Chereads / Diary Horor / Chapter 14 - Kamar Pesugihan

Chapter 14 - Kamar Pesugihan

Kisah ini datang dari... Hm... Sebut saja namanya Sari, dan pada saat Sari mengalami kisah ini, dia masih berusia 25 tahun. Kejadian ini terjadi sekitar pada tahun 80an, wanita malang, suaminya menceraikannya setelah Sari melahirkan anak pertamanya. Belum genap 40 hari setelah ia melahirkan, Sari diusir dan kembali ke rumah orang tuanya.

Aku kira kisah seperti ini hanya ada di layar sinetron, tapi ternyata juga terjadi di dunia nyata. Ntahlah, dia memang sedang tidak beruntung saja mendapatkan laki-laki brengsek. Sebagai wanita aku juga marah, sedih, saat beliau menceritakan kisahnya. Tapi bukan itu yang akan aku ceritakan. Yang akan aku bagi adalah kisah terseram yang pernah dialami oleh Sari. Aku sudah meminta ijin padanya untuk menuliskan kisah ini di Diary Horor, pengalaman seorang wanita tangguh, tapi dengan syarat aku harus merahasiakan namanya.

Kebutuhan yang tidak seimbang membuat Sari bertekad untuk pergi mencari uang. Setelah anaknya berusia 1 tahun, Sari memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Menjadi seorang baby sitter adalah prosesi yang ia pilih untuk mendapatkan pekerjaan. Sesampainya di suatu yayasan, Sari mengikuti kursus untuk menjadi seorang baby sitter, tapi karena ia sudah memiliki pengalaman mengurus bayi, tidak sulit baginya untuk menerima materi pelajaran yang diberikan oleh pihak yayasan.

Sambil menunggu panggilan pekerjaan untuknya, Sari sering sekali membantu pekerjaan di yayasan. Masak, bersih-bersih, pemilik yayasan menilai Sari sebagai wanita yang tekun dan rajin.

"Sari, aku sudah merekomendasikan kamu ke salah satu Bos yang sedang membutuhkan tenaga baby sitter untuk merawat anaknya yang baru berusia 1bulan. Semoga nanti cocok ya" ucap Bu Novi pemegang yayasan tenaga kerja, dengan senyum ramahnya.

"Aamiin, terimakasih Bu" jawab Sari senang. Akhirnya ia tidak harus menunggu terlalu lama di yayasan. Sari sudah ingin sekali bekerja demi anaknya yang berada di kampung. Sesekali dirinya menangis karena rindu sama anak. Tapi disisi lain dia juga harus bekerja untuk menafkahinya.

Keesokan harinya, bu Novi memberi kabar pada Sari kalau calon bosnya akan datang pagi itu. Sari langsung siap-siap untuk interview, ia mengganti pakaiannya dengan pakaian baby sitter yang telah di sediakan yayasan. Tak lama setelah itu, mobil sedan berwarna hitam terparkir di halaman yayasan. Meskipun gugup Sari tetap memasang senyum ramah di wajahnya. Bagaimana tidak gugup? Ini adalah pekerjaan pertamanya sebagai baby sitter. Meskipun sebenarnya ia hanya gugup karena harus tinggal bersama bos baru, bagaimana bosnya, bagaimana sifatnya, galak atau tidak, itu yang dikhawatirkan tapi Sari tetap optimis demi anaknya.

"Perkenalkan, saya Airin. Dan ini suami saya Danu" ucap calon bos. Sari berjabat tangan dengan mereka lalu kembali ketempat duduknya.

"Nama saya Sari, Bu"

Mereka bersalaman, pertemuan pertama dengan calon bosnya. Selama beberapa menit, Sari berhasil menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh ibu Airin. Bagaimana cara memandikan bayi, seperti apa pengalamannya merawat bayi, dan sebagainya. Sari menjawab sempurna hingga akhirnya iapun di terima kerja. Sari bergegas membereskan barang bawaannya, hari itu juga Sari berangkat ketempat kerja yang baru. Setelah berpamitan dengan baby sitter lainnya di yayasan itu, Sari berangkat untuk bekerja di rumah Airin.

"Sus. Setelah sampai di rumah nanti, kamu tidur di kamar atas ya. Kamar atas nyaman dan besar kok, ada AC nya juga" ucap Airin.

"Baik Bu" jawab Sari tanpa banyak bertanya.

"Di rumah ada pembantu satu, bagian beres-beres. Yang penting kamu fokus ngurus anak saya aja, kerjaan yang lain biar pembantu yang mengerjakan"

"Baik. Iya Bu" jawab Sari lagi.

"Oh iya satu lagi" Airin berbalik dari kursinya lalu menatap Sari seksama, ekspresinya berubah dingin tidak seramah tadi. "Kalau kamu tidur di kamar atas, jangan sekali-kali kamu buka gordennya, apalagi siang hari, boleh kamu bersihkan tapi jangan membuka horden. Kalau kamu melanggar, kamu sendiri yang rugi nanti. Paham sus?!"

"Paham Bu" jawab Sari, Airin kembali tersenyum ramah. Sebenarnya ia tidak mengerti, kenapa dilarang membuka gorden disiang hari. Agak aneh juga dengan persyaratan itu, tapi Sari tidak berani bertanya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menyusuri jalanan ibu kota dengan pemandangan hiruk pikuk yang padat. Perjalanan lumayan jauh, hingga akhirnya, mereka sampai di tempat tujuan pada sore harinya. Seorang wanita telah menyambut kedatangan mereka di pintu, sepertinya dia pembantu yang akan menjadi rekan satu kerja dengan Sari.

"Selamat Sore Bu"

"Sore, dedek bobo mbak?"

"Iya bu, dedek sedang bobo di kamar" jawabnya.

"Sari, kenalin. Ini Ratna, pembantu saya" Airin memperkenalkan.

"Saya Sari mbak" mereka bersalaman.

"Kalian yang akur ya, semoga betah kerja di sini" ucap Airin.

Sesampainya di rumah Airin, Sebelum menemui bayi, Sari berniat membersihkan diri dan menaruh barang bawaannya terlebih dahulu.

"Mbak Ratna, kamar atas dimana ya?" tanya Sari.

"Kamar atas?" Ratna merenyitkan alisnya.

"Iya, kata Bu Airin saya tidur di kamar atas"

Seketika itu juga wajah Ratna berubah, Sari menatapnya tidak mengerti, Ratna seperti takut saat melirik ke pintu yang berada di atas tepat dekat depan tangga naik. "Mbak tidur di kamar itu?" tanya Ratna menunjuk dengan matanya.

"iya mbak, memang, kenapa?"

Ratna terdiam gugup, "Eum... Ga papa sus, silahkan. I... Itu pintu kamarnya, tapi maaf ya sus saya, tidak bisa mengantar sus Sari ke kamar atas. Masih, banyak kerjaan yang harus saya selesaikan" ucap Ratna gugup, ia bergegas pergi ke dapur. Sari sempat heran dengan tingkah Ratna, tapi ia belum merasakan sesuatu yang aneh.

Sambil menjinjing tas yang berisi baju, Sari menaiki tangga menuju lantai atas. Di atas ternyata hanya ada dua pintu, pintu pertama adalah kamar utama yang di pakai Airin, suami, dan juga bayinya, sedangkan pintu yang kedua adalah kamar yang akan di tempati Sari. Setelah membuka pintunya, Sari kira ia langsung ruangan kamar, ternyata di balik pintu itu masih ada sebuah balkon.

Kamar atas yang akan di tempatinya rupanya berada di balkon itu, Sari berdiri sejenak, ia melihat ada sebuah jalan yang dihias dengan bebatuan indah dari pintu tempatnya berdiri, hingga ke pintu kamar. Sari mulai berjalan menuju kamar, dari luarnya saja terlihat kamar itu sangat besar dan luas. Perlahan Sari membuka pintu kamarnya, saat ia masuk Sari menyisir seluruh ruangan dengan matanya.

Sari terdiam sejenak, kamar seorang baby sitter masa sebesar ini. Apa tidak salah kamar? Sari mencoba untuk melongok ke sekitar tapi tidak ada ruangan lain selain kamar itu. Sari mengamati kamar lalu menggeletakkan tasnya di sisi tempat tidur. Di sebelah kirinya terdapat kamar mandi, jadi dia sudah tidak repot lagi untuk naik turun kalau mau membersihkan diri. Tapi entah kenapa ia merasakan angin dingin yang meniup tengkuknya saat duduk di tempat tidur.