Dahulu kala, ada sebuah istana kerajaan yang sangat megah dan agung, Istana Konai. Dalam pemerintahan Raja William Buth, beliau memiliki seorang putra tunggal bernama Pangeran Buth. Pangeran Buth dikenal pula dengan Pangeran Hujan, pembawa keberkahan dan kenyamanan.
Awal jatuh cinta Pangeran Buth pada saat berburu serigala sendirian di hutan. Pangeran Buth terjatuh dari kudanya, kakinya terkilir dan sayangnya tidak ada siapapun yang melihatnya. Namun, saat beliau sadar beliau sudah berada dalam istana. Istana yang berbeda dan ada putri cantik duduk di sampingnya, Putri Katrinei. Putri membawa Pangeran Buth saat pulang dari belajar memanah. Pangeran Buth sangat berterima kasih pada Putri Katrinei dan mulai menyukainya perlahan, setiap minggu Pangeran menemui Putri untuk memberinya puisi-puisi indah.
Ketika perang menindaskan kerajaan Konai, Pangeran Buth berjuang menepati janjinya pada Putri Katrinei untuk memberinya puisi senja. Namun, perjuangan pangeran hanya sampai di tempat pengepungan hutan, pangeran menitipkan pada prajuritnya agar puisi tersebut sampai pada Putri Katrinei. Pangeran memilih berperang untuk rakyat daripada menemui kekasihnya walau hanya sekali dalam seminggu.
Prajurit yang di tugaskan untuk menepati janji Pangeran, memberi puisi tersebut yang menurutnya dia adalah putri Katrinei, padahal dia adalah Putri Buroe, saudara kandung tertua. Saat perngantian tahun baru, Pangeran Buth melamar Putri Katrinei agar menjadi istrinya. Setelah 2 tahun lamanya putri Katrinei akhirnya mengandung. Kebahagiaan pada kerajaan melimpahai masyarakat, semua bahagia dan penuh rasa syukur.
Empat bulan Putri Katrinei mengandung, putri menjerit kesakitan, terlihat seperti sihir pada kandungannya. Pangeran Buth tak bisa berbuat banyak selain berdoa kepada Tuhan agar istrinya dan anak yang di kandungnya terselamatkan, tiba-tiba Putri Katrinei menghilang. Selama sisa hidup Pangeran hanya untuk mencari Putri, malangnya nasib Pangeran yang sakit hingga meninggal dalam tangisan darah.
Sungguh kisah yang menyedihkan. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan sulit menjadi seorang pangeran. Tapi ... hal yang anehnya dari kisah ini adalah saudaranya Putri Katrinei adalah putri Buroe, bukankah itu nama nenek Buroe? Tidak, tidak mungkin nenek Buroe terlibat dalam kisah ini, kisah yang terjadi tahun 1870, bahkan tampaknya nenek Buroe belum lahir ke dunia. Jika memang putri Buroe itu nenek Buroe, maka seharusnya dia sudah tiada, masa di zaman sekarang masih ada nenek-nenek yang hidup satu abad setengah, bahkan kakinya masih sanggup berjalan.
Aku jadi gemetaran dan penuh rasa ingin tahu, aku masih tidak percaya dengan pikiranku sebelum ada bukti yang kuat. Tunggu, sekarang aku ingat sesuatu. Setiap kerajaan memiliki istana. Setiap istana memiliki raja, ratu dan pangeran maupun putri. Dan setiap mereka yang memakai mahkota memiliki kisah. Kisah mereka akan selalu menjadi sejarah bagi rakyatnya. Itu artinya putri Katrinei dan putri Buroe punya buku kisah tersendiri. Haruskah aku meminjamkan beberapa buku lagi?
***
Pagi yang kutunggu untuk membaca, aku tidak boleh tergesa-gesa, jika nenek Buroe melihatku mengambil bukunya mungkin saja dia akan membakarku.
Aku tidur di halaman rumah nenek Buroe sambil memandang awan yang tertiup angin sepoi-sepoi, padahal tujuanku untuk memastikan nenek Buroe pergi dan peluangku untuk mencari buku.
"Ibu Nuwa, apa yang kau lihat?" tanya Moin-Moin mulai terbaring di sebelahku.
"Menurutmu apa, bintang? Matahari? Bulan? Atau diriku?"
"Eumm ... aku rasa semuanya tidak kau lihat, tapi kau pikirkan. Ibu Nuwa, kau tidak perlu memikirkan sesuatu yang sangat jauh selagi ada sesuatu yang dekat, bahkan debupun begitu berarti." Dasar Moin-Moin, masa debu bisa berarti.
Aku selalu merasa nyaman saat Moin-Moin berada di dekatku.
"Oh, Nenek! Kau mau kemana?" sapa Moin-Moin, nenek Buroe keluar dari rumahnya.
"Aku pergi mejual kayu bakar di pasar, inikan akhir pekan, kau ingin membantuku?" tanya nenek Buroe pada Moin-Moin.
"Tentu." Moin-Moin membantu nenek Buroe. "Dan Ibu Nuwa, apa kau juga ikut?" tanya Moin-Moin padaku.
"Ahh ... aku rasa aku tak bisa. Aku harus memastikan Nuwa kembali dan aku ada di sini." Aku memberi alasan yang tidak masuk akal. Perkataan Nuwa kembali itu adalah dusta.
"Baiklah, jika Nuwa kembali ingankan untuk menemuiku ya!"
"Pasti."
Alasanku yang sebenarnya adalah agar aku bisa memasuki rumah nenek Buroe dan mengambil bukunya. Tatapan nenek Buroe begitu tajam dan curiga. Sudahkah dia curiga akan buku yang ku baca.
Mereka pergi dan kembali pada senja, sudah waktunya aku memasuki rumah nenek Buroe. Sangat gelap dan pintu gudangnya terkunci, sekarang aku harus apa. Ah, tanpa merusak pintu aku bisa membukanya dengan lidi atau semacamnya. Benar, terbuka dengan aman.
Rak yang penuh dengan buku, berapa lama aku harus mencarinya satu persatu. Sudah sore hari, satu bukupun belum kutemukan, sebentar lagi nenek Buroe dan Moin-Moin akan pulang.
"Ibu Nuwa, kami pulang membawa anggur, kau mau mencicipinya?" Itu suara Moin-Moin.
"Ia, tentu." Untungnya aku keluar dari rumah nenek Buroe dengan cepat dan sempat menemukan buku yang kucari di rak paling atas dan menyembunyikannya ke dalam gubuk pohon beringin.
"Oh, kau berkeringat. Apa kau habis berlari?" tanya nenek Buroe curiga.
"Oh ia, aku berlari untuk kebugaran tubuh," ucapku meyakinkannya.
"Kalau begitu besok berlarilah lebih cepat!" ucap nenek Buroe dengan senyum lebarnya.
Aku melotot bingung dengan perkataanya yang seperti tahu akan kelemahanku. Tidak akan kubiarkan kali ini menghilang dari siapapun.
Malam yang tergesa-gesa mencari kebenaran pada buku berjudul 'Jarum Cinta 2 Saudara, Putri Buroe dan Putri Katrinei 1870'. Dari judulnya yang aneh, pasti isinya lebih aneh dan rumit. Akan kubaca dengan teliti.
***
Tahun 1868, Putri Buroe atau putri tertua pergi menjelajahi dunia untuk mencapai cita-citanya sejak kecil. Sedangkan Putri Katrinei, adik dari Putri Buroe ingin mencapai cita-citanya sebagai pemanah wanita di kalangan istana. Pada tahun 1870, Putri Katrinei berjumpa dengan Pangeran Buth dari istana Konai, saat pulang dari memanah. Mulailah percintaan antara putri Katrinei dengan Pangeran Buth, saling mencintai satu sama lain.
Saat pulang dari penjelajahan dunia, Buroe menghirup udara segar di luar istana. Tak pernah terduga, tiba-tiba seorang prajurit dari Istana Konai memberinya sepucuk surat berisi puisi dari Pangeran Buth. Putri Buroe merasa ada pangeran yang mencitainya secara diam-diam, mulailah hati Putri Broe berdetak untuk Pangeran Buth.
Selama penantian Putri Buroe akan kedatangan Pangeran Buth ke istana, Putri Buroe menduga Pangeran ingin melamarnya seperti pesta yang di rencanakanya di akhir tahun. Namun, saat Pangeran mengucap kata lamarannya kepada Putri Katrinei, hati Putri Buroe sangat hancur dan tidak menerima kenyataan. Putri Buroe tak bisa berbuat apa-apa, hanya menangis dan mencoba menerima takdir.
Tahun 1872, Saat kehamilan Putri Katrinei, semua masyarakat memebuat pesta yang meriah. Namun, Putri Katrinei merasa sedikit tak bahagia karena kakaknya Putri Buroe tak menjenguknya dan tidak mengucapkan kata selamat. Kekawatiran Putri Katrinei terhadap putri Buroe membuatnya tak bisa makan dengan kenyang.
Empat bulan setalahnya, Putri Buroe muncul di hadapan Putri Katrinei dan memberinya hadiah yang semestinya di berikan saat pesta kehamilan Putri Katrinei. Putri Katrinei sangat bahagia atas kepulangan Putri Buroe yang lama tak dilihatnya. Begitu malam tiba, Putri Katrinei menjerit kesakitan dan membuat semua orang dalam istana menjadi kawatir, terutama Pangeran Buth. Tak pernah diduga Putri Katrinei menghilang tanpa jejak dan arah angin.
Waw, kisah yang sama menyedihkan dengan kisah pangeran Buth 1870. Tapi, aku merasa ada sesuatu yang tak dapat ku percaya. Putri Buroe dalam cerita terlihat baik, tapi bagaimana dengan tragedi menghilangnya dia saat kehamilan putri Katrinei, dan mungkinkah hati putri Buroe yang hancur akan cinta tak terbalasnya dalam sehari bisa menerimanya? Lalu, bagaimana bisa putri Katrinei menghilang begitu saja setelah munculnya putri Buroe, bagiku ini tak masuk akal, pasti ada rahasia yang tidak diketahui sejarah. Aku harus menelitinya hingga mendapatkan kebenran yang lebih detail.
Aku menutup bukuku,
"Apa? Moin-Moin jatuh ke jurang?" Sepertinya seseorang memberi tahu nenek Buroe bahwa Moin-Moin jatuh kejurang. Tidak, aku tak ingin kehilangan Moin-Moin. Tanpa berpikir panjang aku berlari menuju seseorang yang memberi nenek Buroe informasi, yang nyatanya orang itu tak ada. Apa? Nenek Buroe sengaja melakukanya, aku rasa dia memang merencanakan hari ini agar aku menghilang darinya. Seperti katanya kemarin, hari ini aku akan berlari. Sayangnya aku menghilang tanpa tahu kabar Moin-Moin. Nenek Buroe mengambil buku dari tanganku dan tersenyum lebarnya.
***