HP Adit berdering saat ia hendak menuju ke kamar mandi. "Hm? Ada apa Bang Yusran menghubungi senja-senja begini...?"
Ia memungut ponsel yang ada di atas meja, lalu menyambut panggilan. "Ya...? Halo...? Ada apa, Bang Yusran...?"
Tak ada sahutan.
Yang ada cuma suara desauan angin kencang...
"Halo? Halo?" Adit terus memanggil-manggil di telepon tapi lagi-lagi tak ada sahutan.
Tiba-tiba di seberang telepon terdengar olehnya suara jerit ketakutan, lalu disusul suara geram menakutkan.
HHRRRRGGGHK!!!
Aaaaaaaaaahhh!
Lalu: tut-tut-tut...
Ponsel putus sambungan.
Adit mengerutkan alis. Ia kembali memencet ponselnya dan berusaha menghubungi balik ponsel Yusran, salah seorang pekerja yang ada di bakal rumah Norsy itu.
Tapi Yusran tidak mengangkatnya. Yang ada hanya terdengar nada sambung.
Adit lalu menghubungi ponsel Arul, tapi bosnya itu juga tak mengangkatnya.
Adit merasa curiga, seperti ada sesuatu yang tidak beres terjadi.
Bukankah mereka semua ada di lokasi pembongkaran makam?
Ia langsung menghubungi Norsy.
Wanita itu begitu cepat merespon jika Adit yang menghubungi. "Ya, sayang. Ada apa?"
Adit tertawa kecut.
"Norsy, kamu di mana?"
"Di rumah saja. Kenapa? Kamu kangen ya?"
"Ng... ada yang tidak beres. Perasaanku jadi tidak enak..."
Norsy terdengar menggumam tidak jelas seperti merajuk. "Mm, kamu setiap menghubungi aku selalu menyampaikan kabar buruk. Sekali-kali ngajak pingin ketemu lah, katakan rindu lah, atau apa lah...!"
"Iya, iya, aku rindu!" Adit tertawa.
"Nah, gitu dong, sayang. Ada apa, Dit?"
Adit menelan ludah sesaat. "Norsy, tadi aku baru saja dihubungi oleh salah seorang pekerja bangunan di rumah itu, tapi saat kuangkat telponnya yang ada suara-suara teriakan menakutkan..."
Norsy terdiam sesaat.
"Adit... Kamu jangan nakut-nakutin aku, ah!"
"Aku serius! Waktu aku angkat telepon yang kudengar suara Yusran ketakutan lalu ada suara raungan aneh, lantas telepon terputus..."
"Dit, bukankah mereka saat ini sedang melakukan pembongkaran kuburan?!" Norsy cepat-cepat menyela. Suaranya terdengar tegang.
"Itulah masalahnya, aku takut...!"
"Takut apa, Dit?!"
"Apakah ini ada hubungannya dengan peringatan-peringatan yang kita terima secara aneh waktu itu?"
"Aku tidak berani memikirkan itu, Dit!" suara Norsy terdengar berbisik.
"Dit, kamu di mana? Aku ke rumahmu saja ya! Aku takut sendirian di rumah!!"
"Takut apa pengen ketemu?" Adit menggoda untuk mencairkan ketegangan.
"Masa bodo ah, pokoknya aku ingin ke sana, tunggu ya!"
"Iya, tapi sampainya jangan buru-buru ya soalnya aku mau mandi!"
"Dilambatin aja sekalian mandinya, Dit! Biar kita bisa mandi bareng!"
Adit hanya tertawa, namun tak berani menyahut. Takut kalau candaan nakal isteri bos nya itu makin menjadi-jadi.
Tak lama berselang sebuah mobil Fortuner berhenti di depan tempat kos Adit.
Norsy keluar sembari menenteng banyak belanjaan.
Tak perlu ia mengetuk pintu karena Adit sudah membukakan pintu duluan. Norsy masuk dengan wajah tegang. Ia duduk di kursi sembari mengatur nafasnya.
"Seharian tadi Arul tidak ada menghubungi aku, biasanya tiap hari ia selalu menelpon, paling tidak menanyakan apakah aku sehat-sehat saja," kata Norsy. Wajahnya seperti memendam ketakutan.
"Sudahkah kau hubungi dia? Terus terang aku mengkhawatirkan dia karena sejak tadi kuhubungi ponselnya tidak pernah merespon."
Adit bergegas mengambilkan segelas air putih karena dilihatnya Norsy terlihat semakin tegang.
"Terima kasih!" Norsy cepat mengambil gelas itu lalu meneguk isinya.
Adit hanya memperhatikan wanita itu yang terlihat gelisah di tempat duduknya.
"Kau mau kutinggal sebentar? Biar aku yang mengecek ke lokasi, apa yang dikerjakan mereka di sana...?"
"Gila apa kamu, Dit!" Norsy menjerit, matanya membelalak.
"Aku ke sini kan karena ada kamu! Sama aja bohong kalau aku kamu tinggal lagi sendirian di sini!"
"Ya, ya. Sori! Tapi aku perlu tahu juga, seperti apa kondisi mereka saat ini. Aku khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap mereka," Adit berusaha memberi pengertian.
"Bukan hanya suamimu yang ada di lokasi itu, tapi ada tiga pekerja lain yang disuruh membongkar kuburan... Semuanya tak ada yang merespon saat kuhubungi. Astaga! Kuburan itu...?!"
Adit jadi bergidik saat ia ingat kejadian aneh yang mereka alami terkait keberadaan kuburan itu. Seseorang tampaknya telah jauh-jauh hari mengingatkan mereka untuk tidak menganggu kuburan itu.
"Kalau kau ke sana, aku ikut, Dit!"
Adit menggeleng.
"Terlalu berbahaya buat kamu!"
"Aku tidak peduli! Aku lebih takut lagi kalau kamu tinggal sendirian di sini!"
"Tapi apa tanggapan suamimu nanti kalau melihat kita jalan berbarengan?" Adit mendelik kesal.
Tapi detik berikutnya ia merasa menyesal karena telah berkata sedikit kasar terhadap isteri atasannya itu. Bagaimanapun Norsy adalah isteri bos nya yang mesti ia junjung tinggi kehormatannya.
"Aku juga tidak peduli, bilamana perlu aku akan kenalkan ke dia bahwa kamu adalah calon suamiku berikutnya...!" Norsy menantang.
Adit tiba-tiba tergelak tertawa.
"Aku serius, Dit! Kenapa kamu tertawa?!"
"Ada-ada saja! Bisa-bisa aku langsung dimutilasi oleh Pak Arul!" katanya tertawa kecut. "Ya sudah, kalau mau ikut, ikut saja, tapi kita jalan pakai kendaraan masing-masing ya! Please!" Adit berkata sambil menunjukkan wajah memelas.
"Oke! Aku mengerti!" Norsy mengangguk setuju. Ia bergegas menuju ke mobilnya. Tapi sesaat kemudian ia berpaling ke arah Adit.
Tersenyum menggoda. "Udah pulang nanti, aku menginap di tempatmu, ya. Tidak apa-apa, kan?"
Adit hanya tersenyum. Tidak berani menjawab. Ia menurunkan sepeda motornya yang terparkir di atas teras.
"Hei, Dit. Kok diam?" Norsy penasaran. Ia urung menstarter mobilnya dan hanya menatap Adit yang sibuk memanaskan mesin motornya.
"Yaaaa, kita lihat saja nanti lah! Yang penting sekarang kita harus tengok rumahmu dulu, nanti kalau semuanya baik-baik saja terserah mau apa..." Adit menjawab sekenanya.
Tapi ucapan asal jadi dari Adit itu justru mendapat tanggapan lain dari Norsy. Tiba-tiba mata wanita itu membelalak.
"Betulan, Dit?! Kita terserah mau melakukan apa saja? Yang benar, Dit? Kamu mau...?"
Adit yang merasa keceplosan langsung meralat. "Eeee... Maksudnya begini, Nyonya, kalau semua beres dan baik-baik saja, terserah mau apa gitu, mau jalan-jalan, mau nongkrong di kafe kaya kemaren, atau nonton tipi bersama...yaa pokoknya yang positif aja lah. Bukannya yang itu..." Adit merasakan darahnya berdesir tidak keruan tatkala mengucapkan itu. Hatinya berdebar-debar.
Benar-benar yang satu ini wanita iblis penggoda! Pikirnya. Pantas saja kalau Pak Arul begitu tergila-gila pada wanita yang satu ini. Semua lelaki tampaknya bisa saja bertekuk lutut olehnya gara-gara sikapnya yang agak-agak liar, namun menarik.
Adit langsung melajukan kendaraannya ke jalan raya, sementara Norsy menyusulnya di belakang.
Tak sampai lima belas menit keduanya sudah tiba di bakal kediaman Norsy. Hari sudah agak gelap, sementara tak satupun ada penerangan di sekitar rumahnya terpencil itu.
Adit memarkir kendaraannya di depan pagar, lantas membuka pintu gerbangnya.
Norsy tampak bimbang untuk turun dari mobil demi melihat keadaan rumah itu yang gelap gulita. Matanya nyalang mengamati sekitar rumah. Bulu kuduknya seketika merinding.
"Dit, aku takut...!" Norsy tampak bergidik.
Rumah itu berdiri kokoh Bagaikan raksasa yang berdiri tegak di tengah kegelapan dan rerimbunan pohon.
Tak ada angin yang menghembusi daun-daun dari pohon sekitarnya, hanya ada suara jangkrik yang terdengar menambah suramnya suasana.
Adit melangkah ke dalam rumah, tak mempedulikan Norsy yang tengah bimbang untuk mengikuti jejaknya.
Tapi saat terdengar anjing melolong dari kejauhan Norsy cepat turun dari dalam mobil dan berlari menyusul pemuda itu.
"Dit...,tunggu aku...!" Norsy bergegas menyusul pemuda itu yang langsung melangkah ke dalam.
Karena tak membawa senter, Adit menggunakan lampu pada ponselnya sebagai pengganti penerangan.
Ia sengaja berjalan di depan Norsy sambil mengarahkan penerangan itu ke antara mereka. Namun suatu ketika senternya liar mengarah ke sana kemari. Hampir saja membuat Norsy menjerit ketakutan. Ia bergegas memeluk Adit dari belakang.
"Dit...?! Ada apa?"
"Sebentar..." Adit terpaku sejenak. Hidungnya mengendus-endus.
Gelisah ia mengarahkan senternya kesana kemari. Ia merasa mencium bau busuk, tapi masih tak yakin. Lalu ia berjalan selangkah dua langkah seraya mengarahkan senternya ke ruang belakang.
"Kamu tidak menjawab pertanyaan ku!" Norsy bersungut-sungut dengan wajah cemberut. Tapi perasaannya semakin bertambah takut.
Adit mengarahkan senternya pelan-pelan ke arah sebuah benda persegi yang teronggok di halaman belakang. Benda itu tampak teronggok menyendiri di antara timbunan tanah bekas galian.
Pandangan matanya kembali nanar. Ia langsung bisa memastikan sesuatu yang tidak beres terjadi di tempat itu.
Serpihan pecahan ubin dan tanah liat berserakan di tempat itu. Lalu di sudut halaman yang lain cahaya senternya menangkap sebuah ponsel tergeletak di atas rerumputan.
Adit menggeleng-geleng kepala.
Ia menatap Norsy yang berdiri di sampingnya dengan wajah memucat. Wanita itu terlihat bibirnya gemetar.
"Norsy...?" Adit menyentuh lengan isteri bos nya itu. Wajahnya terlihat khawatir. "Kau tidak apa-apa?"
Norsy melirik ke arahnya sekilas. Namun pandangan wanita itu terlihat tegang.
"Tuh kan! Apa kubilang? Kamu tidak semestinya ikut kemari..." Adit berusaha menenangkan dengan menarik lengan perempuan itu agar agak mundur ke belakang.
Norsy menurut saja. Tapi matanya kembali nanar menatap sebuah peti kayu di dekat lubang bekas galian.. Peti itu tergeletak seakan menunggu seseorang mengusiknya.
"Mereka sudah menggalinya, dan sepertinya terjadi sesuatu tapi aku tidak tahu persis apa..." Adit menggeleng kepala. Perasaanya semakin gelisah. Ia berpaling ke arah Norsy. "Kau pulanglah! Biar aku yang selidiki kemana perginya Arul dan buruh-buruh yang lain. Oke...?"
Norsy menggeleng cepat. "Tidak, Dit! Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku akan tetap mendampingimu di sini. Akulah penyebab semuanya sampai terjadi seperti ini..." Norsy hanya menggeleng seraya memberikan tatapan sendu.
"Baguslah, aku salut! Tapi ini bukan perkara main-main, Norsy! Sebaiknya kau pulang saja. Aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, tapi perasaanku seperti tak enak..."
Adit menatap Norsy dengan tatapan memohon. Tapi yang ditatap justru tersenyum, kendati ada gurat kecemasan di bola matanya.