Di kantin, pada waktu istirahat, aku duduk satu meja dengan Nandan, Dito, Jenar dan Rani.
Masing-masing makan batagor sambil bicara ini itu yang gak perlu. Mereka semuanya teman sekelas, kecuali Jenar, dia anak kelas 2 Sosial.
Dilan pasti di sana, bersama kawan-kawannya, di warung bi Eem. Aku belum pernah makan di sana, selain cuma lewat setiap pergi dan saat pulang sekolah.
Warung kecil, kira-kira 30 meter dari sekolah, di samping gereja Pantekosta. Huh! Aku juga tahu, kenapa kamu milih ke sana. Biar bisa merokok.
Aku mau cerita tentang yang lain yang bukan Dilan. Ini tentang Nandan. Nandan Hadi Prayitno.
Kata Rani, Nandan naksir aku, tapi aku cuma senyum mendengarnya, karena soal itu sudah lama aku tahu.
Aku bisa membaca bagaimana sikap dan perilaku Nandan kepadaku. Bagiku, semuanya, termasuk suka nelepon malam hari nanya-nanya soal PR, nraktir kami makan di kantin, berusaha membuatku ketawa dengan aneka macam lawakan, itu adalah modus, untuk mencari perhatianku.
Aku setuju, kalau ada yang bilang Nandan baik. Dan, kalau aku boleh jujur, Nandan lebih tampan dari Dilan. Nandan juga humoris, jago basket, dan lain-lain, pokoknya Nandan adalah lelaki idaman tiap wanita.
Nandan juga masih jomblo, masih belum punya pacar. Pernah sih dekat dengan Pila, anak kelas 2 Sosial, tapi ga tahu kenapa, belakangan hubungan mereka jadi renggang.
Sumpah, aku terkejut, pas kulihat ada Dilan. Dia datang ke kantin bersama dua orang yang belum kutahu namanya. Entah bagaimana perasaanku saat itu, sangat sulit kuungkapkan. Aku hanya tahu aku menjadi salah tingkah.
Dia mendatangi meja kami, dan menyapaku:
—Hei, Milea! ||
—Hei, Dilan||
—Cuma nyapa||
Lalu dia pergi bersama kedua temannya, entah kemana, mungkin ke kelas, tapi sebelum pergi, dia bicara ke Nandan:
—Eh, Dan, kamu tahu gak?||
- T a h u apa? ||
—Aku mencintai Milea?||
—He he he||. Nandan tersenyum sambil sekilas memandangku. Rani, Dito dan Jenar, semuanya ketawa. Mukaku pasti merah.
—Tapi malu mau bilang||, kata Dilan lagi
—Itu, sudah bilang? He he|| Nandan ketawa kecil —Aku kan bilang ke kamu, bukan ke dia|| —Dia denger kan?||, tanya Nandan —Mudah-mudahan ||
Dilan pergi. Bisa kubaca mata Nandan, kayaknya dia merasa keganggu oleh kata-kata Dilan.
Bisa jadi itu cuma tebakanku saja. Aku bukan ahli membaca bahasa tubuh. Cuma aku yakin, Nandan tidak suka dengan Dilan, sejak itu, sejak dia tahu Dilan menyukaiku. Mencintaiku.
Setelah istirahat selesai, kami masuk lagi ke kelas untuk ikut pelajaran lainnya. Kamu tahu kemana Dilan? Dilan masuk ke kelasku, dan duduk di bangku sebelahku, membuat Rani jadi pindah ke kursi belakang yang memang kosong.
Heran, kenapa tidak seorang pun yang berusaha ngusir Dilan? Nandan sebagai dirinya Ketua Murid, cuma bisa diam saja. Sejujurnya, aku sendiri merasa risih dengan adanya Dilan. Tapi mau gimana lagi.
Dilan minta kertas, aku kasih. Di kertas itu, dia nulis:
Informasi:
Daftar orang-orang yang ingin jadi pacarmu:
Nandan (Kelas 2 Biologi)
Pak Aslan (Guru Olah Raga)
Toh r i (Kelas 3 Sosial)
Acil (Kelas 2 Fisika)
Dilan (Manusia)
Aku senyum membacanya. Kemudian kulihat dia mencoret semua nama di daftar itu, kecuali nama dirinya.