Chereads / FIRST LOVE / Chapter 11 - FIRST LOVE | 11

Chapter 11 - FIRST LOVE | 11

Lova bertopang dagu dan menatap kosong pada whiteboard yang menampilkan pantulan slide materi conversation dari proyektor. Bosan. Bukannya Lova mau sombong, tapi jika soal mata pelajaran bahasa Inggris dia sudah khatam, tidak terlalu perlu mempelajarinya lagi. Alex yang bule serta lahir dan sempat beberapa tahun menetap di tanah kelahiran daddynya itu membuat dia bisa dikatakan lebih pintar dalam berbahasa Inggris dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.

TET... TET... TET...

Hahh... Lova menghela nafas lega sambil menjatuhkan dagunya. Akhirnya, selesai juga! Lova bersorak di dalam hati. Menyatukan kedua tangan dan merenggangkan jari-jarinya yang kaku seraya menelengkan kepala ke kiri dan ke kanan bergantian melemaskan lehernya yang tegang. Ya Tuhan! Badannya terasa remuk semua. Lova langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika ingin menguap.

Lova langsung berpaling ke samping kanan dan mendongak sedikit ketika merasakan tepukan pelan di bahunya sebelah kanan diiringi dengan suara yang sudah sangat familiar di telinganya.

"By?"

"Hmm," gumam Lova pelan sambil membereskan mejanya.

"Aku ada latihan cheers hari ini. Aku duluan, ya, By."

Lova mengangguk pelan. "Iya, Lila."

"Tunggu Malik di sini dulu. Malik mau ke sini katanya tadi. Kamu jangan kemana-mana sebelum Malik datang, oke By?"

Lova mengangguk sekali lagi.

"Yaudah, deh. Aku duluan, ya, By takut dimarahi kakak ketua kalau telat. Ingat kata-kata aku tadi." peringat Lila sambil menunjuk wajah Lova. "Jangan kemana-kemana."

"Iya, Lila ku..." jawab Lova gemas. Lalu tersenyum manis dan mengepalkan kedua tangannya diangkat sebatas bahu. "Fighting! Semangat latihan cheersnya, ya Lila. Bergerak hati-hati, jangan sampai kaki Lila cedera."

Lila tertawa kecil dan menganggukan kepalanya singkat. "Siap, mata-mata!" kekeh Lila. "Love you tomat, my baby girl. Bye, By!" kata Lila dengan suara sedikit keras sambil memberikan large heart sign dengan kedua tangan diletakan atas kepala.

Lila berjalan mundur meninggalkan Lova. Lalu secara bergantian tangan kanan dan kirinya, melayangkan ciuman jarak jauh beberapa kali.

Lova tertawa kecil. "Bye! Love you too, Lila!" balas Lova sambil melambai-lambaikan kedua tangannya. Tawanya seketika luntur ketika melihat laki-laki tak jauh berdiri dari Lila. Lova menghela nafas berat. Abaikan mereka berdua.

"Heh! Lo kalau jalan bisa yang bener gak, sih, La! Lihat depan! Jalan mundur-mundur udah kaya undur-undur aja!"

Lila dengan gerakan cepat berbalik badan dan menatap laki-laki yang melayangkan kalimat protesan tadi tajam. "Bima banyak bacot!" sembur Lila sambil menyenggol sebelah bahu Bima kasar membuat laki-laki itu mengaduh heboh.

"Adaww! " Bima langsung memegang bahunya.

"Dih! Sepele banget lo, Bim!" ejek Lila sambil tertawa geli.

"Kurang asem! Sini gak lo, La!" teriak Bima lantang sambil melambaikan tangan kanannya meminta Lila mendekat dan menatap gadis itu tajam.

Lila berbalik badan dan menjulurkan lidahnya pada Bima. "Aaaa...!!!" jerit Lila ngeri dan semakin berlari kencang. "Bima, sialan lo! Jangan kejar gue, Nyet! Gue baru mau latihan cheers. Masa udah keringetan! Bimaaa...!

"Lila! Berhenti gak lo, hah! Awas, ya lo kalau berhasil gue tangkep. Gue ketekin, anjir! Lila! Berhenti!"

Lova terkekeh pelan seraya geleng-geleng kepala ketika mendengar teriakan bersahutan Lila dan Bima di lorong koridor. Dia tidak habis pikir dengan kedua manusia yang memiliki jenis kelamin berbeda itu yang kelakuannya kadang-kadang. Kadang akur kadang seperti tom and jerry. Kalau akur manis sekali. Kalau sedang dalam mode tom and jerry, saran dia yang sudah berpengalaman tutup telinga kalau masih sayang dengan indera pendengaran kalian.

Kali ini keberuntungan masih berpihak pada Lila, tidak ada Malik atau Abdul. Kalau saja kedua laki-laki itu mendengar umpatan Lila barusan, wah... bisa habis kena ceramah tiada akhir dan sindiran berhari-hari sahabatnya itu. Jika sudah begitu tidak ada yang bisa Lova lakukan untuk membantu Lila lolos dari Malik dan Abdul, apalagi kalau abangnya, Kevin ikut bergabung. Sama saja dia bunuh diri kalau sampai nekat. Dia juga pasti akan ikut kena ceramah.

Drrrrt...drrrrt...

Gerakan kedua tangannya yang akan memasukan buku ke dalam tas seketika terhenti ketika merasakan ponsel yang ada di dalam saku kemeja putihnya bergetar panjang. Tanda jika ada panggilan masuk. Lova kembali meletakkan bukunya yang sudah tersusun dengan rapi di atas meja. Merogoh saku kemeja dan mengeluarkan ponselnya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyum lebar ketika melihat nama yang terpampang di layar ponsel.

Daddy is calling...

Lova langsung saja menggeser tombol warna hijau di layar ponselnya.

"Yes, daddy!" sapa Lova riang sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

["Hey, my princess! Sudah pulang?"]

Lova mengerucutkan bibirnya walau tahu Alex tidak akan melihatnya dan berusaha menahan dengusan kesalnya. "Itu pertanyaan retoris, please. Tentu saja sudah, dong daddy. Daddy yang akan jemput Lova, bukan?" tanya Lova sambil memutar-mutar ujung telunjuknya di atas permukaan meja membentuk pola abstrak.

Terdengar suara kekehan pelan Alex di seberang sana. ["Of course, princess. Daddy yang pasti akan jemput princess daddy. So... tunggu daddy di tempat biasanya, okay princess? Daddy akan selesaikan pekerjaan daddy secepatnya. As soon as possible."]

"Baik, daddy. Take your time. Lova oke, bisa menunggu daddy. Daddy tidak perlu terburu-buru seperti itu, nanti pekerjaan daddy selesai cepat tapi hasilnya tidak maksimal."

["Okay. Sudah dulu, ya. Love you so much, princess. Bye!"]

Lova tersenyum manis seraya menegakan duduknya. "Love you so much too, daddy. Bye!"

Tut!

Lova menjauhkan ponsel dari telinga setelah dia yang lebih dulu memutuskan sambungan telepon lalu menyimpan lagi benda canggih itu di dalam saku kemeja. Kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti. Lova memasukan buku ke dalam tas.

Matanya melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya sekilas. Lova mengedarkan pandangan ke segala arah mencari tanda-tanda keberadan Malik. Namun, nihil. Lova tidak menemukan batang hidung mancung laki-laki itu. Lova menghela nafas samar seraya menarik resleting hingga tas yang diletakan di pangkuannya tertutup sempurna. Lalu memutar punggungnya sedikit ke belakang mengambil jaket baseball kebesaran warna hitam-putih yang disampirkan di atas sandaran kursi dan langsung memakainya.

-firstlove-

Malik hanya berdiri terdiam di ambang pintu kelas dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celananya memperhatikan Lova yang sedang beranjak berdiri dari posisi duduk gadis itu seraya memakai tas di atas punggung kecil gadis itu sejenak.

Malik melangkahkan pelan-pelan masuk ke dalam kelas yang tampak kosong hanya tinggal Lova seorang saja karena bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar hari itu sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu menghampiri Lova yang masih belum menyadari kehadirannya.

"Princess?"

"Ya?" jawab Lova singkat seraya mengangkat kepalanya yang menunduk menatap Malik yang kini sudah berdiri menjulang di depannya. Lova tersenyum manis. "Loh. Kok--" Lova menunjuk Malik dengan raut wajah bingung. "Malik udah ada di sini aja, sih. Lova gak ada dengar suara langkah kaki Malik, masa?" kata Lova sambil menurunkan telunjuknya.

Malik tertawa kecil sambil mengulurkan tangan kirinya membetulkan posisi tali tas Lova yang sedikit terlipat di bahu gadis itu sebelah kiri. "Karena kamu sedang terlalu serius, princess." kata Malik pelan sambil mengangkat tangan kirinya dan mengaitkan surai rambut Lova di belakang telinga. Tatapannya turun ke wajah gadis itu. "Aku buat kamu nunggu lama, ya princess?"

Lova tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak, kok Malik. Lova aja baru banget selesai beresin buku. Terus tadi daddy sempat telepon juga."

Malik mengangguk kecil. "Good! Terus ini gimana jadinya, hm? Kamu beneran gak mau pulang diantar sama aku aja, princess?"

Lova menggeleng pelan seraya tersenyum manis. "Kan, daddy udah telepon Lova tadi, Malik. Jadi Lova mau tunggu daddy jemput aja, Malik. Gak apa-apa, kok gak akan lama daddy juga. Kasihan daddy kalau sampai gak jadi jemput Lova. Tadi pagi Lova berangkat ikut ayah soalnya. Daddy ada meeting pagi-pagi jadi gak bisa antar Lova."

Malik mengangguk pelan. Tangan kanannya terulur mengacak rambut Lova pelan. "Iya, udah. Kamu hati-hati, okay princess? Kalau ada apa-apa, kamu harus telepon aku langsung, hm. Ingat, kan? Tekan angka tiga. Aku nongkrong di warung Mbak Yetri."

Lova mengangguk patuh. "Iya. Tapi harus ingat, ya Malik!" kata Lova penuh peringatan. Menatap Malik dengan sorot tajam yang dibuat-buat dan menunjuk wajah laki-laki itu dengan telunjuknya. "Gak boleh apa, tuh namanya? Emm... nyebat?" Lova mengangguk sekilas. "Iya, benar nyebat. Malik sama Abdul enggak boleh, ya nyebat!" larang Lova sambil menurunkan telunjuknya.

Malik terkekeh pelan sambil mengulurkan kedua tangan merapikan rambut Lova yang menjadi sedikit berantakan akibat ulahnya tadi dengan sepuluh jarinya. Lalu menangkup wajah Lova. "Iya. Kalau ingat aja, kan princess?"

Raut wajah Lova langsung berubah menjadi cemberut. Lova menghentakan kaki kanannya kesal. "Malik, ih! Gak boleh kaya gitu, lho. Gak bagus tahu, Malik." Lova menggelengkan kepalanya kecil.

"Iya-iya, my princess. Gemesin banget, sih." jawab Malik gemas sambil menurunkan kedua tangannya. "Gak boleh nyebat, kan?" tanya Malik lalu mengangguk singkat. "Okay, I got it. Bang Kevin juga nyebat, lho by the way princess."

Kedua mata Lova langsung melebar. "Apa?!"

"Ups! Aku jadi keceplosan, kan." kata Malik langsung saja mengulum bibirnya dan memasang raut wajah terkejut yang dibuat-buat. Malik menatap Lova dengan sorot geli.

Lova mengerucutkan bibirnya. "Emang Malik sengaja!" sahut Lova keras. "Ini, gak boleh dibiarkan!" kata Lova menggebu sambil meninju telapak tangan kirinya.

Malik terkekeh geli dan menyentil kening Lova pelan. "Gak usah sok-sokan galak kaya gitu, ya mukanya. Gak cocok banget sama kamu, princess."

Lova nyengir lebar menunjukan deretan gigi putih rapinya sambil mengusap-usap keningnya pelan. "Ma-likkk..." panggil Lova dengan suara manja seraya memeluk lengan Malik erat. Kedua matanya mengedip-ngedip menatap laki-laki itu.

Kekehannya seketika terhenti. Malik mengangkat alisnya sebelah. Menatap Lova dengan was-was sambil menunggu kelanjutan kalimat Lova yang dia tahu belum selesai. Dan kalau gadis itu sudah bertingkah manja seperti itu pasti sedang ada maunya.

"Lova, kan mau ke ruang musik, kan ya ini Malik, ya... Malik anterin Lova, dong yuk." kata Lova halus sambil mengangguk kecil dan menatap Malik dengan puppy eyes, jurus andalannya itu. Tingkat akurasi keberhasilan jurus andalannya itu mencapai 99,99%.

Tuh, kan! Malik mendengus keras dan melirik Lova malas. "Gak tahu, gak tahu, princess. Males udah!" Malik langsung menarik pelan tangannya dan berbalik badan berjalan mendahului Lova.

Lova terkekeh pelan. Malik-nya memang selemah itu! Lova geleng-geleng kepala. "Tungguin Lova, dong Malik!"

Malik menghela nafas samar. Langsung saja menghentikan langkah kakinya. Malik memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya seraya menoleh ke belakang menatap Lova. "Ayo, princess." Malik mengedikan dagunya sedikit.

Lova tersenyum lebar dan berlari kecil mengejar Malik. Langsung saja menubruk lengan kekar laki-laki itu dan memeluknya erat-erat.

-firstlove-

"Pintunya tetap dibuka aja, ya princess." titah Malik ketika keduanya sudah berdiri di depan pintu ruang musik. "Biar yang di luar tahu kalau masih ada orang di dalam. Gak lucu banget, kan kalau kamu sampai ke kunci di dalam sana, princess."

Lova tertawa kecil sambil menempelkan telunjuk dan jari tengahnya di pelipis sejenak lalu menjauhkan kedua jarinya itu. Lova memberi hormat sekilas. "Si...ap, bosque!" Lova nyengir lebar.

Malik terkekeh pelan. "My good girl!" puji Malik seraya mengusap kepala Lova sayang. "Gimme a chu, then."

Lova mengangguk kecil. Berjinjit dan mencium pipi kanan Malik sekilas. Entah apa yang akan terjadi jika aksinya dan Malik itu sampai dilihat oleh orang lain? Lova tak perduli sama sekali. Pokoknya dia sayang Malik, sangat, titik!

"Thank you, princess..." ucap Malik sambil tersenyum manis. Malik mencium pelipis Lova sekilas. "Okay, I have to go now. Bye, princess! Take care. Love you..."

Lova mengangguk. "Too... bye-bye, Malik ku!" balas Lova sambil melambai-lambaikan kedua tangannya. "Remember what I said, okay Malik! teriak Lova keras yang langsung dibalas lambaian satu tangan Malik. Laki-laki itu bahkan tidak mau repot-repot membalikan badan untuk menatapnya. Lova tersenyum kecil sambil geleng-geleng kepala. Dasar sok cool! Lova langsung berbalik badan dan melangkah pelan masuk ke dalam ruang musik.

Lova mendudukan dirinya dengan nyaman di piano stool menghadap ke arah concert grand warna hitam yang memiliki cetakan besar dan tebal huruf kapital membentuk kata merk YAMAHA berwarna emas dan putih. Perlahan melepaskan tali tas punggung di kedua bahunya secara bergantian. Lova meletakkan tas di samping kiri bawah kakinya.

Lova mengangkat fallboard-covers keys lalu menekan satu tuts secara acak dengan telunjuk kanannya. Memposisikan kesepuluh jarinya di atas tuts piano. Kesepuluh jari tangan Lova bergerak lincah di atas tuts memainkan sebuah lagu instrumen River Flows In You dari second album First Love yang dirilis pada tahun 2001, salah satu karya yang sangat populer dari Lee Ru-ma atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Yiruma. Komponis, musikus, dan pianis berkebangsaan Korea berusia 42 tahun yang karya-karyanya sedang sangat Lova sukai akhir-akhir ini.

You are just too young to fin the

Senses in your life

Looking for something else like the

Dream that you have

Filled your life with something

Else like teardrop in your eyes

Who does care what you are while

The river flows in you?

Lova tersenyum lembut seraya perlahan memejamkan kedua matanya mencoba merasakan makna yang hendak Yiruma sampaikan melalui karya pria itu yang bergaya misclassify dan instrumentalia solo piano yang cenderung bergaya kontemporer klasik.

You are not the fool, no

You are a beautiful one

You are like the sun

Cause this one river flows in you

You are not the no one

You just look for more here

Who does care because you are the one with it inside

Tbc.