Chereads / Diary Horor / Chapter 12 - Korban Hanyut Di Sungai

Chapter 12 - Korban Hanyut Di Sungai

Kejadian ini terjadi waktu aku kelas 6 sekolah dasar. Sore itu hujan turun deras banget, aku sampe ga berani beranjak dari tempat tidur karena air bener-bener tumpah dari langit, belum lagi ketambahan guntur yang sesekali menggelegar, mati lampu pula, lengkap sudah, Sore sampai malam hari yang menyeramkan.

Memasuki waktu Maghrib, akhirnya hujan mulai reda. Mbah Putri sibuk membereskan ember yang dibuat tadah bocor tadi. Saking derasnya hujan yang turun, genteng-genteng banyak yang merosot. Penerangan kami cuma menggunakan lampu teplok, kalian tau kan lampu teplok? Lampu yang bahan bakarnya masih pakai minyak tanah.

"Mama. Suara gemuruh apa itu?" tanyaku, selain suara gemuruh juga hidungku mencium bau lumpur dan tanah yang sangat tajam. Mama terdiam sesaat menajamkan pendengarannya.

"Itu... Mungkin suara air sungai Nimas. Sungai galo banjir, kamu jangan pernah main ke sana ya! Apa lagi musim hujan seperti ini"

"Iya mama" jawabku.

Padahal sungai galo letaknya lumayan jauh dari rumah, tapi karena suasana sepi, suara gemuruh air terdengar sangat jelas. Perasaanku jadi ga enak dan merinding, denger gemuruh itu.

Di sini ada sungai besar yang yang terletak di perbatasan desa sebelah timur dan mengalir ke sebelah selatan, Sungai Galo namanya . Banyak warga mengais rejekinya di sungai itu untuk mencari batu dan pasir. Apalagi setelah banjir, bagi mereka adalah masa panen pasir yang melimpah.

Ga bisa nyematin foto sih ya? Kalau bisa pasti akan aku kasih tau ke kalian suasana sungai galuh yang indah tapi menyeramkan. Aku juga pernah Explorer ke sana, sekitar dua tahun yang lalu, ingin tau bagaimana penunggu sungai Galo? ikuti terus cerita Nimas, nanti ada di episode khusus aku explor dan berkomunikasi dengan beliau.

*****

"Eh Nimas. Kamu udah tau belum kalau ada orang hanyut kemarin?" ucap Widya yang baru aja datang duduk disebelah ku.

"Hah?? Orang hanyut? Warga desa sini??" kaget kan, karena aku belum denger berita apa-apa.

"Bukan warga sini. Tapi warga Sijambu" (Desa yang letaknya diatas lebih jauh dari desa tempat aku tinggal). "Tim SAR lagi nyari di sepanjang aliran sungai. Kalau di bagian atas ga ketemu otomatis mereka pasti nyari di sungai Galo"

Merinding rasanya, denger berita ada orang hanyut.

"Ih serem ya, kasian juga. Semoga aja jasadnya lekas ditemukan" kataku.

Jarang sekali terjadi kasus orang hanyut di sungai ini, meskipun banyak warga yang mancing atau mencari pasir dan batu, Alhamdulillah ga ada yang hanyut. Seringnya sih justru kalau ada orang hanyut dari desa atas gunung, selalu saja ketemu di sungai galo. Bisa dibilang, sungai galo menemukan korban hanyut, bukan pemakan korban hanyut.

"Iya. Sampai sekarang belum ditemukan juga." ucap salah satu tetangga samping rumah mbah putri.

"Orang lagi mancing apa lagi nambang pasir lik?" tanya mamaku. Aku penasaran langsung mendengarkan dari ruang tamu. Suara mereka terdengar sangat jelas karena pagar masih terbuat dari kayu.

"Bukan mancing juga bukan nambang pasir. Kata tetangganya saksi yang ngliat kemarin, si korban lagi di sawah. Memang sawahnya itu letaknya pas di pinggir sungai. Hujan-hujan ada tetangganya yang sempat nyapa dia terus ngajakin pulang, tapi si korban jawabnya sebentar lagi selesai. Tetangganya itu pulang duluanlah, eh tiba-tiba dari arah atas air sungai langsung banjir gede"

"Astaghfirullah hal adzim" mama bergidik ngeri.

Begitu juga denganku, mendengar cerita dari bulik tetanggaku itu ga cuma merinding tapi seperti melihat gambaran remang-remang.

Entah hanya halusinasi atau khayalanku saja, tapi yang aku lihat digambaran itu, ada seorang pria yang sedang memakai caping sedang mencabuti rumput liar yang mengganggu tanaman padinya. Tidak lama kemudian orang itu terhantam air deras berwarna coklat keruh karena tercampur tanah dan lumpur.

Kepalaku langsung kerasa berat, pusing, pening, diiringi kemudian rasa mual yang tidak tertahankan.

Aku langsung mengalihkan perhatian untuk ambil minum air hangat campur garam, untuk menghilangkan rasa mual diperut.

"Nimas. Kamu ngapain?" tanya mama masuk kedalam pawon.

"Minum air garam ma, perutku eneg"

"Apa kamu sakit?" mama menghampiriku lalu memeriksa kening dan menyentuh leher. "Ga panas kok. Kamu kalau main jangan jauh-jauh ya, kemarin ada orang hanyut dan belum ketemu sampai sekarang. Jangan pergi mancing! Atau nyari ikan. Awas kalau bandel mama jewer kamu."

Langsung dapat peringatan keras dari mama. "Iya mama" cuma itu jawabanku.

*****

Pagi harinya kemudian. Sengaja aku nungguin Widya di depan pintu kelas, dia kan selalu tau informasi terbaru bahkan yang belum heboh sekalipun. Lima belas menit menunggu, akhirnya Widya datang sambil berlari menghampiriku.

"Nimas... Nimas..." ucapnya dengan nafas terengah.

"Kenapa kamu lari-larian? Pasti dikejar kerbau lagi ya?!" tanyaku. Ga tau kerbau punya dendam apa sama Widya, setiap kali berpapasan pasti si kerbau kelihatan marah dan mau mengejarnya. wkwkwkwk.

"Ish! Bukan itu tau!" ucapnya kesal.

"Terus kenapa kamu lari? Kan bel sekolah masih lama"

"Kamu itu selalu ketinggalan berita ya! Itu tadi aku dengar katanya korban yang hanyut kemarin udah ketemu di sungai galo!"

"Ha? Jadi ketemunya di sungai itu?"

"Iya, tapi bagian selatan di jurang" ucap Widya menatapku seksama. "Kenapa ekspresimu kaya gitu? Jangan bilang kalau kamu... "

"Aku penasaran" jawabku cepat. Widya menepuk keningnya, seperti biasa, hanya melempar tatapan yang mengintimidasi pasti Widya sudah tau maksudku.

"Bentar! Aku naruh tas dulu" ucapnya.

Mumpung masih ada setengah jam, cukup lah buat nengok ke sana sebentar. Ga cuma aku dan Widya sih yang pergi buat melihat, tapi teman-teman yang lain juga.

"Kamu serius mau liat kesana?" tanya Widya ragu.

"Serius. Kamu takut?" aneh. Biasanya dia yang ledekin aku penakut, tapi kali ini malah Widya yang takut.

"Ga! Siapa bilang aku takut!" ucapnya. Tapi tetep aja, tangannya pegangan lenganku dengan kencang. Dasar.

Sudah hampir dekat dengan TKP, banyak warga dan anak-anak yang menyaksikan pengangkatan jasad korban hanyut. ditepi jalan mobil Tim SAR, ambulans, dan mobil polisi berjajar rapi. Aku semakin deg degan. Tim SAR dibantu oleh warga untuk terjun ke sungai.

"Ya ampuun. Itu kakinya kelihatan! Huhuhu... Bapaaakkk" teriak seorang wanita paruh baya, dia adalah istri dari korban, dia di topang dua orang yang mungkin saudaranya.

"Nimas! Kamu mau ngapain?" Widya menahan tanganku.

"Aku mau lihat." jawabku langsung masuk kedalam kerumunan warga yang sedang menyaksikan pengangkatan jenazah.

"Nimas! Duuhh ni anak."

Setelah aku berhasil menerobos kerumunan dan bisa berdiri ditempat yang aman, akhirnya aku bisa berdiri ditempat yang aman dan juga bisa melihat kebawah sungai dengan jelas.

Sepertinya kali galo memang habis diterjang banjir yang besar. Banyak bebatuan wadas juga tebing-tebing yang longsor. Tepat di tebing tempat aku berdiri, ada sebuah batu wadas yang sangat besar longsor dari tebing seberang.

Para warga dan tim SAR sedang mengerumuni batu itu, ditengah kesibukan mereka, aku fokus pada satu benda yang terjepit tepat disela batu wadas. Benda berwarna putih pucat bergerak terayun akibat arus air. Semakin aku mengamati benda itu, aku terkejut, kalau ternyata itu adalah kaki manusia!