Papan penutup peti itu terjatuh ke tanah!
Semua mata melotot memandang ke dalam peti mati yang menganga.
Bagian dalam peti mati terlihat separuhnya dibenangi oleh lumpur berwarna hitam kehijauan. Namun tampak sesosok tubuh terendam di dalam lumpur itu.
Sosok tubuh itu terbujur kaku. Dengan sepasang tangannya mengacung ke atas dengan posisi jarinya membentuk cakar.
Pemandangan itu terlihat ganjil dan menakutkan, tapi tidak bagi Arul.
Mayat di dalam peti itu kondisinya masih utuh. Tidak berupa tulang belulang seperti yang mereka sangkakan semula.
"Hah?!" Arul ternganga. Semua mata pekerja yang lain ikut melotot memandang ke arah isi peti mati.
Salah seorang mendekat sambil menutup hidungnya. "Astaga! Jasadnya masih utuh!!!" ia menjerit bingung sekaligus ngeri.
Mayat di dalam peti masih berbalutkan kain kafan yang sudah sobek di sana-sini. Lapuk dimakan usia.
Arul tampak histeris. Ia berteriak ke arah anak buahnya. "Cepat kalian ambil air!" perintahnya. Ia-dengan tangannya sendiri-membopong mayat itu keluar dari peti matinya. Mengangkatnya dengan susah payah, tanpa merasa jijik akan baunya, lalu meletakkannya di atas tanah.
Para pekerja semua merasa bingung, tapi akhirnya mereka mengambil beberapa ember air, lalu meletakkannya di dekat si mayat.
Arul dengan cekatan mengangkat seember air, lalu menyiramkannya ke arah mayat itu.
Byurrr!
Mayat itu tersiram air. Lumpur yang menutupi tubuhnya terkikis sebagian. Arul semakin bersemangat saja kelihatannya. Ia mengangkat seember air lagi lalu kembali menyiram.
Lumpur itu kini semuanya tersibak. Memperlihatkan wujud mayat seorang perempuan yang masih berbalutkan kain kafan yang sudah tua.
Arul terkesima. Menatap tak percaya ke arah mayat yang masih utuh. Kulitnya kendati pucat pasi namun masih utuh dan kencang, seperti baru beberapa saat saja dikuburkan.
Mayat perempuan itu berambut panjang. Matanya yang setengah terbuka tampak mendelik ke atas. Bibirnya separuh terbuka memperlihatkan gigi yang penuh noda tanah.
Para pekerja yang lainnya juga mendekat dengan perasaan tak percaya. Satu di antaranya malah berdecak kagum seraya menggelengkan kepala.
"Astaga! Apa benar mayat ini yang dikuburan itu bang?! Cantik juga ternyata..."
.
Arul tak menjawab. Matanya berkilat memerah menatap ke arah mayat itu. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang lebih tepat lagi jika dikatakan itu adalah sebuah seringai.
Para pekerjanya kurang menyadari hal itu. Mereka hanya fokus pada memperhatikan mayat misterius yang baru dibongkar dari kuburannya itu.
Arul dengan gerakan perlahan menghampiri mayat itu lebih dekat. Wajahnya terlihat datar, dan pandangannya kosong.
Ia berjongkok di samping mayat, mengusap-usap rambut si mayat, lalu dengan gerakan beringas ia membalikkan tubuh mayat itu hingga posisi mayat menjadi tengkurap.
Senyumnya yang lebih menyerupai seringai itu terus mengembang. Dengan mata berkilat-kilat bergairah.
Para pekerja mengerutkan alis melihat kejadian itu. Tapi tak ada yang berani berkomentar. Mereka hanya menatap heran
Arul yang terus mengusap seluruh tubuh mayat itu dengan tangannya.
Suatu ketika gerakan tangannya terhenti. Jarinya meraba suatu benda yang menancap di leher bagian belakang dari si mayat. Arul terkekeh menyeramkan selama beberapa saat. Jarinya lantas memiting erat pangkal benda itu, lalu menariknya perlahan hingga tercabut dari tempatnya menancap.
Crub...!
Benda berupa besi tajam itu tercabut dari tempatnya. Darah kental berwarna kehitaman mengalir dari tempat paku itu tercabut. Mengalir hingga membasahi tanah di sekitarnya. Mereka yang ada di tempat itu terpaku menatapnya.
"Hahh...?!!!"
Para pekerja yang semula memperhatikan dengan penuh minat, akhirnya mundur ketakutan melihat kejanggalan itu. Mereka menatap Arul yang semakin aneh saja tingkahnya, seperti orang yang lupa ingatan.
Bahkan lelaki separuh baya itu mulai tertawa-tawa. Lantas berdiri sambil berpaling menatap para pekerja dengan pandangan menyeramkan.
"Kalian semua akan mati, ha ha ha ha!" Arul terus tertawa. Suaranya terdengar parau.
Para pekerja menatapnya dengan ketakutan.
Tiba-tiba angin berhembus kencang!
Arul mendadak berubah menjadi seperti orang hilang ingatan. Ia terus tertawa tanpa sebab, sambil terus menyirami dan membersihkan tubuh mayat itu dari kotoran. Satu persatu ia juga melepas kain kafan yang menutupi si mayat, sambil terus tertawa-tawa.
"Pak Arul?! Astaga...! Sadar, Pak! Sadar!" salah seorang pekerja berusaha menyadarkannya, tapi Arul tidak peduli. Suatu ketika, saat ia sudah selesai melucuti kain kafan penutup mayat itu, ia berpaling lagi ke arah para pekerja yang jumlahnya tiga orang itu. Matanya menyorot tajam menakutkan. Sementara mulutnya menyeringai bengis.
"Hrrrkkkk, ha ha ha ha ha...!" tangannya mengacungkan besi runcing yang baru saja dicabutnya dari si mayat.
Para pekerja mundur ketakutan.
"Cepat panggil Adit! Pak Arul sepertinya benar-benar kesurupan!"
Salah seorang pekerja cepat-cepat mengambil ponsel dari saku celananya. Lalu berusaha menghubungi nomor Adit. Tapi baru saja ia hendak mencari nomor Adit, kedua rekannya yang lain langsung lari terbirit-birit ketakutan keluar dari ruangan itu. Seolah-olah ada sesuatu yang membuat mereka sangat ketakutan.
"Hei, hei! Pada lari ke mana?!" ia menatap bingung melihat kedua rekannya lari bagai dikejar setan.
Dengan perasaan curiga perlahan ia berpaling ke arah Arul.
Saat itulah ia melihat pemandangan yang sungguh mendirikan bulu roma...
Tepat di belakang Arul yang tengah terkekeh-kekeh bagai orang gila, mayat itu sudah berdiri tegak seraya menatap ke arahnya dengan mata yang telah memutih serta seringai mengerikan terukir di bibirnya yang pucat. Tubuhnya yang semula seukuran manusia normal secara bertahap terus membesar hingga setinggi tiga meter dengan wajah yang semakin melebar serta rambut yang semakin memanjang.
"A-a-aaaahhh....!" satu-satunya pekerja yang tertinggal itu mundur ketakutan dengan mata melotot. Tangannya gemetar hingga ponsel di tangannya jatuh terhempas di tanah tanpa ia sadari