Chereads / Mutatio (Mutasi) / Chapter 23 - Transaksi

Chapter 23 - Transaksi

Muri sedang duduk di cafe yang sepi seorang diri sambil minum kopi, sambil membuat catatan tentang perburuan mahluk serigala jadi-jadian dari Gudang B Cikarang, karena lelah ia mengalihkan pandangannya dari buku catatan ke hal lainnya, ia melihat pasangan yang sedang asik ngobrol yang duduk satu meja di depannya. Yang wanita berambut panjang lurus sebahu dengan gaya berpakaian yang terlalu berani mengenakan rok pendek yang saat wanita itu duduk dari tempat Muri duduk, Muri bisa melihat semuanya, dari lutut, kemudian paha, dan lainnya ..

"Kaulah jiwa dalam ragaku ... " terdengar suara dari meja pasangan itu.

"Masa sih? hehehe .."

"Kaulah cahaya dalam hidupku .."

"Hehehe ..."

Mata si wanita tiba-tiba melihat ke arah mata Muri yang memperhatikan mereka berdua sejak tadi.

"Kita pergi sekarang beb?" kata si wanita.

"Kenapa beb, kopinya belum abis."

"Ada pria aneh yang terus melihat kearahku."

Si Pria menoleh kebelakang dan melihat wajah Muri yang tiba-tiba menunduk.

"Biar kuberi pelajaran dia..."

"Jangan beb, kita pergi aja ya? ya beb ya."

Mereka berdua bangkit dari kursi sementara si pria masih terus melihat kearah Muri sambil tersenyum sinis.

"Dasar pasangan tolol, pacaran di tempat umum." gumam Muri pelan.

Drrrttt ... drrrrtttt . . HP Muri bergetar.

"Ya hallo.." jawab Muri di sambungan HPnya.

"Ini aditya, polisi."

"Ya, anak buahnya Detektif Heron kan?"

"Sssttt jangan bawa-bawa nama Pak Heron."

Aditya salah satu anggota Tim Detektif Heron, detektif kepolisian yang menangani kasus pembunuhan-pembunuhan brutal yang diperkirakan melibatkan mahluk serigala jadi-jadian. Aditya menjalin kerja sama dengan Muri saat mereka bertemu di gudang B saat kasus kematian dua orang satpam secara mengerikan di lokasi gudang B. Aditya memanfaatkan akses Muri sebagai wartawan untuk mengangkat karirnya sementara Muri memanfaatkan Aditya untuk akses ke hasil penyelidikan kepolisian mengenai kasus gudang B untuk ditulisnya dalam kolum berita, keduanya saling memanfaatkan, keduanya mirip benalu yang menempel di pohon sawo untuk sekedar menumpang hidup, dua mahluk tidak berguna yang mencoba bertahan dalam kerasnya hidup.

"Kemana aja bang baru ada kabarnya lagi."

"Maaf agak sibuk hari-hari belakangan ini."

"Tau lah orang sibuk." Muri meraih cangkir kopinya dengan tangan kiri.

"Aku ada info penting."

"Info apa?"

"Tentang Dilman."

Kopi yang diminum Muri tumpah ke bajunya.

"Aw ! aw ! panas ! panas !"

"Muri? muri? kenapa kau?"

"Gak apa-apa lanjutin infonya tadi tentang Dilman."

"Tapi janji ini rahasia."

"Janji."

"Jangan sampai pak Heron tahu."

"Pasti."

"Dan kalau Dilman dan mahluk serigala jadi-jadian itu kita temukan, namaku akan ditulis di koran kan?"

"Katanya jangan sampai Pak Heron tahu?"

"Kalau kasusnya sudah selesai gak apa-apa namaku ditulis di koran."

"Oke."

"Yakin? gak kan bohong?"

"Sumpah!"

"Oke, Dilman ada di Banten."

"Tahu darimana?"

"Laporan dari polisi lalu lintas di Banten."

"Bagus ! bagus !" Muri memasukan buku catatan dan berkas-berkas yang sejak tadi ada di meja ke dalam tas dengan tangan kiri.

"Sebutkan nama lengkapmu."

"Untuk apa?"

"Kau mau masuk berita di koran tidak?"

"Oh iya .. iya .. Aditya Bramastya."

Muri kemudian berjalan ke meja kasir untuk membayar kopinya.

"Aku eja ya biar gak salah .. A .. D .. I .."

"Berapa mbak?" tanya Muri pada petugas kasir yang berwajah manis itu.

"Kopi aja ya?"

"T .. Y .. A . . pakai huruf Y ya bukan I " suara itu masih terdengar di HP Muri.

"Ya, cappuccino."

"B .. R ... A ..M .. woy dengerin gak?"

"Sebentar ya mas..."

"Iya bawel !"

"Apa mas?" tanya petugas kasir dengan kening berkerut.

"Bukan mbak, temen saya yang bawel hehe .."