Mobil yang mereka tumpangi melaju menembus kegelapan malam. Tak peduli di kanan kiri mereka banyak bebatuan seakan berusaha menghalangi perjalanan mereka Norsy terus memacu kendaraannya dengan hati diliputi ketakutan sekaligus tanda tanya.
Di kanan-kiri mereka pepohonan terlihat seperti raksasa yang ingin menghalangi perjalanan mereka.
Adit sendiri terus berpegangan pada sandaran kursi sembari matanya menatap ke arah Norsy.
"Kamu memikirkan apa? Dari tadi kamu menatapku terus?" Norsy menurunkan kecepatannya sembari menoleh ke arah Adit.
"Aku cuma mikir mau kau bawa aku kemana sekarang ini?"
Norsy tertawa. Ia terbatuk-batuk kecil.
"Memang kenapa? Aku mau bawa kamu ke mana, itu urusanku! Kamu kok jadi penakut sekali, Dit?" Norsy melirik nakal. Tapi kemudian ia memasang tampang serius. "Ya udah, aku terus terang saja mau membawamu ke rumahku."
"Untuk apa?"
"Dit, aku perlu teman di rumahku, aku takut sendirian sekarang ini!"
"Hm," Adit melenguh pelan sambil menyandarkan kepalanya di kursi.
"Kenapa? Kamu kurang suka ya? Itu berarti kamu tidak menyukai aku juga ya? Ya sudah, aku turunin saja kamu di jalan...?"
Ciitttt!
"Norsy, apa-apaan?!" Adit memprotes saat Norsy menghentikan mobilnya secara mendadak. Matanya melirik heran.
Norsy membelalakkan matanya yang indah. "Kalau mau turun silakan saja, jalan kaki saja ke rumahmu, sanggup kan?"
Adit ternganga bingung.
"Hi hi hi,"wanita itu langsung tertawa mengikik. "Adit, Adit, kenapa sih kamu ini? Jangan takut sama aku dong! Aku kan pacar kamu, masak aku menyakiti kamu!"
Adit mengerjabkan matanya, merasa semakin bingung.
Perempuan cantik itu kembali menoleh ke arah Adit. Adit berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Dengar, Dit! Kamu akan kukenalkan pada orang tuaku malam ini..."
Sekali lagi Adit terbelalak.
"Kamu kukenalkan sebagai calon suamiku!" tandas Norsy. Ia memacu mobilnya semakin kencang. Jalan yang mereka lalui terlihat ramai karena semakin banyak rumah-rumah di tepi jalan.
Saat mobil mereka memasuki sebuah gang di kawasan perkotaan, Adit berusaha menyimpan gejolak perasaannya. Perasaannya campur aduk. Antara senang, bingung dan takut menjadi satu.
Perasaannya senang karena wanita itu begitu jujur menyatakan perasaannya. Ingin menjadi pendamping hidupnya. Aha! Pria mana yang menolak rayuan dari perempuan sesempurna Norsy?
Tapi di sisi lain ia menjadi bingung karena Norsy sudah mempunyai suami, dan ia takut jangan-jangan Norsy hanya sekedar bercanda.
Norsy menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang cukup sederhana. Rumah itu tampak tertutup namun segera terbuka saat seorang wanita separuh baya muncul di balik pintu.
Pintu terbuka lebar saat Norsy keluar dari mobil.
"Siapa itu yang kau bawa Norsy?sebuah kalimat bernada dingin menyambutnya. Berasal dari wanita paruh baya yang membukakan pintu. Wanita itu mengamati Adit yang duduk di samping setir. Tampak matanya bersikap menyelidiki.
Norsy bergegas menarik tangan Adit menyuruhnya keluar dari mobil.
Adit menurut kendati dengan perasaan serba salah.
"Tak apa-apa mama, dia temanku, namanya Adit..."
"Kuingatkan padamu Norsy, jangan kau sembarang membawa lelaki ke rumah, kau sudah punya suami...!"
"Aku rasa itu bukan urusan mama, aku memang ingin menjadikannya sebagai suami, memang kenapa?!" Norsy membantah, lalu dengan wajah merengut kesal diseretnya Adit memasuki rumah.
Wanita paruh baya itu juga mengikuti mereka ke dalam rumah, juga memperlihatkan wajah yang kesal.
Adit merasa ada aroma konflik menyeruak di dalam rumah itu. Ia segera berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Norsy.
"Aku tak enak Norsy, sebaiknya aku pulang saja..."
"Eh jangan! Sabar dulu kenapa sih?" Norsy malah mempererat genggaman tangannya. "Kamu jangan kemana-mana, biar aku saja yang menyeselesaikan urusanku dengan perempuan itu!"
"Ah!" Adit terlihat semakin bingung. Ia segera berpaling ke arah si perempuan paruh baya yang menatapnya dengan tajam.
"Dia itu ibumu Norsy, kenapa kamu..."
Norsy meletakkan tas jinjingnya ke atas meja tamu dengan agak kasar. Lalu berpaling menatap Adit. "Dia itu bukan ibuku Adit! Dia hanya ibu tiri!" Norsy melirik ke arah si perempuan setengah baya yang tampak menatap mereka dengan tatapan mengancam.
"Kau jangan bermain api, Norsy! Ini sudah keterlaluan!"
"Siapa?! Aku??? Kau sendiri yang memaksa aku menikah dengan Arul, kau sendiri lihat buktinya, aku tidak bahagia! Aku tahu kau sebenarnya hanya ingin memenuhi hasratmu dengan harta kekayaan milik Arul, bukan aku yang menginginkannya tapi kau!"
"Norsy!!!" perempuan setengah baya itu tampak dadanya turun naik. Ia menatap Adit dengan tatapan semakin tajam. Matanya semakin memerah pertanda menahan marah.
"Kau juga!!! Jangan kau ganggu perempuan yang sudah menjadi milik orang lain!"
Adit terenyak. Ia tak tahu harus berkata apa di tengah situasi konflik keluarga itu. Ia hanya menatap Norsy menuntut pembelaan di hadapan perempuan beruban itu.
"Jangan libatkan dia mama! Dia tidak tahu apa-apa. Akulah yang salah. Aku yang sangat mencintai dia!" Norsy tampak mengusap matanya yang mulai berair.
"Adit, ayo kita pergi dari rumah ini. Aku sudah jelaskan semuanya. Terserah dia mau mengatakan apa dengan menantu kesayangannya itu!" Norsy kemudian berpaling ke arah mama nya. "Sekarang kau perlu tahu mama, Arul sekarang ini tidak diketahui keberadaannya di mana. Ia bersama para karyawannya menghilang setelah membongkar sebuah kuburan misterius yang ada di bakal rumahku!"
"Kami sedang berusaha mencari keberadaannya nyonya. Anda tidak perlu khawatir," Adit menyela pembicaraan. Ia menatap si nyonya yang tampak mengernyitkan alis. Tampaknya perempuan tua itu mengubah sikapnya setelah mendengar keterangan keduanya.
"Arul? Astaga! Apa yang terjadi dengannya?"
"Nomor ponselnya setiap dihubungi tak pernah diangkat. Kami akan menghubungi pihak kepolisian jika sudah dua puluh empat jam." Norsy menjelaskan.
Perempuan tua itu memicingkan matanya. Ia seperti menyelidiki kebenaran kata-kata keduanya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda cemas dengan keterangan keduanya.
"Kalian secepatnya saja melaporkan ke polisi! Perasaanku menjadi tidak enak," mama nya Norsy kemudian bergegas ke dalam kamar setelah mengucapkan itu. Raut wajahnya terlihat sangat cemas, tidak dipedulikannya lagi keduanya yang ditinggal saling berpandangan satu sama lain.
Adit mengedikkan bahu.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"