AKP Anton memicingkan mata menatap Adit dan Norsy yang duduk di hadapannya. Polisi yang menjabat Kapolsek itu setengah tidak percaya dengan apa yang diceritakan keduanya. Di ruangan kerja Kapolsek itu hawa dingin menyergap karena Ac yang full dinyalakan.
Matanya yang sipit menatap keduanya secara bergantian lalu bibirnya menyinggingkan senyum.
"Benar-benar. Ini kali pertama aku menemui kasus seaneh ini. Hampir saja aku tidak percaya jika tidak mendengarnya langsung darimu Norsy. Tapi sudahlah. Aku benar-benar akan menangani kasus ini karena bagaimanapun juga Arul adalah teman baikku..."
Polisi berdarah Medan itu berdiri dari duduknya.
"Ayo antar aku ke TKP sekarang. Aku ingin lihat seperti apa rupanya kuburan misterius itu. Siapa tahu aku menemukan petunjuk di mana keberadaan suamimu..."sambil berkata begitu Anton mengedipkan sebelah matanya kepada Norsy sambil melirik penuh makna ke arah Adit.
"Ah ya. Siapamu dia? Hanya sebatas pegawai suamimu saja? Atau...?" polisi itu tersenyum penuh arti. "Tak apalah. Itu bukan urusanmu. Yang penting kita cari suamimu sekarang. Siapa tahu tidak ketemu..., eh, salah!"
Norsy tersenyum kecut sambil melirik ke arah Adit. Polisi simpatik itu, entah kenapa seperti mencurigai tentang hubungan mereka. "He is handsome boy! Aku khawatir jangan-jangan kamu jatuh cinta padanya kalau kamu terus-terus berdekatan dengan dia! Betul apa betul?"
Norsy merasa terpojok mendengarnya, dan ia lebih memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.
"Aku jadi penasaran. Ayo kita berangkat, eh ayo ikut mobilku saja, mobilmu silakan tinggal di sini."
Ajakan ramah dari polisi teman suaminya itu paling tidak membuat Norsy sedikit lebih tenang. Setidaknya ia sempat ketakutan jangan-jangan apa yang ditangkap oleh naluri polisi tampan itu disampaikan kepada suaminya.
Mobil dinas polisi itu langsung meluncur ke arah kediaman Norsy.
Matahari terasa menyengat saat mereka tiba kembali di rumah itu.
Pintunya dalam keadaan separuh terbuka, dan sampah dedaunan masih tersisa berserakan di sana sini.
Mobil yang dikendarai Anton singgah tepat di depan rumah.
"Jadi ini rumahmu yang dibelikan Arul? Hm, bagus juga, tapi terlalu tua. Di mana kuburannya?" Anton bergegas turun dari mobil.
"Di halaman belakang, pak. Nanti saya tunjukkan," Norsy ikut turun dari mobil diikuti oleh Adit.
Anton membuka lebih lebar pintu rumah yang sudah terbuka. Agak berat dan berderit ketika dikuak.
Suasana seram langsung menyeruak di hati keduanya saat menyadari terciumnya bau busuk bercampur apek dari dalam rumah.
Keduanya langsung merapat di belakang Anton.
Anton mengendus-endus. "Bau apa ini? Di dalam ada bangkai binatang ya?" pria itu berpaling ke belakang.
Anton mengendus-endus mencari asal muasal bau. Ia menatap Norsy dan Adit yang berdiri di belakangnya. Ia melihat keduanya tampak waspada.
"Dari mana asal bau ini? Di dalam ada bangkai kucing ya?"
Adit dan Norsy menutup hidungnya. Wajah mereka mulai ketakutan. Anton tampak menggulung lengan bajunya yang semula agak panjang. Tatapannya menjadi heran saat melihat Adit dan Norsy ragu-ragu melangkah mengikutinya.
Sambil terus menatap keduanya ia berujar: "Hei. Bagaimana kasus ini bisa beres kalau kalian sendiri ketakutan menghadapinya? Eh Kamu kenapa?"
Anton merasa heran saat melihat Norsy melotot ketakutan seraya memandang ke arah belakang dirinya. Tampak Adit juga berdiri terpaku dengan tegang.
Ia segera menoleh ke belakang. Tapi tak ada sesuatupun di sana.
Saat ia membalikkan diri ke arah Norsy, dilihatnya perempuan itu telah terkulai lemas di lantai.
Adit membopong tubuh perempuan itu sebelum terempas.
Anton menggaruk-garuk kepalanya kebingungan.
"Hei! Kenapa dia??"
"Dia melihat sesuatu yang mengerikan, Pak! Di belakang Pak Anton tadi berdiri"
"Oh?"Anton mengangakan mulutnya. Ia membalikkan diri lagi ke arah bagian dalam rumah. Tapi tak ada sesuatupun yang ia temukan selain kegelapan.
"Bagaimana ini? Apa dia mesti kita bawa pulang dulu?"
"Biar saya yang tangani, pak. Bapak teruskan saja penyelidikannya."
"Hm, oke. Saya ke dalam dulu. Tapi tolong saya diberitahu ya kalau terjadi apa-apa."
"Oke, pak."
Anton bergegas ke dalam rumah. Kegelapan dan hawa dingin rumah menyambutnya.
Segera ia nyalakan senter kecil yang ia ambil dari saku celananya.
Bau busuk kembali tercium.
Lampu senter ia sorotkan kesana kemari, mencari-cari arah sumber bau busuk.
Ia terus melangkah ke dalam rumah. Bau busuk semakin santar saja tercium, tapi ia belum menemukan sesuatu apapun di ruangan itu.
Yang ia lihat hanya tumpukan bahan bangunan yang berserakan kesana kemari.
"Barangkali di halaman belakang, ya?"pikirnya.
Ia membuka pintu belakang yang tertutup.
Saat pintu terbuka hawa busuk semakin menyeruak.
"Hump!" Anton menutup hidungnya, sambil keningnya berkerut. "Apa-apaan ini? Jangan-jangan di rumah ini memang menyimpan mayat?"
Dengan rasa penasaran ia bergegas ke halaman belakang. Pintu bagian belakang ia buka lebar-lebar.
Matanya nyalang menatap bagian halaman belakang rumah itu.
Bagian belakang rumah itu tampak dikelilingi tembok yang tinggi. Terdapat pula serpihan-serpihan ubin yang berhamburan di atas tanah. Namun yang membuatnya tertarik adalah saat pandangannya tertumbuk pada lubang bekas galian di atas tanah menyerupai sebuah lubang kuburan yang bekas digali.
Tampak sebuah peti kayu tua tergeletak di samping lubang bekas galian. Tergolek merana di tengah-tengah serpihan ubin yang berserakan.
"Apakah ini kuburannya? Ah, ya. Benar! Ini rupanya!"
Ia bergegas menghampiri peti itu dan membukanya.
Saat berikutnya matanya membelalak.
Dirinya melihat sosok mayat perempuan di dalamnya. Masih berbalut kain kafan.
Masih utuh.
Terkejut dengan penemuannya ia mengerjab-ngerjabkan mata beberapa kali. Lalu dengan ragu-ragu tangannya bergerak untuk menjamah bagian kaki dari mayat misterius itu.
Terasa bagi tangannya bagian kaki itu dingin. Lalu tangannya beralih meraba bagian lengan si mayat. Juga terasa dingin dan sekaligus basah.
Anton berjongkok untuk mengamati wajah mayat dalam peti itu lebih dekat.
Keningnya semakin berkerut.
Rasa penasaran membuat ia tergerak untuk membuka sedikit kain kafan penutup wajah mayat itu. Tampaklah baginya seraut wajah yang masih utuh. Cantik. Namun ada aura misterius menyelimutinya.
Ia mendesah. Sulit percaya dengan apa yang dilihatnya.
Mayat siapa ini? Apa yang menyebabkannya terkubur di sini? Sejak kapan? ia berpikir seraya menebak-nebak jawaban apa kiranya yang cocok bagi pertanyaan yang menyelimuti benaknya.
Sambil terus berpikir ia lalu berdiri bermaksud mengamati keadaan di sekitarnya.
Lalu telinganya mendengar dering ponsel.
Ia tersentak.
Kepalanya menoleh kiri kanan mencari asal suara.
Dering ponsel itu terus terdengar, terasa begitu dekat baginya.
Anton mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Mencari-cari arah dari mana dering ponsel itu berasal. Sampai akhirnya pandangan matanya tertumbuk pada lubang bekas galian.
Ia bergegas menghampiri lubang itu.
Suara dering ponsel semakin keras terdengar.
Oleh rasa penasaran yang memuncak ia melongokkan kepalanya ke dalam lubang.
Saat melongokkan kepala itulah ia terpana. Matanya membelalak setengah tidak percaya. Bergegas ia menyorotkan cahaya senter ke dalam lubang itu.
"Astaga! Arul???"
Di dalam lubang itu ia melihat Arul meringkuk berlumuran darah.
Ia bergegas menarik tubuh orang itu dari dalam lubang. Tapi tubuh itu sudah terlanjur kaku, dengan mata membeliak ke atas dan mulut menganga.
Dadanya turun naik.
Setengah putus asa ia terduduk di tepi lubang.
Lama ia terduduk di situ sembari mengatur nafasnya. Lalu kembali menatap ke dalam lubang.
Pandangannya terlihat pilu saat menatap Arul yang tergeletak di dalam sana.
Saat ia berdiri lagi tubuhnya serasa sempoyongan.
"Aduh apa-apaan ini? Siapa yang tega membunuhmu, kawan?" ia terpaku lagi menatap ke dalam lubang.
Lama ia berdiri di sana bagi orang kebingungan. Sejenak kemudian ia mengeluarkan ponsel dari sakunya.
"Hallo... Cepat kalian kemari! TKP jalan merdeka, sebelah barat ujung jalan. Ada rumah tua... Ya-ya. Ada korban pembunuhan di sini. Mungkin lebih dari satu... secepatnya! Oh ya, kalian hubungi sekalian petugas PMI, suruh bawa ambulan!"
Anton segera menutup ponselnya