Chereads / Dilan : Suara Dari Milea / Chapter 7 - Part 2

Chapter 7 - Part 2

—Kenapa? ||, kutanya

—Semuanya akan gagal ||, dia bilang begitu dengan berbisik.

—Kecuali kamu?||

—Iya. Doain||

Kawan-kawanku sibuk dengan dirinya sendiri, seolah-olah

tidak merasa terganggu oleh adanya Dilan, meskipun aku yakin mereka pasti gak suka. Kulihat Nandan, duduk terus di bangkunya, seperti orang bingung yang gak suka ada Dilan, tapi tidak tahu harus berbuat apa.

Pak Atam, guru pelajaran Bahasa Indonesia, sudah datang masuk kelas, tapi Dilan tidak pergi.

Tetap duduk. Edan ini orang, pikirku! Dilan benar-benar ikut pelajaran Pak Atam. Sambil berbisik, aku ngomong ke dia:

Nanti kamu dialpain di kelasmu||

—Ga apa-apa||, jawabnya, seraya tetap memandang ke depan, menyimak pelajaran, sampai akhirnya Pak Atam tahu ada seorang penyelundup:

—Kenapa di sini?||. Pak Atam nanya. Kawan-kawan sekelas memandang semua ke arah Dilan.

Muka mereka seperti puas karena akhirnya Pak Atam tahu dan menegurnya.

—Salah masuk, Pak! Maaf!!||, jawab Dilan sambil beranjak dari duduknya dan pergi diiringi tatapan Pak Atam yang tidak respek kepadanya.

Waktu bubar sekolah, Dilan nyusul dan bilang:

—Aku mau datang ke rumahmu. Malam ini||.

H ah? Aku kaget.

—Jangan! ||

—Kenapa?||

—Ayahku galak ||

—Menggigit? ||

—Serius ||

—Aku tidak takut ayahmu||

—Jangan! Pokoknya jangan ||

—Aku mau datang ||, katanya, sambil berlalu.

—Jangan ih!||, tanpa sadar aku bicara agak teriak. Aku jadi merasa malu sambil kupandang ke banyak arah, berharap tak ada orang yang denger.

Aku belum ngantuk, masih terus ingin nulis. Suamiku masih juga belum pulang. Mick Jagger, bersama Rolling Stonesnya, sudah habis. Giliran Bob Dylan yang nyanyi. Sampai mana ceritanya?

Oh ya. Dilan datang! Benar-benar dia datang. Itu kira-kira pada pukul tujuh malam. Awalnya kudengar suara motor, masuk

ke halaman rumahku. Aku yang sedang makan malam, langsung bisa yakin, tidak salah lagi, itu pasti Dilan.

Aku lekas masuk kamar bersama piring makan malamku dan bersama perasaan yang tidak karuan.

Biasanya ayahku jarang di rumah, sudah hampir tiga hari ini dia cuti. Malam itu, dia sedang ada di ruang tengah, sibuk membetulkan radio CB-nya. Ibuku juga di sana, sedang mencatat urusan kegiatan semacam Dharma Wanita, Bhayangkara atau apalah.

Jika bel rumah berbunyi, maka salah satu di antara merekalah yang akan membuka pintu.

Menyambut Dilan, kalau benar tamu itu adalah Dilan. Ya, Tuhan, bisikku dalam hati. Kututup kepalaku dengan bantal sambil tiduran di kasur.

Entah siapa yang buka pintu, aku gak tahu. Pasti ada dialog di sana, tapi tidak bisa kudengar.

Aku ingin tahu, Aku merasa akan lebih baik jika tetap diam di kamar. Tidak lama kemudian, terdengar lagi suara motor itu, keluar dari halaman rumahku. Ya, jika itu Dilan, dia sudah pergi.

Dengan aneka macam pikiran yang memenuhi kepalaku, aku duduk di kursi belajarku, meneruskan makan malam sampai habis dan lalu keluar dari kamar untuk menyimpan piring makanku.

Selesai dari gosok gigi, pas aku mau kembali ke kamar, telepon rumahku berdering. Aku lebih dekat ke tempat telepon, sehingga aku yang ngangkat dan itu adalah telepon dari Dilan, buatku, untuk yang pertama kalinya.