Kedua telinganya yang sedang disumpal headset sedang mendengarkan musik dengan volume yang disetel keras-keras membuat Lova sampai tidak mendengar suara pintu kamarnya sedang diketuk.
Di balik pintu kamar Lova, Lila mendengus kesal. Langsung saja nyelonong masuk ke dalam kamar sahabatnya itu. Lila berdecak keras ketika mengetahui penyebab dari ketukannya yang keras hingga membuat tangannya sakit itu tak mendapatkan jawaban dari si empunya kamar.
Lila berdiri berkacak pinggang satu tangan dan kaki kanan yang dilebarkan sedikit memperhatikan Lova yang tidur dalam posisi telungkup sambil bertopang dagu, kedua kaki ditekuk dan disilangkan terlihat sedang asik membaca novel dengan santai memakan snack singkong sambil menggoyang-goyangkan kakinya naik turun.
Lila masih setia dalam posisinya menikmati senandung Lova yang tetap saja terdengar merdu walau hanya berupa gumaman lirih dengan artikulasi yang tidak jelas. Rupanya gadis itu tengah mengunyah sambil bernyanyi. Lila geleng-geleng kepala.
Lila dengan sengaja memukul bokong Lova sedikit keras hingga membuat gadis itu reflek mengaduh keras.
"Aduh! Panas-panas!" jerit Lova keras sambil memegang bokongnya dan membalik posisi tidur menjadi telentang. "Lila! Sakit!"
Lila terbahak puas sambil memegang perutnya dan beranjak naik ke atas ranjang Lova. Duduk bersila di tepi ranjang menatap sahabatnya itu geli. "Ya ampun! Itu muka kamu kondisikan, tolong rose." kata Lila di tengah sisa-sisa tawanya.
Lova mendesis kesal dan menatap Lila tajam.
Lila terkekeh kecil. "Biasa aja, dong lihatin akunya, rose."
Lova bangun dari tidur terlentangnya sambil membetulkan cepolan rambutnya yang terlepas dan duduk bersila kaki. "Lagian Lila main tabok-tabok aja, sih?! Sakit campur kaget tahu gak, Lila. Panas, sumpah." terang Lova sambil memasang wajah cemberut dan menunjuk ke arah bokongnya.
"Ma-sa?" tanya Lila sambil memajukan wajahnya sedikit menggoda Lova. "Ya... suruh siapa kamu pakai segala gak dengar waktu aku ketuk pintu. Buku jari aku sampai merah-merah gini, nih." sewot sambil menunjukan kedua punggung tangannya. "Gak syantik lagi." gumam Lila menatap tangannya dengan wajah nelangsa.
Lova tersenyum kecil. "Maaf, deh Lila. Bentar juga hilang, kok itu pasti merah-merahnya. Tangan Lila, kan strong." Kekeh Lova.
Lila mencebikan bibir seraya menatap Lova tajam. "Strong, naon?!" protes Lila keras.
"Loh. Kok, jadi sunda? Lila, kan jawa asli." kata Lova sambil membereskan novel dan snack singkong yang masih berserakan di atas ranjangnya.
Lila mengibaskan tangan kanannya. "Gak penting, gak penting. Aku mau tanya soalnya gosip yang kata anak-anak kamu dicium sama Axel. Kok, bisa, sih rose?"
Gerakan tangan Lova seketika berhenti. Perlahan menoleh menatap Lila.
"Baru juga aku tinggal latihan cheerleader. Karena bentar lagi ada pertandingan. Kamu udah main sosor-sosoran aja?!"
Lova menghela nafas berat. "Gak kaya gitu, Lila." Sangkal Lova sambi menumpuk novel dan snack singkong di atas pangkuannya. "Apaan, sosor-sosor. Gak ada begitu-begitu. Bisa dipenggal kepala Lova kalau sampai daddy tahu. Lova juga mana tahu Axe bakalan ngelakuin hal kaya gitu."
Lila melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya memicing menatap Lova curiga.
"Beneran, kok kaya gitu. Lova juga gak tahu kalau ada Axe waktu itu. Kan, Lila tahu sendiri Lova gak pernah ketemu atau komunikasi sama Axe."
"Heboh banget, tahu gak kamu rose. Berharap aja Malik gak tahu juga. Tapi gak mungkin juga Malik gak tahu. Pelakunya setiap hari bareng sama Malik."
Lova menghela nafas lelah. Dia melupakan soal Malik. Lova menopang keningnya dengan telapak tangan kanannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi.
Lila berdehem pelan seraya melepaskan tangannya. Menatap Lova tidak enak. "Rose--"
"Hmm," Lova melirik Lila. "Ada Malik juga di sini sekarang, Lila?"
Lila mengangguk kaku. "Sama ada Abdul juga, kok rose. Mereka berdua memang sengaja datang kesini. So Sorry..." kata Lila pelan sambil menangkup kedua tangannya di bawah dagu. Menatap Lova dengan tatapan bersalah.
Lova menggeleng pelan seraya mengangkat keningnya. "Gak apa-apa, kok Lila. Mau gak mau, cepat atau lambat Lova juga harus jelasin semuanya sama Malik. Sekarang atau nanti sama aja, kan?"
Lila mengangguk. Beranjak turun dari ranjang Lova. Lila mengulurkan tangan kanannya. "Turun, yuk. Kita udah ditungguin uncle sebenarnya di bawah."
Lova menyambut tangan Lila dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memeluk novel dan snack singkong yang akan dia bawa ke bawah.
Mereka berdua berjalan bersisian keluar dari kamar Lova menuju ruang makan dimana ada Alex, Malik dan Abdul yang sudah menunggu kehadiran mereka berdua.
-firstlove-
Lova menyerahkan piring terakhir yang harus dicuci pada Lila yang bertugas mengelap piring dan memasukan ke dalam kitchen set. Mengibas-ngibaskan kedua tangannya di wastafel membuang sisa-sisa air. Lova mengelap kedua tangannya dengan serbet yang berada di atas wastafel.
Lila menumpukan kedua tangannya di tepi wastafel memperhatikan gerak-gerik Lova. "Buruan sana, samperin Malik, rose."
Lova mengangguk sekilas. "Lova tinggal dulu, ya Lila." pamit Lova sambil menepuk punggung tangan Lila pelan.
"Hmm," gumam Lila sambil menganggukan kepala kecil. Matanya menatap punggung Lova hingga di belokan pintu dapur. Lila menghela nafas pelan dan kembali melanjutkan kegiatannya dengan alat-alat makan.
Jika dijelaskan secara sederhana bagian rumah Lova, di lantai atas hanya diisi kamar-kamar berjajar yang ditata seperti kamar indekos dan sedikit space bernuansa warna tosca untuk meletakkan smart TV 50 inch, home theater, playstation 4, sofa minimalis bentuk L, coffee table dan lantai beralaskan karpet bulu tebal. Di lantai bawah untuk kamar Alex, dua kamar tamu, ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Halaman luas dan kolam renang di bagian belakang rumah.
Lova geleng-geleng kepala sekilas ketika melihat Abdul dan Alex yang sedang bermain game di ruang keluarga. Terus berjalan menuju ke halaman yang cukup luas yang ada di bagian belakang rumah. Halaman dengan rumput hijau jenis manila yang dipangkas rapi dan rindang dengan berbagai jenis tanaman yang dirawat oleh Alex sendiri. Ditengah-tengah halaman diletakan meja kayu berukuran sangat besar dan pajang lengkap dengan dua puluh kursi kayu berbentuk tabung model potongan gelondongan kayu.
Lova menatap sejenak punggung lebar milik Malik yang sedang duduk di salah satu ayunan dari lima ayunan yang ada di sana. Pelan-pelan berjalan menghampiri Malik. Lova memeluk bahu Malik dari belakang dan menjatuhkan dagunya di bahu laki-laki itu sebelah kanan. Memiringkan kepalanya sedikit menatap wajah blasteran Malik dari samping.
"Malik lagi mikirin apa? Kok, ngelamun?"
Malik langsung mengangkat kepalanya. Menoleh sedikit dan tersenyum ketika pandangannya bertemu dengan manik hazel Lova. Malik menggenggam lengan gadis itu yang melingkar di bahunya seraya kembali menatap kearah depan.
"Gak ada mikirin apa-apa, kok princess. Duduk, capek berdiri terus nanti." kata Malik pelan sambil menuntun Lova duduk di atas ayunan yang ada di sampingnya.
Lova menggenggam kedua tali ayunan lalu mengayunkannya pelan. "Tapi pasti ada yang mau Malik bicarain, kan sama Lova?" tanya Lova seraya menoleh menatap Malik.
Malik mengangguk singkat sambil mengangkat kedua tangannya menggenggam kedua tali ayunan lalu mengayunkannya pelan. Menghela nafas kasar. "Aku ada dengar sesuatu yang gak masuk akal dari anak-anak." terang Malik sambil melirik ke arah Lova yang sedang tersenyum kecil.
Lova manggut-manggut. "What?" tanya Lova singkat.
Malik berhenti mengayunkan ayunannya. Melepaskan genggamannya pada tali ayunan seraya menoleh menatap Lova serius. "You and Axel have-- kissed?" tanya Malik dengan sebelah alisnya terangkat.
Lova balik menatap Malik serius. "Malik percaya, kan sama Lova?" tanya Lova menatap Malik serius.
Malik menganggukan kepalanya mantap. "Of course, princess. Tapi aku gak percaya sama si playboy satu itu."
Lova tertawa kecil. "Dan si playboy satu itu teman Malik."
"Yeah! Sial banget, kan aku princess." kekeh Malik.
Lova terkekeh kecil seraya memutar kepalanya menghadap ke depan. "Lova gak tahu kejadiannya bakal kaya gitu. Kalau aja tahu, Lova pasti udah menghindar. Semuanya terjadi mendadak dan gak Lova duga-duga."
Malik mengangguk percaya. "Take care of yourself, princess. Aku sama Abdul gak selalu bisa sama-sama selama 24 jam sama kamu dan Lila."
Lova menoleh menatap Malik dan tersenyum manis. Menatap laki-laki itu lembut. "You can trust me, Malik."
Malik tersenyum manis. "Langsung bilang sama aku sama Abdul kalau ada sesuatu, hm?"
"Iya, Malik ku..." balas Lova gemas sambil tertawa kecil.
Tangan kanan Malik terulur mengacak rambut halus Lova pelan membuat raut wajah Lova cemberut. Malik terkekeh kecil. Gemes.
"Woy! Lik! Balik, kuy!"
Malik menarik tangannya dan menoleh ke arah belakang nyaris secara bersamaan dengan Lova.
Lova dan Malik, keduanya saling bertukar pandang sejenak lalu tertawa kecil bersamaan.
"Masuk, yuk princess." ajak Malik seraya beranjak berdiri dari atas ayunan dan mengulurkan tangan kanannya.
Lova mengangguk pelan sambil beranjak berdiri dari atas ayunan. Langsung menerima uluran tangan Malik.
Tbc.