Nata memijat pelipisnya kuat, merasakan pusing yang tiba-tiba saja melanda saat ia sedang mengerjakan skripsi. Nata merasa bahwa skripsi yang saat ini sedang ia kerjakan tidak cocok dan juga tidak sesuai dengan tema yang dosen bimbingan berikan.
Gadis itu menegak kopi hitam yang beberapa jam lalu ia buat tanpa gula secara kasar. Menyeka sudut bibir tanpa perasaan, netra Nata jatuh kepada rintik hujan di luaran sana.
Sepertinya cuaca di ibukota sedang tidak menentu. Kadang panas seperti testimony neraka, kadang hujan disertai gemuruh kencang hingga menumbangkan pohon kelapa.
Tanpa sadar kursi yang berada dihadapan tubuh Nata di tarik kebelakang oleh oknum berbadan besar. Lucas namanya. Lelaki tampan yang disinyalir sebagai adik tingkat Nata itu sedang mengembangkan senyum miring. Tak lama kemudian ia berseru pelan.
"Segitu susahnya ngerjain skripsi, Kak?"
Mendengar pertanyaan Lucas barusan membuat darah di tubuh Nata hampir mendidih. Kontan saja gadis itu membelalakkan matanya. "Tunggu aja kalo lo udah masuk semester terakhir, rasain tuh yang namanya sakit kepala mendadak."
Tanpa mengindahkan omelan serta rentetan panjang pembicaraan mengenai skripsi dari Nata, lengan kekar Lucas menyodorkan dua buah coklat berukuran besar dihadapan wajah gadis itu.
Yang kegiatannya sukses membuat bibir Nata terkatup rapat.
"Ini apa?" tanya Nata heran.
Sedang Lucas terlihat memutar bola mata jengah. "Itu coklat, Kak." Namun tetap saja Lucas menjawab dengan nada bicara tenang juga santai.
Merasa gadis dihadapannya ini membutuhkan banyak penjelasan, Lucas kembali membuka mulutnya. "Dari pada minum kopi pahit yang bisa bikin lo sakit terus di rawat inap, mending makan yang manis-manis. Kayak coklat contohnya, walau hasil akhir bisa bikin sakit gigi. Gue semata-mata kasih lo coklat begini juga karena google yang kasih saran, Kak," katanya sembari terkekeh pelan.
"Google bilang coklat terbukti sebagai obat anti stress, karena dia sendiri mengandung molekul psikoaktif yang berfungsi sebagai obat yang dapat memberi kenyamanan. Apalagi lo yang lagi hectic ngerjain skripsi begini kan?"
Pernyataan yang Lucas berikan saat ini masih belum dijawab oleh Nata. Entah mengapa gadis itu sedikit merasa asing dengan perubahan sikap Lucas beberapa waktu belakangan.
Adik tingkatnya dulu yang diketahui memiliki sikap dingin cenderung abai terhadap lingkungan sekitar kini telah berubah. Nata sebenarnya tidak ingin berpikir negative serta berspekulasi tinggi mengenai laki-laki di depannya ini. Apalagi jika pikirannya terhadap Lucas cenderung menunjuk ke arah perasaan.
"Nggak usah mikirin yang macem-macem, Kak. Dimakan aja coklatnya, gue mau lanjut bersih-bersih dulu." Seakan mengerti dengan jalan pikiran Nata saat ini, Lucas berkata demikian.
Tubuh besarnya yang tidak lagi duduk tepat di kursi hadapan Nata. Memilih untuk menjauh atau menghindar dengan alasan mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda.
Nata masih menatap dua buah coklat yang berada di atas meja dengan pandangan tidak terbaca. Satu tangannya yang bebas tugas mulai membuka bungkus kertas coklat tersebut. Memilih untuk mengikuti apa kata adik tingkatnya tadi.
Nata memakan coklat itu dengan lahap. Menghasilkan senyum lebar dari seorang pemuda yang berada di ujung sana.
—
Sehun menatap air hujan yang turun dan terus membasahi jalanan padat ibukota Jakarta. Ia yang saat ini baru saja sampai dan langsung menaiki mobil menuju singgasana hanya untuk melepas penat.
Tangan besar milik Sehun masih menggenggam gawai miliknya yang sejak keberangkatan mati total sebab tidak di cas dengan kencang.
Baekhyun melirik sekilas dan tersenyum lebar, hendak mengucap kata-kata. "Maneh—"
"Anterin ke kedai Nata aja, Bang," potong Sehun cepat. Berhasil mengundang helaan napas panjang dari laki-laki sunda merangkap teman sepertongkrongannya ini.
"Urang bukan supir, Hun," katanya sabar lalu tangan kanannya menepuk bahu seorang pria paruh baya yang sedang mengemudi di depan sana.
"Seperti biasa, kita ke tempat Nata ya, Pak," pinta Baekhyun halus.
Tidak menunggu waktu yang lama untuk sampai ke tempat tujuan, kini Sehun mengembangkan senyum senang. Hanya dengan melihat bangunan tua yang telah direnovasi menjadi kedai kopi kekinian. Pada saat ini Sehun hendak menerabas hujan jika Baekhyun tidak menahan duluan.
"Sehun gila!" umpat Baekhyun sembari menahan lengan Sehun yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
"Apa sih, Bang?" tanyanya dengan wajah memelas.
"Pake payung atuh, kasep. Kalo maneh sakit nanti urang yang dimarahin sama si Mami!" omelnya dengan nada suara tertahan.
Memilih untuk mengikuti apa kata Baekhyun, Sehun mengambil sebuah payung besar bewarna hijau army yang berada di jok kursi belakang. Mengundang senyum lebar dari laki-laki cantik di sampingnya. "Pinter," puji Baekhyun senang.
Pemandangan pertama yang Sehun temukan pada diri Nata adalah gadis itu sedang tertidur lelap dengan kondisi laptop dihadapannya masih menyala terang. Yang dapat Sehun lihat dari arah sini, gadisnya sengaja meletakkan kepala di atas lipatan tangan.
Menggeleng kepala pelan tak ayal terus Sehun lakukan seiring berjalan mendekat. "Sepi banget, si bongsor ke mana?" Sehun saat ini sedang bertanya kepada diri sendiri. Sebab tidak dapat menemukan keberadaan Lucas yang biasanya sering berdiri di menyambut tamu di depan.
Kantung mata hitam dan juga tebal, ditambah air liur yang berjatuhan di atas meja adalah hal yang pertama Sehun jumpai dari wajah kekasihnya setelah seminggu lebih dua hari ia berpisah.
Laki-laki yang umurnya hampir memasuki kepala tiga beberapa tahun ke depan itu tertawa pelan dengan tangannya yang setia mengusak pucuk kepala Nata.
Samar-samar Nata dapat dengar suara tawa yang berat dari seseorang di sampingnya. Gadis itu menggeliat pelan sembari berusaha menegakkan badan. "Abang?!" pekik Nata.
"Kapan sampenya?!" Bahkan Nata masih saja terus bertanya dengan suara yang kuat.
"Barusan. Kamu kurusan." Tiga kalimat yang Sehun ucapkan barusan membuat Nata menganggukkan kepala kencang dan dengan siap siaga berlari lalu menjatuhkan tubuh di dalam rengkuhan. Menghasilkan tawa serta perasaan yang tiba-tiba saja membuncah dari dalam diri Sehun.
"Aku jarang makan," adu Nata. "Aku juga pusing karena mikirin skripsi yang sampe sekarang belum selesai juga." Bahkan sampai di menit ke tujuh mereka merapatkan badan, Nata masih setia mengucapkan segala hal yang menjadi alasan tubuh ia kurus saat ini.
"Mau nikah aja rasanya." Empat kalimat terakhir tanpa sadar Nata ucapkan disertai spontanitas. Membuat Sehun yang masih merasakan jantungnya berdebar cepat kontan membola. Bahkan keberadaan seorang pemuda di ujung sana langsung terdiam membisu di ambang pintu.
Tanpa perasaan, tanpa tahu kenyataan yang sebenarnya terjadi di dalam hati Lucas. Gadis itu lagi-lagi mematahkannya untuk yang kesekian kali.