Chereads / BRIAN / Chapter 4 - 4

Chapter 4 - 4

"Gue potong rambut ah ntar malem, bye rambut mullet kesayangan" Brian menguncir rambutnya, memakai lip balm dan mengambil dompet sebelum pergi keluar apartemennya.

di lift, ponselnya berbunyi. panggilan masuk dari fabian.

"Halo?"

"Gue di lobby, cepet turun"

"idih ngapain, ogah"

"gue ajak jalan, buru"

Brian terdiam sebentar sebelum menjawab, "Gapunya duit". ia mematikan panggilannya.

namun benar saja, di lobby terlihat Fabian dengan pakaian santai dan kacamata hitam duduk di sofa tamu dengan nyaman.

Brian berjalan dengan cepat, berharap Fabian tidak menyadarinya.

"Brian" Fabian menahan tangan Brian yang akan memegang pintu lobby.

'Sial', Brian berbalik menatap Fabian.

"Apa?"

"Gue gabut, temenin jalan" jawab Fabian langsung.

Brian mengangkat bahu, "Gue ga gabisa, gapunya duit"

"Gue denger lo bukannya salah satu mahasiswa paling royal?"

"Iya itu sebelum lo putus sebagian besar pemasukan kekayaan gue" Fabian tertawa renyah, entah apa yang lucu baginya.

"Yaudah ayo jalan, gue yang bayar" katanya meyakinkan Brian. Brian sendiri berfikir apakah ini jalan yang bagus untuk kembali hidup enak? dengan memanfaatkan Fabian?.

"Starbucks" final Brian. Akhirnya ia kalah juga.

"Gue beliin apa aja yang lo pengenin, tuan Puteri" Fabian membukakan pintu untuk Brian. "Gue laki kalo lo lupa" Brian berjalan lebih dulu.

.

.

Hanya kata canggung yang bagus untuk mendeskripsikan keadaan meja yang di tepati Brian dan Fabian.

Tidak ada yang memulai percakapan sama sekali selama lima belas menit terakhir, sampai Brian sudah tidak tahan lagi.

"Sumpah ya ga bohong! gue bingung sama lo" Fabian hanya melirik sebentar sebelum kembali ke layar ponselnya.

"napa?" tanya Fabian.

"Tujuan lo ngajak gue jalan apaan sih kalo cuma diemin gue kaya gini" Brian meminum kopinya dengan terburu-buru, ia ingin segera pergi dari tempat ini.

"Lo pengen banget gue ajak ngobrol?" pertanyaan Fabian yang sukses buat Brian menyemburkan kopinya.

"Apa.. apaan sih lo?!" Brian menyeka bibirnya.

"Lo nanya tujuan gue kan? gue cuma mau ajak jalan, bukan ngajak lo ngobrol. Lo ngarep banget gue ajak ngobrol? pfft– gue masih suka tete gede" kata Fabian setengah tertawa.

Brian bangun dan pergi dari sana meninggalkan Fabian yang tertawa sendirian.

"Hahahaha.. eh eh beneran pergi.. tungguin heh!" Fabian buru-buru mengikuti Brian pergi.

.

.

Fabian mengikuti Brian sampai ke toko buku, mengekori kemana arah Brian berjalan.

"Gue kira lo ga suka buku, abis kata bokap gue kerjaan lo tidur mulu di kelas, jadi sempet dikira mahasiswa beg–" belum selesai kalimatnya, Brian memukul kepala Fabian dengan buku Ensiklopedia yang tebal.

"bawain"

Fabian kembali mengekori Brian, namun kali ini dengan tumpukan buku di tangannya.

"Bri, udahan dong, pegel nih tangan gue" kata (mohon) Fabian.

"bentar" Brian mengambil satu buku lagi, lalu berjalan ke kasir.

"Totalnya satu juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu ya" kata kasir itu memasukkan buku-buku Brian ke kantong plastik.

Brian menyenggol lengan Fabian, kode agar Fabian cepat bayar. Yang disenggol hanya mengeluarkan kartunya dan memberikannya ke kasir.

habis itu juga, Brian meninggalkan Fabian lebih dulu, jadi Fabian yang harus membawa buku-bukunya.

"Ini kenapa jadi gue yang di siksa sih?" monolog Fabian yang masih bisa di dengan Brian.

"Lo nyiksa orang yang salah" sahut Brian.

"tch"

.

.

Fabian kembali menurunkan Brian di depan apartemennya, "Buat apa sih buku banyak kaya gitu?"

"Biar ga dikira bego sama bokap lo" jawab Brian.

Fabian hanya tertawa, "Oh iya bayaran gue mana?"

"Bayaran apa? katanya lo yang–hmph!" Fabian mencium bibir Brian ditengah kalimatnya. mencium bibirnya lembut dengan sedikit lumatan sebelum melepas tautan keduanya.

Dan ciuman itu membuat wajah Brian memerah dan terlihat panik, kelihatan ia begitu kesulitan membuka seatbeltnya. Fabian membantunya sesekali mencuri ciuman di pipi Brian.

"Lo kurusan, banyak makan" kata Fabian sebelum Brian keluar dari mobilnya.

.

.

"Kurusan?" di kaca lift, Brian menatap dirinya. entah kenapa dia memikirkan kalimat Fabian.

"Lah iya gue kurusan kan gue stres mikirin tu anak, belom lagi si Aaron, belom lagi biaya apartemen gue.. ah pusing-pusing.." Brian menggelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan pikirannya sementara.

berjalan dengan plastik ditangannya, Brian menemukan seseorang berseragam SMA berdiri di depan pintunya.

"Aaron?" panggil Brian, orang itu menengok.

"Ka Ian" orang itu–Aaron berlari kecil sebelum memeluk Brian erat.

"Ayo masuk dulu lah pegel gue" Brian melepas pelukannya dan memberikan plastiknya ke Aaron.

.

.

Aaron terus menempel pada Brian sejak masuk ke apartemennya, dan Brian yang sibuk tidak memperhatikannya.

Aaron melihat bibir Brian dari samping, Aaron hafal betul bagaimana bentuk bibir Brian, dan kali ini bibirnya terlihat berbeda. Bukan perbedaan besar, hanya bibirnya sedikit lebih besar, sedikiiitt sekali.. namun anehnya Aaron bisa lihat itu.

tanpa melihat kondisi Brian yang sedang mencuci buah, Aaron langsung mencium bibir Brian, dan melumatnya.

Brian mendorong Aaron dan mengelap bibirnya.

"Apa-apaan anjir?!" bingung Brian.

"Lo abis ciuman kan?!" Tubuh Brian menegang. Iya, dia habis dicium Fabian beberapa menit yang lalu.

Tidak mendapat jawaban, Aaron menghela nafasnya. Ia berjalan mendekati Brian dan memeluk tubuhnya erat. "Jangan lagi kak.. lo cuma punya gue.."

Brian diam lagi, ia hanya bisa tersenyum maklum melihat Aaron yang memeluknya. "hm"

.

.

[ Hidup itu kerz ] (9)

Bia: eh eh lo pada tauga

Bia: kita punya dosen baru!

Bryan: njir beneran lo Jamet?!

Bryan: borju ga ni

Bia: gatau, tapi dari tampang si banyak duit

Bia: gas ga ni?

Brian: siaga 1 gue

Zephan: yah cemen lu yan

Bryan: kok jadi gue bjir

Brian: lanjut besok aja, w sibuk

Gladys: sibuk mulut apa selangkangan nih

Bia: HEH GLADIS

Bia: SUKA BENER

Bryan: WKWKWKWKWK

Brian: amjink Kalyan