Ia sebenarnya sudah terbiasa menghadapi masalah kriminal, dan sudah menjadi santapan dia sehari-hari.
Namun masalahnya kali ini adalah orang yang menjadi korban itu merupakan teman akrabnya.
Sungguh kali ini ia merasa bingung bagaimana cara ia menyampaikan hal itu kepada Norsy.
Dengan hati galau ia melangkah ke luar.
Di luar didapatinya Norsy telah sadar.
Wanita itu berada di dalam pelukan Adit dengan wajah ketakutan. Semakin menguatkan dugaan pada dirinya bahwa keduanya memang tengah menjalin hubungan. Tapi ia lebih memilih untuk bersikap tidak peduli.
Ia hanya mengucapkan kalimat ia rasakan cukup berat untuk diucapkan.
"Norsy, aku sudah menemukan di mana suamimu berada, tapi, maaf, ia sudah meninggal..."
Reaksi pertama yang ia lihat adalah wajah wanita cantik itu semakin memucat, dan mulutnya ternganga.
Norsy menatapnya tidak percaya. Aditpun tampak terkesima.
"Ini benar, Norsy. Aku bicara apa adanya. Aku sedang menunggu anggota Polsek yang lain turun ke sini. Kita akan segera lakukan olah TKP."
Adit merasakan bulu kuduknya meremang.
"Pak Anton, kami tadi baru saja melihat penampakan sosok perempuan menyeramkan di belakang anda. Apakah ini ada hubungannya?"
Anton menggeleng.
"Tak tahulah aku, Dit. Yang jelas aku juga menemukan sesosok mayat perempuan dalam peti kayu. Justru mayat itulah yang kutemukan pertama kali sebelum menemukan... maaf, jasad Arul..." Anton menelan ludah. Berusaha mengendalikan perasaannya yang bergejolak.
Ia menatap Adit dengan pandangan menyelidik.
"Apa tadi? Kau bilang melihat penampakan perempuan menyeramkan?"Anton menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi kemudian ia tertawa, meskipun terdengar getir. "Aku percaya saja apa yang kalian katakan. Tapi menghubung-hubungkan apa yang kutemukan ini dengan apa yang kalian lihat bukanlah hal yang logis. Itu perkara yang gaib, sementara yang kutemukan adalah perkara kirminal, dan itu tidak bisa dikaitkan dalam perkara yang ditangani pihak kepolisian. Begitulah teman..." ia menepuk-nepuk pundak Adit. Kemudian kepada Norsy ia berkata dengan lebih lembut: "Kau bersabar, ya, Dik! Semua ini sudah takdir tuhan. Tapi kami akan berusaha membantu untuk menangkap pelakunya. Tunggu saja nanti..."
***
Hari mulai petang. Sementara mendung menyelimuti langit.
Suasana pemakaman Arul diliputi isak tangis sanak keluarga.
Semua kerabat, handai taulan dan rekan kerja berdatangan. Semuanya ingin mengucapkan turut berbela sungkawa atas kematian kontraktor terbesar di kota Sampit tersebut.
Isteri Arul tampak berdiri di antara para pelayat yang menyemuti tepi makam. Tampak ia terisak sedih didampingi oleh salah seorang anak gadisnya yang berusia baru dua belas tahun. Gadis itu juga tampak mengisak sedih meratapi kematian ayahnya. Ia berkali-kali memeluk ibunya saat jenazah diturunkan ke liang lahat.
"Buuu... ayaah buuu...!"
"Sabarlah, Nak. Ibumu juga bersedih. Kami semua turut bersedih. Ayahmu orang yang baik. Kami semua turut bersedih kehilangannya..."
Yang bersuara itu adalah Anton. Sang kapolsek yang turut hadir dalam pemakaman Arul.Petugas pemakaman mulai terlihat sibuk menimbun tanah makam.
Sementara mendung terlihat semakin kelam di langit. Diiringi juga angin yang berhembus makin kencang.
Sebagian pelayat mulai gelisah ingin segera pulang. Apalagi saat petir mulai terdengar di langit pertanda akan segera turun hujan.
Anton berusaha menahan diri untuk tidak beranjak sementara dilihatnya orang-orang yang lain mulai beranjak dari tempat itu.
Ia ikut melemparkan serpihan tanah ke dalam makam teman karibnya itu.
Anton sengaja datang ke pemakaman itu sebagai teman akrab almarhum, dengan menanggalkan seragamnya.
Saat asik melemparkan bongkahan tanah ke dalam liang lahat, ia mendengar isteri pertama Arul berbisik lirih ke arahnya.
"Anton, menurutmu apakah ada kemungkinan kalau Arul tewas gara-gara persaingan bisnis?"
Anton terdiam sesaat seperti berpikir.
"Maaf nyonya. Aku belum berani menyimpulkan. Mengenai penyebab kematiannya dokter forensik juga masih meneliti. Tapi aku ada menemukan satu keanehan..."
"Apa itu...?"
"Ia ditemukan tewas setelah menggali sebuah makam tua..." Anton berkata sepelan mungkin. Takut orang-orang lain mendengarkan .
Isteri Arul terjengit mendengarnya.
"Oh ya? Apakah itu bisa dikatakan ada hubungannya?"
Anton segera membersihkan tangannya dari serpihan kotoran. Waktu itu para pelayat satu persatu sudah beranjak pulang. Sehingga tersisa hanya beberapa orang yang tinggal di tempat itu.
Anton mengedarkan pandangannya ke arah lain. Dilihatnya Adit dan Norsy berdiri di kejauhan bernaung di sebuah pohon rindang. Keduanya tampak memandang ke arah pemakaman tapi tak bernai dekat-dekat.
"Mereka berdua itu yang melaporkan kehilangan Arul kepadaku," Anton segera menunjuk ke arah kedua pasang kekasih itu.
Isteri Arul melepaskan kaca mata hitamnya. Ia memandang tajam ke arah Adit dan Norsy.