Chereads / The Alfa / Chapter 6 - Chapter 5

Chapter 6 - Chapter 5

Semua negara sibuk mempersiapkan pesertanya, beberapa dari mereka merekrut pesertanya dengan serius, sebagian menyiapkan anggota militer yang sudah ada, beberapa mengutus tentara bayaran, ada yang mengutus kriminal yang siap dihukum mati, bahkan ada yang hanya mengirim rakyat sipil biasa.

1 bulan Sebelum keberangkatan

Bus tujuan antah berantah,

Sulawesi Selatan, Indonesia

Max duduk berdampingan dengan Felin, sedangkan Paul entah bagaimana bisa duduk jauh dibelakang mereka.

Beberapa menit sebelumnya

πŸ”΄"Permisi? saya pesan tiga tiket."

"Ini daftar kursi yang tersedia, tiap penumpang duduk berdampingan masing-masing dua orang" jawab penjual karcis cuek dari balik dinding

πŸ”΄"Saya pesan dua tiket yang berdampingan, satunya terserah diletakkan dimana."

Paul mengambil tiket yang berdampingan, menyerahkan tiket sebelahnya kepada Feline, dan tempat duduk yang jauh dibelakang diberikan kepada Max.

Saat Feline sudah naik dan duduk ditempatnya, Max masih melirik kesana kemari mencari tempat duduknya, tapi sebelum mendapatkan tempatnya, Felin sudah menarik tangan Max untuk duduk disebelahnya.

πŸ”Ά"tempat dudukmu disini!!" dengan wajah mengancam.

πŸ”΅"oh yah? oke." jawab Max duduk tanpa rasa bersalah sambil memakan apel ditangannya.

Paul yang baru naik, dan berniat duduk disebelah Felin melihat Max yang sudah duduk ditempatnya menikmati sepotong apel penuh 'bahagia' dimata Paul.

πŸ”΄"minggir gak!!!" Bisik Paul mengancam, dan dengan wajah berkeringat Max memandangi Paul,

πŸ”΅"maaf bos, aku lebih memilih bonyok dari pada mati", Felin yang dari tadi bersandar dijendela bus, tanpa memalingkan wajah, salah satu kepalan tangannya sudah bersiap dirusuk Max. melihat itu dengan terpaksa Paul tersenyum mengancam kearah Max, dengan mata melotot ia terus berjalan kekursi belakang, sambil mengarahkan dua jarinya ke arah Max seakan berkata "aku memperhatikanmu sialan"

πŸ”΅"apa sih?!" balas Max pelan kearah Paul

πŸ”Ά"ssstttttt diem gak, ini saya mau tidur loh" ancam Felin.

πŸ”΅"ohke" jawab Max dengan apel dimulutnya

Max tertidur dengan sangat nyenyak, dan ada Feline yang memeluk tangan serta bersandar dibahunya, sedangkan Paul entah bagaimana bisa ada diluar bus, menatap mereka berdua sambil menggedor-gedor jendela bus sambil berteriak,

πŸ”΄"tidaaaaak!!" teriaknya terbangun, membuat orang seisi bus yang sudah mulai keluar melihatnya kebingungan

πŸ”΄"mimpi apa itu?" pikir paul.

πŸ”Ά"Hei, cepat bangun!" teriak Feline mengetuk jendela bus, tampak Max melambaikan tangannya dari luar jendela bus. Mereka tiba, udara dingin menusuk kulit saat Paul melangkah keluar.

tulisan besar yang tertutup kabut namun masih terlihat jelas, terlihat besar disebuah gerbang "Tanah Toraja", tempat itu bahkan lebih dingin dari pada ac didalam bus.

8 jam perjalanan, kali ini mereka harus mencari mobil lokal, perjalan selanjutnya masih memakan waktu sekitar 40 menit, dan saat tiba, tempat itu bahkan lebih dingin dari pada saat pertama tiba tadi.

mereka tiba ditempat tujuan, waktu telah menunjukkan pukul 6:59 pagi, matahari belum terlihat, dan kabut menutupi pandangan, mereka bahkan tidak tahu apa yang ada disekitar mereka, tapi tak lama kemudian matahari berwarna keemasan terbit dikejauhan, mengusir pergi kabut yang menghalangi pandangan mereka, semua kabut kini bergerak kebawah lembah, dan pemandangan menakjubkan sekarang tercipta didepan mereka, hamparan penuh kabut terlihat bagai lautan berwarna putih dibawah kaki mereka, dan sekeliling mereka pun menjadi lebih jelas, pantulan cahaya dari embun dipepohonan menghasilkan kerlap kerlip cahaya kecil, Paul dan Feline terdiam sejenak, saling memandang seakan paham dengan pikiran satu sama lain, dengan tarikan nafas yang dalam, mereka bersiap untuk berteriak,

πŸ”ΆπŸ”΄ "Wuo...!!! πŸ”΅"NENEEEEEEEKk!!!!" belum sempat berteriak Max sudah berteriak duluan mencari neneknya, memotong kesenangan dua orang dibelakangnya.

Max berkeliling pekarangan mencari jalan masuk, pintu belakang terbuka tanda seseorang sudah keluar sebelumnya, tak lama kemudian tampak nenek Max yang sudah tua muncul dari kebun kecil dibelakang rumah, tersenyum mengenali cucu satu-satunya.

...

Mereka bertiga kini duduk dilantai, sesaat kemudian nenek Max datang setelah membersihkan diri

"Sudah lama kau tidak mengunjungi nenek, apa Max tidak nakal saat bersamamu?", Max mengedipkan mata kearah Paul, namun dengan senyum bahagianya Paul menjawab.

πŸ”΄"Max sering menyusahkanku nek" Paul tersenyum puas

πŸ”Ά"nenek?" pikir Feline didalam hati sambil melirik Paul yg tersenyum tak tahu malu

πŸ”΅"Teman sialan" balas Max didalam hati kepada Paul

πŸ”΄"Tapi dia baik-baik saja, karna makannya TERLALU banyak" tekan Paul sekali lagi masih tersenyum sangat bahagia

πŸ”΅"-_- sudahlah, iklas aja" pikir Max pasrah dalam hati, diikuti tawa

Neneknya,

"andai kau bertemu dengan ayahnya, dia makan lebih banyak saat pertama kali bertemu dengan ibunya Max, saat itu entah datang dari mana dia, terbaring tak berbusana dibelakang rumah"

Mereka semua terdiam sejenak, tau kalau keadaan canggung sang nenek pun membahas hal lain,

"yah ampun siapa gadis cantik ini, dia tampak seumuran dengan Max, apa dia pacarmu Max?",

πŸ”΄πŸ”Ά"BUKAN!!" jawab Paul dan Felin bersamaan,

πŸ”΄"dia anakku Nek" Jawab Paul, Sambil membungkuk, Max yang tadi sedang menyeruput kopi terkaget, kopi yang diminumnya keluar kembali melalui hidung tak percaya apa yang baru saja dilihat dan didengarnya, sedangkan Felin tersenyum sambil mencubit Paul dengan keras.

Max pun membuka suara dan mengatakan

πŸ”΅"tapi wajahnya lebih tua dari wajahmu Paul!" Paul menatap Max dengan wajah serius,

πŸ”΄"Karna itulah dia tidak mau mengakuiku sebagai ayahnya sialan", suara Paul mengecil sambil berusaha tetap tersenyum.

Dari samping Max, hawa dingin kini siap menerkamnya, mata Feline berapi-api penuh dengan kekuatan, dan... dua anak itupun bertengkar didepan Paul yang sedang menyeruput kopinya

πŸ”΄"tidak ada cewek yang suka disebut tua Max" ucap Paul pelan tak melerai mereka berdua, nenek pun ikut tertawa melihat mereka bertiga.

"sudah lama rumah tidak seramai ini, nenek kebelakang dulu yah, mau nyiapin makanan".

πŸ”Ά"aku ikut nek" Feline ikut menyusul sembari bertingkah manis saat berlari dari Paul dan Max.

πŸ”΅"aku tidak pernah terpikir kalau kalian berdua adalah ayah dan anak, hubungan macam apa ini?, aku temanmu, dia anakmu, sekarang aku dan anakmu jadi teman juga, tapi kita bertiga memanggil nenek ku nenek" pikir Max pusing

πŸ”΄"Ngomong-ngomong dimana lampu yang kau maksud Max, dan soal boneka yang kau katakan, lupakan saja."

Max menarik boneka usang seukuran bola pimpong, yang dibungkus dengan kain usang, terlihat seperti boneka hantu dari balik kantong jaketnya,

πŸ”΅"kan sudah ku bilang ini hanya boneka. Tapi seingatku bentuknya seperti gelembung saat kecil, entah kenapa nenekku mengatakan kalau boneka ini adalah hal yang sama."

Max memperhatikan boneka miliknya dengan sedikit bingung sekarang.

πŸ”΄"Jadi dimana lampu yang kau maksud?" kali ini Paul berdiri dan berjalan memperhatikan sekelilingnya, rumah tempat nenek Max tinggal sangat kecil, hampir semua bagian rumah terlihat dari ruang tempat mereka, tidak ada sofa, hanya beberapa kursi kayu yang tampak tua, lantai dari papan kayu serta kain tradisional yang menutupi setiap jendela, tv tabung ukuran kecil, dan lemari kayu tua disudut ruangan.

πŸ”΄"hei Max! jangan bilang lampu itu yang kau maksud? haha..." dengan bercanda Paul menunjuk lampu pijar yang masih menyala dari tadi, Max kemudian tersenyum datar memandangi Paul yang masih tertawa.

"jangan bilang yang kau maksud benar-benar lampu pijar itu?"

πŸ”΅"Yup." jawab Max singkat masih dengan senyum datarnya.

Paul ingin mengahajarnya, namun kemudian Paul tampak kebingungan memandang lampu pijar diatas tiang rumah kayu itu.

πŸ”΄" Itu... benar-benar hanya lampu biasa kan?" komentar Paul terlihat sedikit bingung...

πŸ”Ά"bagian mana yang terlihat seperti Hob?, Apa kau menipu kami lagi?" Felin muncul dari belakang, Hob pun keluar mendengar namanya disebut, berkeliaran disamping Max, Hob melihat lampu yang mereka perhatikan dan tersenyum bahagia sambil mengeluarkan kata "lgy igii" sembari mengitarinya,

πŸ”΄"ngomong-ngomong, dari mana arah kabel lampu ini?" tanya Paul keluar dari konteks

πŸ”΅"Pagi Igy" ucap Max, cahaya didalam lampu tadi berkedip sekali, membuat Paul kaget, tak lama kemudian cahayanya keluar dan terpisah dengan kaca lampu pijar diatas kepala mereka, terlihat plasma cahaya seukuran bola tennis dengan wajah imut lucu terbangun dari tidur didepan mereka.

"Messi?" tanya cahaya itu melihat Max, Feline dan Paul membeku mendengarnya berbicara, nenek yang baru tiba hanya tersenyum, sedangkan Max biasa saja sambil memakan roti panas yang dibawah Feline.

"Messiiii!!!" bola cahaya itu terbang dan menempel dipipi Max, seakan memeluk dengan tangan kecilnya, Feline terdiam mematung melihatnya, Paul terduduk membuka mulutnya tak percaya.

πŸ”΄"itu igy... sifat yang mewakili Cahaya" Paul bangkit kembali dari lantai, menarik kerah baju Max dan menggoyangkan tubuhnya

πŸ”΄"bagaimana bisa kau menjadikannya lampu penerangaaaaaan!!!!" Max tertawa mendengar Paul yang komplain, sementara Igy dan Hob kebingungan melihat mereka berdua bertengkar.

πŸ”΅"Nenek yang, melakukannyaaaa, bukan, akuuuu" Max berusaha menjelaskan meski tubuhnya tergoncang.

"orang-orang tidak akan sadar saat melihatnya, karna tubuhnya selalu bercahaya, sangat sulit tau untuk menyembunyikannya, tubuhnya selalu bercahaya cih" jawab Max ketus setelah melepaskan diri

"kalian datang untuk melihat mereka?" tanya nenek sambil mengambil boneka yang tergantung di saku Max,

πŸ”΄πŸ”Ά"mereka?" jawab Paul dan Felin kebingungan.

nenek kemudian membuka jahitan dan kain penutup boneka milik Max, tapi

tidak ada apa-apa didalamnya, Paul dan Felin kebingungan, karna jelas-jelas bungkusan itu seperti membungkus sesuatu yang bulat tadinya, tapi kenapa tidak ada apa-apa didalamnya.

"Pagi Rumy!" ucap Nenek, Udara diatas kain bergerak seperti uap, kaca, gelembung sabun, sulit untuk menjelaskannya, itu seperti gelembung sabun, tapi lebih padat dan berisi, seperti uap panas atau kaca cair, gelembung itu tersenyum dan melayang disekitar nenek.

Sekarang Paul bersandar di tiang rumah yang berdiri ditengah ruangan itu, sambil membenturkan kepalanya dia bergumam dengan pandangan kosong...

πŸ”΄"dua inti sifat ada disini, satu dijadikan lampu penerangan, yang lainnya dibungkus jadi boneka gantungan kunci, sebenarnya apa yang terjadi dengan hari ini?." mereka semua hanya terdiam melihatnya mengeluh, sambil menghabiskan makanan didepan mereka.

πŸ’ 

Max duduk didepan rumah, dan Felin pun menghampirinya

πŸ”Ά"jadi apa rencanamu dan Paul selanjutnya?"

πŸ”΅"maksudmu dengan ayahmu?", Satu pukulan mendarat dibahunya

πŸ”΅"Aku berencana untuk berpartisipasi setelah mendengar semua ceritamu, dan sepertinya sudah saatnya juga untuk berhenti bersembunyi" Felin tersenyum kecil puas mendengarnya,

πŸ”΅"Bagaimana pun Javier pasti akan tetap mencari inti sifat sampai menemukannya bukan?, oh iya..." Max melihat Feline dengan wajah penasaran sekarang.

πŸ”Ά"apa?" Felin bertanya-tanya melihat Max yang memandanginya

πŸ”΅"aku sedikit bingung, saat dirumah sakit lukamu sembuh dengan cepat, tapi kan Paul masih hidup dan belum mewariskan kekuatannya, kok bisa kekuatannya ada padamu?"

"BUkkk"

Satu pukulan lainnya menghantam bahu Max

πŸ”Ά"jadi kau berharap ayahku mati?"

πŸ”΅"Aaaaah ternyata kalian ini tipe ayah anak tsundere?"

Pukulan kedua bersiap kali ini

πŸ”΅"Stop, jawab dulu pertanyaanku sebelum kau memukulku"

"BUKKK" sudahlah, pasrah max dalam hati.

πŸ”Ά"Kau tau manusia yang disebut unggul dalam bidang tertentu?"

πŸ”΅"maksudnya?, jenius?"

πŸ”Ά"Itu hanya salah satunya, sebenarnya beberapa keturunan Alfa menerima secuil kekuatan orang tua Alfanya, perbandingannya kurang lebih 1 biji beras banding sekarung beras"

πŸ”Ά"dan karna ayahku adalah Alfa dengan kekuatan Abadi, aku memiliki 1 biji dari sekarung kekuatannya"

Max masih berpikir keras dengan penjelasan itu

πŸ”Ά"Pokoknya karna ayahku memiliki kekuatan yang mutlak untuk tidak mati jadi sebiji kekuatannya sangat besar bagi manusia biasa"

πŸ”΅"Aaaaah aku paham, terus pertanyaanku yang lainnya"

πŸ”Ά"apa?"

πŸ”΅"bukankah kau tau betapa berharganya inti sifat itu? Bagaimana bisa kau tidak kaget dengan kejadian hari ini melihat dua inti sifat terahir ada pada satu orang?" kali ini ekspresi Max berubah curiga

πŸ”Ά"Aaaa itu, ngomong-ngomong mungkin kita harus masuk sekarang, kasian Paul ditinggal sendiri dengan nenekmu" Felin tergagap dan berusaha pergi, namun dengan cepat Max mengunci lehernya dari belakang dengan tangan kanan dan menahannya.

πŸ”Ά"hey kenapa kau merangkulku, lepaskan!"

πŸ”΅"what!? Merangkul? In head choke bodoh"

πŸ”Ά"kau pikir aku tidak takut denganmu?" Felin berontak namun masih bisa mengancam dengan tenang dan tegas, tapi ia tetap tidak bisa melepaskan lengan Max dari lehernya.

πŸ”΅"Kau tau kalau aku bisa membunuhmu sekarang bukan?" Max berbisik ditelinganya dengan suara pura-pura mengancam

πŸ”Ά"PAAA!!!!..UMMM" suara Felin hilang seketika karna didekap oleh Max

πŸ”΅"hey!!!, kau hanya perlu menjawab pertanyaanku, apakah sesulit it.... Awww! Kenapa kau menggigitku?" tangannya terlepas, Felin mundur dua langka didepan Max, gadis itu terlihat kebingungan, gerakan tubuhnya menunjukkan ia berjaga-jaga, haruskah melawan atau lari dari sana, namun ia kebingungan ingin lari kemana, jelas sekali ia tidak bisa bertarung, tapi bagaimana bisa gadis lemah dan ternyata penakut ini berkeliling bebas dan lari dari alfa Spatium? Max kebingungan melihat sisi Feline yang tiba-tiba terlihat seperti itu.

πŸ”΅"(kupikir dia gadis tegas yang menakutkan, sekarang dia malah terlihat lemah dan butuh perlindungan)" pikir Max tertawa didalam hati

πŸ”Ά"aku memang mengenal dan sedang mencarimu, lebih tepatnya aku mengenal Alfa apa dirimu" ekspresi Max berubah 180Β° menjadi dingin, matanya benar-benar menjadi curiga dengan wanita yang ada didepannya, hal itu kemudian membuat Felin menjadi semakin khawatir dan berjaga-jaga

πŸ”Ά"A aku sebenarnya, aku juga tidak menyangka bisa menemukanmu dengan cepat"

πŸ”΅"katakan dengan jelas tidak perlu berbelit-belit" wajah Max berubah serius.

πŸ”Ά"seorang Alfa yang lain mencarimu, setelah mendengar nama serta dua inti sifat yang kau punya, aku yakin kau adalah orang yang dia cari"

πŸ”΅"Alfa? Aku hanya mengenal Paul dan Ayahku, ah... dan juga Javier pria yang kau ceritakan sebelumnya, jadi Alfa siapa yang kau maksud?" tanya Max

πŸ”Ά"dia mengatakan padaku untuk...." Felin tertunduk, ekspresinya berubah dengan cepat, kali ini bukan ekspresi waspada, kawatir apa lagi takut, "dia.. malu?" Pikir Max

πŸ”΅"Kenapa wajahmu merah begitu?, kenapa kau mendekat? Hey jangan mendekat!!!, Mukamu aneh dengan ekspresi seperti itu, pergi sana!!, woii...!!!" Max malah mundur ketakutan kali ini, sedangkan Felin maju dengan wajah tertunduk malu-malu sambil mengingat seseorang yang menyelamatkannya.

πŸ”Ή"Aku akan membantumu kabur, tapi kau harus janji untuk menemukan seorang anak kecil untukku, ceritakan semua yang kau tau padanya, namanya Messi kecil, dia disukai inti sifat dan dia punya dua inti lain seperti mu, saat menemukannya, Cubit pipinya untukku dan katakan, ~ini dari pamanmu, apa kau pernah rindu dengan pamanmu?~" Feline tiba-tiba mencubit pipi Max sambil tertunduk tak mau memperlihatkan wajah malunya

πŸ”Ά"(bajingan tua itu...!!)" umpat Felin dalam hati

πŸ”Ά"ini dari pamanmu, Apa kau pernah rindu dengan Pamanmu?" ucap Felin dengan wajah terpaksa tersenyum

πŸ”΅"apa yang kau lakukan?" tanya max yang kemudian bingung sesaat,

"paman?"ucapnya lagi bingung

πŸ”Ά"ini dari pamanmu, apa kau pernah rindu dengan pamanmu?" ucap Feline sekali lagi dan mulai kebingungan melihat Max yang tidak juga mengerti

πŸ”΅"sebenarnya apa yang kau lakukan?" Max makin kebingungan, dan suara gagak seakan-akan terdengar memenuhi tempat itu, sebenarnya mereka berdua ini sedang apa sih?.

Alfa Spatium

Ruang Penjaga Penjara

πŸ”Ή"anak itu tidak mungkin melakukan seperti yang kuperintahkan bukan?, orang bodoh mana yang mau melakukan itu?, cukup mengatakan ini dari pamannya pasti Max sudah bisa tau

Bumi, Dunia Utama,

"Apa yang kalian berdua lakukan???" Paul muncul dari jendela dan melihat mereka berdua berdiri berhadapan dengan tangan Felin yang masih mencubit Max

πŸ”΅"kurasa dia sedang menggodaku" jawab Max spontan tanpa beban

πŸ”΄"Hah!?"

πŸ”Ά"..." Feline mati kutu tidak tau apa yang telah dilakukannya

=>BERSAMBUNG=>

πŸ”΅πŸ”΄

πŸ”΅"apa nenek memang sengaja meletakkan Igy didalam lampu pijar?"

nenek: "iya, biar hemat listrik"