Chereads / A Hello With No Goodbye / Chapter 3 - Our Big Deal

Chapter 3 - Our Big Deal

2 hari kemudian, setelah memikirkan matang-matang, aku dan Rio janji bertemu pada suatu sore di hari minggu di sebuah lapangan basket. Rio sibuk mendrible bola basketnya, sementara aku di samping lapangan sibuk mencatat apa yang boleh dan tidak boleh Rio lakukan selama hubungan pura-pura kami berlangsung. Rio memasrahkannya kepadaku. Tak berapa lama, di tengah-tengah berfikir, Rio menghentikan permainannya. Digiringnya bola basket merah itu ke kursi tempatku duduk, kemudian dia menjatuhkan tubuhnya yang sudah basah oleh keringat ke samping tubuhku. Nafasnya tersengal-sengal.

"Loe gak bawa minum?" Tanyaku yang tak melihat ada botol air minum di dekat kami. Rio tak menjawab. Hanya menggeleng masih sambil mengatur nafasnya.

"Ck. Aneh loe. Olah raga kayak gini gak bawa air. Kalau dehidrasi gimana?" Cecarku. Bukannya kesal dirutuki seperti itu, Rio malah tersenyum menyeringai.

"Gue emang gak salah milih loe jadi cewek gue. Belum apa-apa udah perhatian banget."

Aku mendengus, sambil mengulum senyum.

"Udah, selesai bikin peraturannya?"

Aku mengangguk dan menyodorkannya ke Rio. Dibacanya selembar kertas berisi beberapa peraturan untuk hubungan kami ke depannya, dengan serius. Sesekali Rio mengangguk-angguk. Tapi kemudian,

"Wait, no kontak fisik?" Dia mengangkat wajahnya dari kertas itu dan menatapku dengan alis terangkat.

"Why?" Tanyaku. Karena kurasa point itu sudah sangat jelas. Rio menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Please Le, kita pacaran. No kontak fisik itu aneh banget gak sih?"

Aku diam.

"Gini deh, gue tanya loe, loe selama pacaran pernah gak sih gak kontak fisik? Gak pernah kan?"

Aku diam. Boro-boro kontak fisik, pacaran saja gak pernah. Masangin resleting doi beberapa tahun lalu aja aku hati-hati banget biar gak terkesan meluk. Ini Rio menjelaskan atau mengejek?

"Le, kok malah bengong? Hah?" Dia mendadak terkejut. Kenapa? Ada apa?

Rio lalu mendekatkan tubuhnya ke arahku. Menatap mataku lekat-lekat.

"Jangan bilang, loe belum pernah pacaran?"

Ditodong seperti itu aku mendadak salah tingkah. Kualihkan tatapanku ke arah lain.

"Yaa.. emang kenapa?" Tantangku kemudian. Tapi reaksi si Rio justru semakin berelebihan. Ditariknya mundur tubuhnya dari hadapanku. Tapi matanya masih menatap penuh selidik.

"Anjir serius loe?" Tanyanya tak percaya.

"Heh, gue gak pacaran bukan karena gak laku ya. Jangan salah faham loe."

"Terus? Kenapa?"

"Aduh udah deeh jangan bahas yang aneh-aneh."

"Eits ini bukan bahas yang aneh-aneh. Ini adalah pembahasan tentang masa lalu cewek gue. Masak iya nanti kalau gue ditanya-tanya gue gak tahu apa-apa."

Aku diam. Hanya menatap Rio putus asa.

"Gue males aja terlibat komitmen apa pun sama cowok. Gue males... ya males aja udah."

Rio terdiam beberala saat sebelum kemudian mengangguk pura-pura mengerti. "Oke. Gue gak akan nanya lebih jauh lagi." Rio mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Diam-diam kuhembuskan nafas lega.

"Tapi tetap aja Le, pacaran no kontak fisik itu aneh."

"Terus loe mau gerepe2 gue gitu? Ogah. Gak."

"Emang gue cowok gampangan? Ya gak lah. Gue juga tahu batasan kali. Ya maksud gue yang sewajarnya. Sebatas pegangan tangan atau rangkuk?"

Gue berfikir sejenak. Gue memang gak pernah pacaran tapi gue mengerti sekali giman body language orang yang pacaran. Yang amunya nempel-nempelan terus. Kemana-mana gandengan sampai tangannya keringetan. Ya gue tahu, aneh sepertinya pacaran tanpa kontak fisik sama sekali.

"Oke, sebatas pegang tangan. Gak lebih." Ancamku dengan tegas.

"No rangkul?"

"No." Jawabku bertambah tegas. Rio tertawa.

"Oke.oke." ujarnya setuju. Kemudian dia kembali memfokuskan diri membaca point selanjutnya.

"Oke deal !" Tukasnya sambil menanda tangani perjanjian kami. Aku agak sedikit terkejut mendapati Rio menyetujuinya segampang itu tanpa perlawanan. Ya memang sih, point-point peraturan yang aku bikin gak terlalu muluk-muluk. Hanya sebatas Rio gak boleh memasuki batas privasiku. Hubungan kami cukup diketahui keluarga Rio saja. Orang kantor gak perlu tahu. No kontak fisik. Kontrak gak akan lewat dari satu tahun. Terserah deh gimana caranya si adik Rio mempercepat pernikahannya. Dan terakhir, kalau ada di antara kami yang jatuh cinta beneran sama pihak ke2, kontrak akan berakhir saat itu juga. Mengingat kami bermain masalah hati, aku gak mau ambil risiko. Aku gak mau terjebak dalam hubungan konyol yang kami bikin sendiri.

"Tapi gue juga punya peraturan ya." Aku sedikit terkejut ketika Rio mengatakannya.

"Pertama, kita harus selalu tampak bahagia di depan orang tua gue. Ke dua, setiap minggu keluarga gue selalu menyempatkan makan malam bersama. Dan loe harus ikut. Dan yang ketiga.." Rio agak menggantungkan kalimatnya sebentar. "Ini bonus sih buat loe." Sambungnya. " loe boleh mengandalkan gue kapan pun loe butuh. Gue akan jadi tameng loe. Jadi body guard loe. Jadi cowok loe. Jadi ayah loe. Jadi kakak jadi sahabat. Any thing. Apapun yang loe butuhin dan kapan pun itu. Gue sial nemenin loe."

Aku tercengang. Agak sedikit terharu mendengar pernyataan Rio. Mungkin ini balasan buat gue karena sudah menjadi orang baik buat 2 orang paling membutuhkab bantuan.

"Loe gak perlu berlebihan." Kataku tak mau membuat Rio merasa bersalah dengan perjanjian yang ku sanggupi juga. Aku mengambil kertas di tangan Rio dan menandatanganinya. Kemudian Rio menatap ku dan mengulurkan tangannya. Ku tatap tangan itu sejenak. Oke Leah, perjalanan asmara loe yang konyol akan dimulai hari ini.

Kujabat tangan Rio penuh keyakinan.