aku berdehem sebagai jawaban. Aku kembali duduk ke tempat dudukku dan melanjutkan makanku yang sempat terjeda.
Makan sesuap, dan pria itu mengambil tempat duduk disampingku. Malas meladeni, kupilih untuk menghiraukan nya.
"Kok gak ke kantin?" tanya nya.
"Males." jawabku tanpa menoleh.
"Kenapa?"
"Gada temen."
"Sama gue aja mau ga?" tawarnya.
"Engga." jawabku tanpa berpikir. Aku memang tak ingin ke kantin. Aku malas bertemu banyak orang.
"Padahal gue laper loh Mikayla..." cetusnya terdengar seperti rengekan.
"Ya sanalah." nadaku mulai terdengar ketus.
"Gue maunya ditemenin Lo."
Aku mematung. Menoleh kearahnya yang tersenyum tengil padaku.
"Gue mau ditemenin sama bidadariku."
Sejak saat itu hidupku disini mulai tak tenang.