Tok ... tok ... tok ...
Ketika telinganya mendengar suara ketukan dari luar pintu kamar, Lova langsung menghentikan gumaman senandung lirihnya. Perlahan mengalihkan pandangan dari cermin pada pintu kamar. Lova hanya terdiam menatap pintu kamarnya.
"Princess?"
Senyum Lova terbit ketika mendengar suara Alex di balik pintu kamar. Daddynya itu mengajarkan untuk tidak asal masuk. Membiasakan dirinya agar selalu mengetuk pintu jika ingin memasuki kamar ataupun tempat lain yang bukan miliknya.
[Kita tidak bisa melihat apa yang sedang pemilik kamar lakukan di dalam sana, princess. Jadi kita harus mengetuk pintu terlebih dahulu sebagai tanda.] Kurang lebih seperti itulah jawaban Alex dengan kalimat yang lebih mudah diterima oleh nalarnya yang ketika itu masih kecil belum mengerti apa-apa soal sopan santun bertanya mengenai hal ketuk mengetuk pintu pada daddynya itu.
Daddynya yang tampan itu adalah tipe-tipe ayah yang tidak hanya sekedar berujar, memerintah atau menggurui. Alex akan senantiasa menjalankan hal-hal yang pria paruh baya itu ajarkan dan ucapkan padanya. Memberinya contoh.
"Come in, daddy?!" balas Lova sedikit berteriak seraya berpaling kembali menatap cermin.
"Princess?" panggil Alex lembut seraya membuka lebar pintu kamar Lova. Menatap putrinya itu yang berdiri di depan cermin sedang memulas bibir dengan ... lipstick ... lip tint? Entahlah. Alex mengedikan bahunya. Kedua benda itu terlihat sama saja di matanya. Sama-sama pewarna bibir yang benar-benar tidak diperlukan Lova karena putrinya itu sudah memiliki warna bibir merah muda alami.
"Hmm?" gumam Lova pelan sambil menatap Alex sekilas lewat cermin.
"Belum selesai juga berdandannya, princess?" tanya Alex sambil melipat kedua tangan di depan dada dan menyandarkan lengan atas tangan kanannya pada bingkai pintu. Alex memperhatikan Lova yang kini sedang menepuk-nepuk pelan bibir dengan ujung telunjuk putrinya itu.
Lova menggeleng pelan. "Wait a minute, daddy. Sedikit lagi selesai. Lova hanya perlu menyelesaikan memakai lip tint saja." terang Lova seraya mengangkat tinggi botol lip tint warna coral itu agar Alex dapat melihatnya.
Alex hanya mengangguk singkat. Matanya menelisik penampilan Lova. Putrinya itu terlihat santai dengan gaya casual. Hanya mengenakan atasan berupa kaos oblong polos warna putih yang dimasukan ke dalam boyfriend jeans warna light blue dan sneakers shoes senada dengan warna kaos. Rambut panjang Lova dibiarkan tergerai hanya diberi sedikit gelombang.
"Apa daddy perlu mengganti baju daddy juga, princess?"
Kening Lova mengerut dalam. Memperhatikan penampilan Alex lewat cermin. Sempurna. Tidak ada yang salah dengan pakaian yang sedang dikenakan oleh daddynya itu. Shirt bermotif stripe hitam-putih yang dipadukan dengan celana panjang dan sneakers hitam. Kacamata hitam terselip di kerah depan.
"Supaya terlihat seperti pasangan, princess. Bagaimana?"
Lova tergelak hingga kepalanya mendongak atas. Menutup mulut dengan tangan kanan yang diberi sedikit jarak agar telapak tangannya tidak menempel pada bibir yang sudah dipulas dengan lip tint.
Alex hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh.
"Ya ampun, daddy ... tidak perlu sampai segitunya juga, daddy ..." jawab Lova gemas.
Alex menaikan alisnya sebelah. Menatap Lova dengan tatapan seolah bertanya kenapa.
Lova perlahan menjauhkan wajah dari depan cermin. Berdiri tegak menatap pantulan Alex di dalam sana. "Baju daddy juga ada warna putihnya. Couple tidak harus sama persis. Menggunakan warna senada juga sudah bisa dikatakan couple."
Alex hanya manggut-manggut menerima penjelasan yang diberikan Lova.
"Orang-orang pasti sudah bisa menebak Lova itu anaknya daddy. Kenapa ...?" tanya Lova sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuk. Memutar telunjuknya 360⁰ memutari wajah. "Karena ada kemiripan di antara wajah Lova dan daddy. Apalagi warna bola mata milik Lova sama dengan milik daddy."
Alex terkekeh geli atas kekonyolannya. "Yeah! You are one thousand percent right, princess."
Lova tersenyum kecil seraya geleng-geleng kepala. Sekali lagi memeriksa penampilanya. Lova mengangguk samar ketika sudah merasa yakin tidak ada yang salah dengan penampilannya. Sebagai sentuhan terakhir Lova mengibaskan rambutnya ke belakang bahu kanan dan kiri dengan kedua tangannya.
"You look so beautiful. Like a princess."
Lova tertawa kecil mendengar pujian yang dengan lancar keluar dari mulut Alex. Dia sudah sangat sering mendengarkan pujian-pujian yang dilontarkan oleh daddynya itu. Namun, setiap mendengar Alex memujinya, entah mengapa dia tetap saja merasa geli sendiri. Bucin tidak hanya berlaku untuk mereka yang sedang uwu di aplikasi TikTok saja. Tapi berlaku untuk daddynya juga.
"Yup! I am your princess, daddy." kata Lova dengan percaya diri sambil mengangguk kecil. Lova berbalik badan menghadap Alex. Menatap daddynya itu dengan mata berbinar senang. "But ... thank you untuk pujiannya, daddy."
Alex tertawa kecil dan menganggukan kepalanya setuju. Menegakan posisi berdiri seraya melepas kedua tangannya. "Ready? Kita bisa pergi sekarang, princess?"
Lova mengangguk. Tangan kanannya meraih Balenciaga Medium Wave Canvas New Tote yang tergeletak di atas ranjang. Lova berjalan menghampiri Alex seraya menyampirkan tali panjang tas di bahunya sebelah kiri.
Sesampainya di anak tangga yang terakhir, Lova dan Alex berpisah. Keduanya berjalan berbeda arah. Lova berjalan keluar rumah. Bertugas membukakan pintu gerbang. Sementara Alex berjalan masuk ke dalam garasi rumah. Bertugas mengeluarkan mobil dan mengendarainya hingga keluar dari area rumah.
Mereka berdua memang sepakat tidak mempekerjakan asisten rumah tangga yang stay 24/7 dan tinggal bersama di rumah. Hanya akan ada orang yang datang tiga hari sekali untuk membersihkan rumah. Untuk urusan memasak, belanja, mencuci dan menyetrika pakaian yang mereka berdua kenakan sehari-hari akan dikerjakan secara bersama-sama. Terkecuali pakaian yang memang memerlukan perhatian khusus seperti jas kerja Alex, akan dimasukan ke laundry.
Selesai mengunci pintu gerbang, Lova berlari kecil memutari mobil langsung masuk dan duduk di kursi penumpang di samping Alex yang mengemudi.
"Pakai seat beltnya, princess." titah Alex halus.
Lova hanya mengangguk sekilas. Tangan kanannya terangkat menarik seat belt hingga tali bagian bawah berada di atas sekitar pinggangnya.
Setelah mendengar bunyi klik tanda seat belt Lova sudah terpasang sempurna Alex menjalankan mobil keluar dari area kompleks perumahan menuju salah satu mall besar.
-firstlove-
Lova dan Alex, keduanya berjalan berpencar menuju rak dengan genre buku yang berbeda. Setelah selesai menonton film keduanya memutuskan untuk masuk ke salah satu toko buku terbesar dan terlengkap yang ada di mall itu, toko buku yang cukup terkenal namanya di Indonesia lebih dahulu sebelum makan siang dan akhirnya belanja kebutuhan harian yang menjadi tujuan utama mereka berdua pergi ke mall.
Lova menyisir rak demi rak yang memajang novel-novel fiksi remaja yang baru terbit mencari novel yang akan dibeli. Sesekali mengulurkan tangannya mengambil novel dari rak yang menurutnya menarik. Lova membaca blurb di bagian belakang cover novel sebelum memutuskan akan dibeli atau tidak.
Lova mengaitkan rambutnya yang jatuh menutupi wajah ke belakang telinga sebelah kanan. Merasa sedang diperhatikan Lova mengangkat wajahnya dari novel yang sedang dia baca dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Keningnya mengerut dalam ketika tidak menemukan siapa-siapa di lorong itu. Lova mengedikan bahunya dan kembali mengalihkan atensinya pada novel.
Ckrek!
Dengan gerakan cepat Lova menolehkan kepala ketika telinganya mendengar seperti suara kamera yang sedang dioperasikan untuk mengambil gambar. Lova celingak celinguk, mencari asal sumber suara yang tidak terlalu keras itu. Perasaannya berubah menjadi sedikit was-was. Lova langsung bersikap waspada. Dia tidak ingin bertingkah kegeeran dulu. Belum tentu kamera itu diarahkan untuk memotret dirinya. Namun, dia juga harus tetap berhati-hati bukan? Apalagi dia sedang berada di tempat umum seperti sekarang ini.
Tak lama Lova melihat sosok anak laki-laki yang keluar dari lorong tepat di sebelahnya dan berjalan menjauh menuju ke arah pintu keluar. Apa mungkin anak laki-laki itu? Lova menatap punggung anak laki-laki itu lekat-lekat. Mencoba menduga-duga siapa pemilik dari punggung lebar itu. Jika dilihat dari postur tubuh anak laki-laki itu, sepertinya memang tidak asing. Dia seperti mengenal anak laki-laki itu. Tapi ... siapa? Lova berpikir keras.
"Princess?" panggil Alex lembut sambil melirik ke arah objek yang sedang Lova tatap sejenak. Alex tersenyum tipis seraya mengusap kepala Lova sayang ketika melihat putrinya itu hanya terdiam sedang ... termangu? Tidak menyahut panggilannya.
Lova terkesiap. "Ya?!" sahut Lova dengan sedikit berteriak. Langsung berbalik badan menghadap Alex. "Daddy?!" Lova menghela nafas lega.
"Are you okay, princess?" tanya Alex dengan raut khawatir yang sangat kentara. Alex memegang kedua lengan atas Lova, meneliti tubuh putrinya itu dari atas sampai bawah kembali ke atas lagi. Menatap Lova dengan tatapan serius.
Lova mengulas senyum lembut mencoba menghapus kekhawatiran yang tercetak di wajah tampan Alex seraya menepis tangan daddynya itu pelan. "I'm totally fine, daddy. No need to worry. Hanya saja tadi, Lova seperti melihat orang yang mirip dengan seseorang yang Lova kenal. Lova coba ingat-ingat lagi, tapi tetap tidak bisa menemukan orang itu siapa." terang Lova sambil melingkarkan tangan kirinya di lengan kekar Alex.
Alex mengangguk kecil. Hal seperti itu memang lumrah terjadi. Dari yang pernah dia dengar, setiap orang itu memiliki kembaran sebanyak tujuh. Jadi tidak heran jika terkadang melihat orang lain yang mirip dengan orang yang dikenal.
"Sudah menemukan novel yang akan dibeli, princess?"
Lova mengangguk pelan. "Sudah, daddy." cengir Lova lebar sambil mengangkat sedikit keranjang belanjaan menunjukan tiga buah novel yang sudah tergeletak manis di dalam sana.
Sebelah alis Alex naik. "Tiga, princess?" tanya Alex menatap Lova tidak percaya. "Really?" tanya Alex lagi memastikan. Matanya melirik ke arah keranjang belanjaan di tangan putrinya itu.
"I--" dengan sengaja Lova menjeda ucapannya sambil sedikit mendongak lalu mengangguk dengan mantap. "--yap! Why, daddy?" Lova menatap Alex tidak mengerti. "Tiga itu hitungannya masih sedikit untuk Lova, daddy. Apalagi halaman novelnya tidak terlalu banyak seperti ini." terang Lova sambil sedikit mengayunkan keranjang belanjaan.
Alex manggut-manggut. "Okay. Baiklah, princess. Sekarang ke kasir. Kita bayar dulu novelnya. Lalu kita makan siang." terang Alex seraya melirik Rolex Cosmograph Daytona White Gold yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Sepertinya kita terlalu lama di toko buku ini. Sekarang sudah lewat dari jam makan siang."
Lova mengangguk patuh. Pandangannya turun menatap kedua tangan kosong Alex. Lova mendongak menatap daddynya itu. "Daddy tidak ada membeli sesuatu?" tanya Lova sambil mengiring Alex berjalan menuju ke kasir yang berada di dekat pintu keluar masuk toko buku itu.
-firstlove-
Lova bertopang dagu dengan kedua tangan seraya mengetuk-ngetuk kedua pipi mulusnya dengan jari kelingking. Matanya bergerak berpindah dari satu stand ke stand lain yang menjual berbagai jenis makanan di food court mall itu. Dia belum bisa memutuskan menu untuk makan siangnya. Terlalu banyak yang ingin dia makan dan akhirnya membuatnya bingung sendiri. Lova menghela nafas lelah membuat Alex geleng-geleng kepala melihatnya.
"Belum juga bisa memutuskan, princess?" kekeh Alex geli.
Gerakan jari kelingkingnya seketika berhenti. Lova mengerucutkan bibir seraya geleng-geleng kepala. Raut wajahnya berubah menjadi cemberut. "Daddy punya saran untuk Lova?" tanya Lova sambil mengangkat dagunya. "Lova benar-benar bingung mau makan apa." Lova mendesah lelah. Menatap Alex penuh harap.
"Humm ..." gumam Alex sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Alex melipat kedua tangan di depan dada. Menatap Lova seraya Menimang-nimang pilihan menu yang akan diusulkan yang sekiranya bisa diterima oleh selera putrinya itu.
Lova memajukan badan hingga dadanya menempel pada tepi meja. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan jawaban dari Alex. Lova menatap daddynya itu dengan raut antusias setengah penasaran.
"Samakan dengan pesanan daddy saja bagaimana, princess? Ayam bakar madu." Alex mengedikan bahunya. "Sepertinya tidak terlalu buruk menjadi menu makan siang."
Lova menghela nafas berat. Raut wajah antusiasnya langsung berubah menjadi cemberut. Kedua bahu Lova melorot. "Lova sedang tidak ingin makan ayam, daddy."
Alex mengangguk mengerti. "Okay. Lalu--" Alex menjauhkan punggungnya dari sandaran kursi. "Princess daddy ini sedang ingin makan apa, hm?" tanya Alex sambil menyatukan kedua tangannya di atas meja. Menunggu Lova dengan penuh kesabaran.
Lova menegakan duduknya. Mengedarkan pandangannya sekali lagi kearah stand penjual makanan dan berakhir menatap Alex. "Lova mau makan bakso malang saja, daddy. Yang spesial, ya daddy. Paket komplit."
Alex mengangguk pelan. "Okay, then. Apa daddy sudah bisa pesan sekarang, princess?"
Lova cengengesan menyadari ada nada sindiran di dalam pertanyaan Alex membuat Alex geleng-geleng kepala melihatnya. "Maaf. Lova lama sekali."
Alex tersenyum maklum. Tangan besarnya mendarat di atas kepala Lova mengacak rambut putrinya itu pelan. "It's okay. Daddy pesankan dulu." kata Alex sambil menarik tangannya pelan.
"Lova tidak mau pakai mie ya, daddy. Baksonya saja. Paket komplit itu sudah sangat banyak porsinya." pesan Lova seraya menyisir rambutnya yang sedikit acak-acakan dengan kesepuluh jari tangan.
Alex mengangguk paham. "Okay. Tunggu sebentar, princess."
Dengan gerakan cepat Lova mencekal lengan Alex, menahan daddynya yang sudah berdiri hendak berlalu meninggalkan meja. Lova mendongak sedikit menatap Alex. "Lova mau minum Chatime, daddy."
Alex mengangguk. "Okay, princess. Sebentar, ya daddy pesankan makanan kita dulu. Nanti daddy belikan Chatime, hm."
Lova menggeleng pelan. "No, daddy. Lova mau membeli Chatime sendiri saja. Lova bisa, kok."
Alex mengangkat kedua alisnya. Menatap Lova tidak yakin. "Are you sure, princess? Daddy hanya akan sebentar saja."
Lova mengangguk mantap. "Yes, I'm sure. Lova hanya perlu turun ke lantai tiga saja, daddy. Tidak terlalu jauh."
Alex mengangguk singkat. "Baiklah, princess. Nanti daddy yang akan meminta tolong pada salah satu pelayan untuk menjaga meja kita sebentar."
Lova mengangguk setuju. Di hari minggu seperti ini mall memang berubah menjadi double ramai. Sampai-sampai hanya untuk mendapatkan meja di food court saja menjadi susah-susah gampang. Sekali dapat tidak boleh ditinggal pergi. Lengah barang satu detik saja meja sudah akan raib. Ada penghuni baru yang menempati. Lova beranjak meninggalkan meja menuju gerai Chatime dan membiarkan Alex yang mengurus sendiri masalah meja.
Tbc.