Chereads / Mutatio (Mutasi) / Chapter 14 - Di Jalan Sepi

Chapter 14 - Di Jalan Sepi

"Uooaaaahhh" Baim mengeliatkan tubuhnya yang terbaring di atas alas kardus bekas di lantai gudang luas itu.

"Uhuk! uhuk! " Murdani terbatuk-batuk, Murdani sedang berdiri sambil merokok di depan pintu gudang yang terbuka lebar, cahaya pagi terlihat masuk melalui pintu gudang.

"Kita selamat." kata Doddy yang berdiri dekat Murdani.

"Ya, kita beruntung tidak mati semalam."

"Kita beruntung gudang ini tidak memiliki jendela sehingga mahluk itu tidak bisa masuk ke dalam gudang." kata Iskandar yang berdiri di belakang.

Sementara itu di luar gudang Pak Yudha dan Alamsyah berdiri di depan pintu kamar mandi yang hancur berantakan, ada satpam yang berbaring tanpa kepala tidak jauh dari pintu dan ceceran darah dimana-mana, potongan kepalanya ditemukan tidak jauh dari kamar mandi, kemudian satu satpam lagi hanya terlihat kedua kakinya menjuntai di atap gudang yang tinggi, dengan jejak darah menetes di tembok.

"Ya Allah, apa yang terjadi." gumam Pak Yudha pucat.

"Dimana Dilman?" kata Alamsyah yang memeriksa ke dalam kamar mandi, ia menemukan kacamata Dilman yang retak di lantai kamar mandi dan juga sepasang sepatu pantopel Dilman yang hancur seolah-olah habis digigit sekumpulan ikan piranha di sungai amazon, kemudian Alamsyah menemukan baju dan celana Dilman yang compang camping di dekat gudang.

Dilman terbangun di tengah hutan yang gelap .."Dimana ini?" Dilman mengusap rambutnya. "Kenapa aku bisa berada disini?" Dilman melihat kesekeliling dan semua yang ia lihat tampak buram seperti melihat dari balik kaca mobil yang berembun.

Dilman bangkit kemudian berjalan sambil meraba-raba di hutan gelap itu, Dilman merasa tubuhnya nyaman sekali, saat melangkahkan kaki ia merasa tubuhnya sangat ringan, saat angin bertiup ia bisa merasakan sangat nyaman dikulitnya. Ia merasa seperti seorang astronot yang sedang berjalan di bulan, langkahnya sangat ringan, dan ia merasa sangat senang. Perasaan aneh yang beberapa hari ini sering ia rasakan.

Dilman menatap ke sekeliling yang ia lihat hanya batang-batang pohon gelap dan rapat, ia tidak melihat jalan keluar. Dilman melihat ke atas ia melihat langit gelap dan bulan purnama.

"Kesini!" terdengar suara wanita diantara batang-batang pohon yang gelap.

"Siapa?"

"Kesini!"

Dilman menoleh ke kiri dan kekanan mencari sumber suara. Karena tidak melihat apapun kecuali batang-batang pohon gelap dan semak-semak maka Dilman kemudian mengikuti suara dari sumber suara dengan mendengarkan melalui telinga.

"Kesini! kesini!" Dilman berjalan ke arah kanan.

"Bukan ke kanan, ke kiri!"

Dilman melangkah ke kiri. Jalan di hutan itu gelap tidak ada sumber cahaya dari manapun kecuali dari cahaya bulan.

"Ya, terus kesini! kesini!"

Dilman terus berjalan menerobos hutan mengikuti sumber suara.

Sraakkk !!! Dilman menyeka ranting pohon yang menghalangi pandangannya dan ... sssssssshhhhhh !!!

Seekor ular berwarna belang hitam-putih mendesis di depan wajah Dilman. Dilman melangkah mundur dan mencari jalan yang lain.

"Kesini! kesini!" suara itu masih terdengar.

sraak !! srakk!! langkah kaki Dilman menerobos semak-semak tinggi.

"Aku disini!" suara itu berasal dari batang pohon di depan Dilman, batang pohon yang hanya lima meter dari hadapannya.

Dilman mengusap-usap kedua matanya, ia melihat sesuatu di batang pohon itu tetapi ia tidak yakin apa itu.

"Ya ini aku." Kata suara dari batang pohon, Dilman melangkah mendekati batang pohon itu dan semakin dekat Dilman terkejut setengah mati melihat wajah menempel di batang pohon.

"Kenapa kau takut melihatku? hahaha ..." wajah yang menempel pada batang pohon itu adalah wajah seorang wanita, wajah itu memiliki sepasang alis yang di kerik, dua buah lubang mata tanpa biji mata, sebuah hidung, sepasang bibir yang tampak kosong tanpa gigi saat wajah itu tertawa terbahak-bahak ..

"Arrrgggggghhhhh !!!" Dilman berteriak, dan tiba-tiba saja Dilman merasa wajahnya dingin karena disiram air, saat Dilman membuka matanya ia sedang berbaring telanjang di bibir pantai dengan setangah badan terendam air laut.

"Uhuk! uhuk!" Dilman terbatuk-batuk menelan air laut yang asin, Dilman bangkit, kemudian berjalan, setiap langkah kakinya meninggalkan jejak di pasir yang lembut, Dilman berjalan sambil mengigil kedinginan ...