"Ah.."
"A-ahh..!"
"Shit, enak banget sial..!"
"Emh.. ah.. ja.. jangan"
Ada yang bilang tingkat paling tinggi di persahabatan antar laki-laki adalah sampai mereka dibilang 'Pasangan gay', tapi gue sendiri ga tau harus disebut apa hubungan ini. I will call him a friend, but is this what a friend does? Maksud gue– apa menjepit kejantanan seseorang yang sedang melakukan gerakan penetrasi diantara selangkangan hal yang normal? For a friend?
Not gonna lie, this feels so good. Sensasi yang gue dapet dari hal berdosa ini beneran bikin gue gila. Ga abis pikir gimana 'adik kesayangan' orang di belakang gue bikin gue cum berkali-kali Cuma lewat gesekan di belahan pantat gue.
"Kak.. gue pengen keluar.."
Yup, orang yang nyodok gue secara ga langsung ini lebih muda dari gue. But it's not a thing, right?
Dia ngebalik badan gue, berdiri dan mengocok kejantanannya tepat di depan muka gue. Gue? Cuma ngejilat ujung kepala kejantanannya dan ngeliatin mukanya kaya jalang, ga lama cairannya keluar dan ngotorin muka gue.
"Makasih banyak, kak Ian" katanya sambil senyum dan cium bibir gue.
Gue cuek dan langsung bersihin muka gue pake tisu.
By the way, gue Brian Ardilla. Panggil aja Brian atau Ian, sama aja. Gue mahasiswa Trisakti Jakarta jurusan Teknik mesin semester 6. 22 tahun dan masih single.
Dan orang yang baru aja nyemprotin calon anak-anaknya di muka gue namanya Aaron. Gue lupa namanya Aaron siapa, kayanya Akana cuma yaudahlah gue ga peduli juga. Kaya yang gue bilang, dia lebih muda dari gue dan masih 18 tahun.
"Yah udah telat gue buat jemput Aida, gue dulua ya kak makasih lagi! Bye!" Aaron keluar gitu aja dari apartemen gue buat jemput pacarnya, ningggalin gue yang masih telanjang di kasur.
Ya namanya juga anak muda, kalau lagi pacaran nempel mulu kaya ada lem supernya. Sedangkan gue masih ngejomblo disini, pathetic.
Dan gimana gue bisa ketemu Aaron, dia itu temen gue dari masih piyik, dari gue masih tinggal di Surabaya. Pas SMP Aaron pindah ke Jakarta, dan ga lama gue keterima di Trisakti jadi harus pindah ke Jakarta juga. Karena ogah ngekost, gue sewa apartemen di deket Kemayoran, murah katanya dan ga terlalu jauh dari rumah Aaron biar gue bisa gampang maen atau minta makan pas akhir bulan.
Gue ngiket rambut panjang gue dan ngambil rokok dari laci. Cigarettes after sex is good unless you're not doing an actual sex.
Lagi asik bengong sambil meratapi hidup, hp gue bunyi. Siapa coba yang nelpon sore-sore gini?
"Halo?"
"Halo Brian? Kamu kosong sekarang?"
Gue senyum, dosen gula gue nelpon.
"Bapak langsung ke tempat saya aja, I'm naked and ready to eat"
"Saya dijalan"
Asik, dapet nilai tambahan sama uang jajan tambahan.
Am i a slut? Maybe.
"Aaron, abis ini pulang yuk udah di cariin mamah nih" kata cewek yang gue bonceng.
"Oke sip" kata gue sambil bawa motor ke rumah cewek gue.
Gue Aaron, Aaron Akana Dewata. SMA kelas 3, sebentar lagi lulus. Gue sekarang lagi nganterin cewek gue balik dulu. Kalau boleh jujur, gue sebenernya ga punya rasa sama dia. Gue Cuma kasian soalnya dia sering nembak cowok dan selalu di tolak, dia ngancem bakal bunuh diri kalau gue nolak dia. Gila kan?
Abis nganterin Aida, gue balik ke rumah.
"Aaron pulang"
"Abis dari mana kamu jam segini baru pulang?" tanya mama. Ini baru jam 7 malam, tapi gue pergi kan dari jam 7 pagi jadi wajarlah mama gue marah.
"Hehe dari rumah ka Ian mah, minta tolong ngerjain tugas" iya, tugas buang-buang calon anak gue.
Gue langsung ngacir ke kamar tanpa bilang apa-apa lagi. Begitu sampe kamar, gue langsung buka Line chat Brian.
Sebenernya gue bingung sama hubungan gue sama dia. Kita Cuma temen deket, tapi kita ngelakuin hal yang seharusnya ga dilakuin temen. Dan lagi, kita sama-sama punya batang.
Semua kejadian karena waktu itu, gue ajak dia ngebokep bareng. Semuanya lancar aja sampe gue ga sengaja mencet video gay porn dan setan dari mana gue ngajak Brian dan gobloknya juga dia iyain. Ga ada penetrasi, ga ada maju mundur enak soalnya ga di kasih, jadi gue harus puas cuma bisa di selangkangannya.
Tiap gue mesum ke Brian gue selalu mikir kalo ini salah, gue ga seharusnya ngelakuin ini ke temen gue yang sama-sama laki dan lebih tua dari gue. Tapi pas gue liat mukanya yang ga kalah mesum sama bibirnya yang selalu ngedesah enak itu, akal sehat gue kelempar entah kemana, gue ga bisa mikir apa-apa.
Kan gue turn on lagi mikirin dia doang. Video call ah.
"Halo..?" sahutnya lemah disana. Duh ga kuat dd.
"Lagi ngapain ka?" tanya gue. Manis-manisin dulu lah
"Lagi tiduran aja, ga liat?" jawabnya agak jutek. Brian emang gitu, tsundere-tsundere gemes bikin jadi sayang -eh?
"Ga pake baju ka? Ga kedinginan?"
"Dingin, makanya sini angetin gue.. enak banget lo abis buang anak kabur" Brian duduk, dia benerin rambutnya.
"Gue nginep ya?"
"Hmm"
"Otw"
"Hm"
Gue langsung ambil tas, beberes baju dan izin nginep di apartmen Brian.
Brian baru selesai mandi dan mengeringkan rambut panjangnya dengan hairdryer. Dosen gulanya sudah pulang, tentu saja.
"Potong rambut ga ya? Kayanya udah kepanjangan" Brian melihat dirinya di cermin.
Model rambut mullet-nya membuatnya terlihat lebih feminim dan tampan disaat yang sama, dan sekarang rambutnya terlihat lebih panjang dan tebal. Mengangkat bahu, Brian memakai bajunya dan menonton tv di kasurnya.
Bel apartemennya berbunyi, Aaron sudah sampai.
Brian bangun dan membuka pintunya, menyambut Aaron masuk. Aaron langsung merebahkan dirinya di kasur Brian setelah meeletakan tasnya di samping kasur.
"Enak banget tidur disini pake AC, ga kaya dirumah" katanya.
Brian cuma ketawa garing, "Udah makan?" tanyanya.
Aaron bangun dan menghampiri Brian di dapur, memeluk orang yang lebih tua dari belakang. "Mau nasgor bikinan ka Ian dong.. udah lama nih"
Brian menggeleng pelan, "Lepas dulu bego, gue susah masaknya kalo lo peluk"
Aaron ngangguk terus milih buat duduk di sofa, memperhatikan punggung Brian. "Ka Ian tinggi banget sih"
"Ya iyalah gue lebih tua, emang lo bocil baru kemaren" jawab Brian.
"Tapi ka, kata temen gue submisif itu harusnya lebih kecil dari dominan" kata Aaron mendekati Brian lagi.
"Emang ada yang bilang lo dominan? Gue ama lo aja beda 10 senti, gimana lo mau jadi dominan gue.. jangan ngadi-ngadi" Brian tertawa keras.
"Tapikan kalo di kasur gue yang nusuk, ya gue dominan dong"
"Emang lo nusuk? Masuk aja kagak, sok sok an dominan.. udah udah nih makan" Brian meletakkan piring nasi gorengnya di meja dekat jendela.
Aaron makan nasi gorengnya dengan lahap, dia memperhatikan Brian yang memakai beberapa produk kecantikan di wajahnya seebelum tidur. "Udah cantik dan ka, gausah diapa-apain lagi"
"Gue begini buat kulit gue, kasian dibawah AC seharian" kata Brian.
Aaron masih diam memperhatikan Brian, nasi gorengnya sudah habis entah kapan. Dia memperhatikan Brian yang sedang merawat diri, matanya tidak bisa lepas saat Brian mengoleskan lotion ketubuhnya.
Dunia kembali saat kepala Aaron dilempar kotak kacamata oleh Brian. "Mikir yang jorok-jorok ya lo.. ck ck anak jaman sekarang.."
Aaron cuma mendesis sambil mengambil kotaknya. Ia merasa aneh, jantungnya berdetak lebih cepat dan wajahnya panas. Kenapa?
"Ayo tidur" Brian udah ada di kasurnya.
Aaron nurut dan tiduran di samping Brian. Mereka nonton tv sebentar, sebelum Aaron mengalihkan seluruh atensinya ke Brian.
"Apa? Lo sange?" tanya Brian tanpa menatap Aaron, sedangkan yanh ditanya hanya cengengesan.
"Besok minggu kak, hehe"
"Ya terus?"
"You know lah.."
"ga nusuk, masih inget kan?"
Aaron ngangguk, Brian buka bajunya dan ngedeketin Aaron. Satu lagi malam yang panjang dan melelahkan.
Brian ada di posisi yang berbahaya, doggie style.
Aaron diatasnya masih menggesek kejantanannya diantara paha Brian, tidak bisa ditolak kalau sebenarnya ia ingin sekali masuk ke lubang milik submisifnya itu.
"Ah.. ah.. ah..!" Brian terus mendesah tiap Aaron menggerakan pinggulnya, sedangkan Aaron sendiri hanya menggeram tertahan.
Ada perasaan aneh saat Aaron menatap wajah Brian kali ini. Wajah Brian terlihat berkali-kali lebih cantik dari biasanya, dan rambut panjangnya yang acak-acakan membuatnya lebih terlihat seksi. Wajah Aaron memerah, tanpa sadar ia mengusap lubang milik Brian membuat pemiliknya menjadi lemas.
"L.. lo.. ngapain.. anjir..!" tanya Brian susah payah, ia menengok kebelakang dan melihat Aaron yang wajahnya sudah merah padam. Menatap penuh nafsu kearah lubangnya.
Brian dengan kesadaran yang tersisa menarik tubuhnya menjauh dari Aaron. "Ja.. jangan! Lo udah lupa gue bilang apa?!"
Aaron masih dengan tatapan yang sama mendekati Brian, mengusap pipinya. "Gue pengen banget ka, tolong.."
Brian menggeleng cepat, "Ga, ini udah kejauhan Aaron!" ia beranjak dari kasur namun dengan cepat Aaron menariknya dan kembali menindihnya di kasur.
Brian menatap Aaron ngeri, baru kali ini ia melihat Aaron yang dikuasai nafsu sebesar ini. Aaron menarik tangan Brian dan mengarahkannya ke dadanya, jantung Aaron berdetak sangat cepat. Wajah Brian memerah, dia tidak bodoh untuk tahu ini.
Aaron mendekatkan wajahnya, mencium bibir Brian lembut dan melumatnya. Brian terbawa suasana dan mengalungkan lengannya ke leher Aaron. Selama Brian terlena diatas sana, Aaron melebarkan paha Brian dan memasukkan satu jarinya kedalam lubang itu.
Seperti tersengat listrik, Brian tersadar dan melepaskan ciuman itu. Dia menatap Aaron horor. "Aaron lo-" belum menyelesaikan kalimatnya, Aaron langsung menambahkan dua jari dibawah sana. "Fuck!"
Brian menatap Aaron memelas, berharap mereka tidak bermain sejauh ini. Berharap Aaron berhenti.
"Aaron stop.. ah.. Aaron plis stoph-ah..! Sat-.. disana! Ah.." setengah mengumpat, Brian mengelinjang begitu Aaron menemukan titiknya.
Air mata Brian turun, " Aaron goblok..! Ah! K-keluarin..! Ah! Ah.. bangsat! Ah.. lagi..ahh!" baik tubuh, hati, dan perkataan Brian sudah tidak sinkron lagi karena sensasi baru ini.
Walaupun punya banyak dosen gula, Brian tidak pernah sudi membuka kedua kakinya–ini pertama kali.
"Ka, lo minta gue berhenti tapi badan lo minta lebih.. jangan bikin gue bingung ka" kata Aaron menatap mata Brian.
"Keluarin sial! Ini salah Aaron, ini udah kelewatan..!" Brian memelas.
Aaron mengeluarkan kedua jarinya dan bersiap untuk memasukkan yang lebih besar kedalam diri Brian. Brian sendiri ingin memberontak, kabur, namun entah karena apa tubuhnya menolak bergerak.
"Aaron! Berhenti! Sadar 'ron! Kita temen kan? Ini bukan hal yang temen lakuin 'ron! Aaron plis stop..!"
Aaron menunduk, berbisik di telinga Brian. "Gue suka sama lo kak"
"A.. apaan anj-ahh..!"
Masuk.
Gue orang paling berdosa, kotor, menjijikan di dunia ini.
Minggu pagi ini, gue abisin di kamar mandi buat bersihin semua bekas-bekas perbuatan laknat semalem. Banyak cairan yang keluar dari lubang gue bikin gue ngilu tiap gerak.
Pengen mati aja.
Dan Aaron, orang yang ngelakuin ini semua gue usir. Gue ga mau liat mukanya lagi.
Cukup sampai disini aja, gue trauma.
Gue keluar dari kamar mandi, ngeringin rambut, dan beberes kamar. Gue langsung ganti sprei as soon a possible, gue ga mau ada bekas-bekas yang ketinggalan di apartemen gue ini.
Selesai beberes gue buka balkon dan ngerokok. Mikirin semua hal gila yang udah gue alamin.
Gue, cowok tulen 22 tahun kalah sama bocah ingusan 4 tahun dibawah gue.
Gue biarin hp gue di meja, udah banyak miss call dari orang yang sama. Dan gue ga peduli.
Gue bukan cewek, gue ga bakal hamil. Jadi gue ga butuh tanggung jawab siapapun.
Mah, Pah, maafin Brian cuma jadi sampah masyarakat di Jakarta.
"Rokok gue abis" Gue ambil dompet dan nguncir rambut gue. Ada Indomaret di depan apar gue, jadi gausah ngeluarin mobil.
Selama dijalan gue diliatin banyak orang. Gue emang selalu jadi pusat perhatian, siapa lagi coba laki yang bisa pake model rambut mullet tanpa jadi jamet? Gue seorang.
Tapi gegara kejadian semalem, gue jadi agak insecure diliatin begini sama orang-orang. Gila ah.
Di depan Indomaret ada warung boba, lumayan rame sih soalnya katanya enak terus murah. Gue gatau ga pernah nyobain, lidah gue udah nyantol sama Chatime.
Tapi yang jadi perhatian gue bukan warungnya, tapi salah satu pembelinya.
Orang yang udah ngotorin gue dan bikin pinggang gue sakit, sekarang lagi ketawa-tiwi sama ceweknya di depan tu warung. Cih, kesel banget gue anjing.
Gue ga sadar ngeliatin dia agak lama, sampe dia sadar kalau diliatin gue. Pas itu gue langsung balik badan masuk ke Indomaret.
Tapi ga segampang itu, ada yang narik tangan gue dan manggil dengan suara lembutnya.
"Ka Ian..?"