"Kau ingin tahu dimana Dilman?" kata Ira pada Muri, sambil ia memegangi keningnya yang terasa pusing.
"Ya, dimana dia?"
"Dia dekat." kata Ira menjatuhkan puntung rokoknya, kemudian menginjaknya.
Dengan marah Heron memeriksa HP Aditya, ada satu nomer panggilan yang tidak diberi nama oleh Aditya yang dihubungi Aditya saat bersamaan dengan hasil lab sample darah dan air liur di gudang cikarang keluar dari laboratorium Polisi, Heron menyerahkan HP Aditya pada Norman anggota timnya yang bertugas pada bagian telekomunikasi.
"Lacak sinyal nomer telepon ini." kata Heron.
Heron kemudian berbalik pada meja Aditya.
"Jika kau terbukti berkhianat pada tim, kau akan dimutasi ke daerah konflik." kata Heron kesal. Aditya hanya menunduk, ia tidak berani beradu pandangan dengan bosnya di tim penyidik itu.
Arrggghhhhh ..!!!
Dilman masih mengerang kesakitan seorang diri di dalam hutan karena keracunan oleh gigitan ular kobra. Kedua telinga Dilman sudah berubah memanjang, kedua matanya berwarna kekuningan dengan pupil yang menyala bagaikan mata seekor kucing dalam gelap, kedua taringnya juga tumbuh panjang dan tajam, begitu juga dengan kuku-kukunya yang memanjang, namun tidak tumbuh bulu-bulu di kulitnya yang menandai kalau perubahannya menjadi manusia serigala terganggu karena bisa ular cobra ganas yang meracuni seluruh aliran darahnya.
arrrgggggggg !!!! Dilman mengeliat kesakitan seorang diri di tengah hutan yang gelap itu ...
auuuuuuuooooooooo !!!! ....
sementara Muri dengan mengendarai motor maticnya membonceng Ira di belakang untuk menemukan keberadaan Dilman. Ira mengunakan kekuatan telepati yang baru saja di dapatkannya itu untuk melacak keberadaan Dilman.
"Kekiri." kata Ira saat motor tiba di simpang jalan yang gelap dan sepi. Ira bahkan memejamkan kedua matanya, ia mengandalkan getaran yang di pancarkan tubuh Dilman yang merambat di udara untuk di ikuti Ira.
sampai tiba di pinggiran hutan dimana jalan mulai curam menanjak, maka Muri memarkirkan motornya, perjalanan selanjutnya ke dalam hutan harus mereka tempuh dengan berjalan kaki.
"Ia berada disini." kata Ira sambil berdiri di tepi hutan dengan kedua mata terpejam, dengan kedua tangan di rentangkan, sementara Muri sedang sibuk mencari lampu senter di jok motornya.
"Aku bisa merasakan kehadirannya, ia kesakitan, sangat kesakitan ..." kata Ira. Keduanya kemudian mulai memasuki hutan di kawasan Banten itu dengan di pandu cahaya lampu senter sebagai penerang jalan, hutan itu gelap dan memiliki semak-semak tinggi yang lebat sehingga tidak mudah menerobos dan memasukinya. "Apa yang akan kau lakukan jika kau menemui Dilman?" tanya Ira yang berjalan di belakang, sementara Muri memimpin jalan di depan.
"Kita akan menyerahkannya pada polisi."
"Dilman orang baik, kenapa harus diserahkan pada polisi."
Muri memutar tubuhnya untuk melihat wajah Ira.
"Dilman mungkin orang baik, tapi mahluk itu yang berada di dalam tubuhnya telah membunuh banyak orang ! ia harus segera di tangkap."
"Apa polisi akan memperlakukan Dilman dengan baik?"
"Ya."
"Darimana kau bisa tahu?"
"Kau bisa melacak keberadaan Dilman, bagaimana kau bisa melakukannya?"
"Aku hanya tahu saja."
"Kau bisa merasakan keberadaan Dilman dari kejauhan?"
"Ya."
"Seperti telepati dan semacamnya?"
"Mungkin."
"Darimana kau memiliki kemampuan telepati itu?"
"Aku tidak tahu."
"Apa kau memiliki kemampuan telepati dari sejak kecil?"
"Tidak."
Muri kembali memimpin jalan di depan sambil ngobrol dengan Ira yang berjalan di belakangnya.
"Berarti kemampuan telepati itu baru saja kau dapatkan?"
"Ya."
"Menurutmu apa penyebab kau memiliki kemampuan telepati secara mendadak?"
"Tidak tahu." jawab Ira singkat tapi dalam pikirannya Ira membayangkan kejadian malam itu di mobilnya bersama Dilman, Ira mulai berpikir apakah hubungan singkat antara Dilman dan dirinya pada malam itu menyebabkan dirinya bisa melakukan hubungan telepati dengan Dilman, lalu bagaimana jika karena hubungan itu Dilman juga mewarisi pada Ira kutukanya yang bisa berubah menjadi manusia serigala? Ira merinding membayangkan hal ini, Ira tidak mau berubah menjadi manusia serigala.
"Kau dan Dilman baru saling kenal kan?"
"Ya."
"Menurutku biasanya hanya dua orang yang memiliki hubungan khusus yang bisa melakukan hubungan telepati."
Ira tidak menjawab pertanyaan itu, kedua pipinya tampak meronan merah.
"Kau yakin baru mengenal Dilman?"
"Aku memang belum lama mengenalnya."
"Apa kau tidak memiliki hubungan khusus dengannya?"
"Maksudmu?"
"Hmmm .. tidak"
"Dilman bisa berubah menjadi manusia serigala setiap saat, kan?" kata Ira.
"Ya." jawab Muri yang masih berjalan di depan dengan lampu senter sebagai penerang jalan.
"Kau tidak takut?"
"Tidak."
"Kau tidak mempersiapkan senjata?"
Muri berbalik menghadap Ira, ia membuka retsleting jaketnya kemudian memperlihatkan belati komando yang terselip di balik jaketnya. Ira melihat gagang belati itu yang tampak gelap.
"Apa itu bisa membunuh mahluk ganas yang berada di dalam jiwa Dilman?"
"Aku tidak tahu."
"Berarti senjata itu tidak bisa diandalkan."
"Semua mahluk yang bernafas akan mati ditusuk belati ini. " Muri mencabut belati komando miliknya, ujung belati yang tajam itu tampak berkilat-kilat terkena cahaya bulan. "Asal kau menancapkannya di daerah yang tepat, satu tusukan di jantung ! atau satu tusukan dibawah dagu lurus kearah kepala!" Muri melihat belati itu yang berkilat-kilat sambil tersenyum, ia kemudian ia melihat wajah Ira yang pucat. Muri buru-buru menyarungkan kembali belatinya di balik jaket.
"Apa keberadaan Dilman masih jauh?" tanya Muri.
"Dekat, ia berada di tanah lapang di tengah hutan."
sraakk !!! sraaakkk !!! sraaakkk !!! Muri berjalan menerobos semak-semak tinggi.
"Ke arah mana?" tanya Muri saat mereka berdua berada di persimpangan jalan setapak kecil di tengah hutan yang gelap.
"Ke arah pohon tinggi itu."