"Aku pulang sama kamu ya"
Gue Cuma ngangguk nanggepin cewek di depan gue. Hari ke sekian gue harus nganterin Aida balik ke rumahnya. Kalo bukan karena dulu dia ancem pengen bunuh diri gue ogah jadi pacarnya sebenernya.
Tapi yaudah nasi udah jadi bubur, tinggal tambahin ayam ama cakwe aja biar enak. Gue dengan berat hati nganterin Aida ke rumahnya.
Soal hubungan gue sama Brian, masih agak canggung. Lebih tepatnya gue yang canggung. Gue ngerasa ga enak aja soal kejadian waktu itu, gue tau dia kesel, marah sama gue. Tapi tadi dia nelpon gue ngajak mabar ps di aparnya. Berarti apa cuma gue doang yang canggung?
"Nak Aaron mampir dulu sini" ibunya Aida nyuruh gue buat masuk rumah, mau ga mau gue masuk lah.
"Duduk sini aja dulu, aku ganti baju" Aida nyuruh gue duduk di bangku dan pergi ke kamar, gue buka hp sambil nunggu siapa tau ada yang chat.
[Ka Ian]
Aaron: ka gue dateng telat gapapa?
Aaron: ka?
Aaron: p
Ka Ian: gpp, w juga balik telat
Ka Ian: beli makanan
Aaron: ok kak titi dije
Ka Ian: titi dije?
Aaron: ati-ati dijalan
Aaron: aokwkwkw
Ka Ian: _-
Gue senyum ngeliat chat singkat dari Brian. Singkat tapi bisa bikin gue bahagia setengah mampus. Gue jadi mikir, sikap gue nih kaya lagi jatuh cinta alias lagi kasmaran. Tapi.. masa sama Brian?
Gue ga bisa berhenti mikirin dia, gue senyum-senyum baca chat dia, gue degdegan kalo di deket dia.
Jadi gue jatuh cinta sama Brian gitu?
.
.
Mobil berjalan menembus padatnya lalu lintas Jakarta, di dalamnya hanya ada dua orang yang saling canggung.
Fabian yang membawa mobil, dan Brian yang hanya menatap keluar jendela.
Ada banyak pertanyaan yang pengen Brian tanyain ke Fabian, tapi dia takut. Jadi Brian memilih diam. Tapi situasi di mobil ini terlalu canggung, dan Brian tidak suka itu.
"Lo.. ngapain nembak gue? Gue tau lo bukan gay" tanya Brian memecah keheningan.
"Emang ga boleh? Gue punya hak buat suka sama siapa aja, termasuk lo" jawab Fabian.
"Jujur aja, gapapa" kata Brian.
"Gue benci sama lo, gara-gara lo orangtua gue hampir cerai karena ibu gue tau bapak gue selingkuh sama lo, jadi gue pengen jadian sama lo biar gue bisa nyiksa lo perlahan" jawab Fabian jujur.
Brian yang mendengar itu mendesis, "Gila lo, lo kalo mau nyiksa gue siksa aja gausah begayaan jadi pacar gue, gue bukan gay"
"Ga seru, mendingan gue jadi pacar lo aja biar ada drama" Fabian mengambil tangan Brian dan mencium punggung tangannya.
Brian terkekeh, "Cowok kok suka drama, aneh..". Diam-diam Fabian menautkan jari mereka dan meletakannya di pahanya sambil mengelus punggung tangan Brian dengan ibu jarinya.
"Ngapain ngajakin gue pegagan? Mau nyebrang?" tanya Brian berusaha melepas tautan tangannya dengan Fabian, namun tidak berhasil. Alhasil mereka terus berpegangan tangan selama perjalanan.
Fabian menghentikan mobilnya di depan lobby apartemen Brian. Selagi Brian mengecek barang-barangnya dan melepas seatbeltnya Fabian tidak berhenti menatap Brian.
"Brian" panggilnya
Brian menengok dan menemukan bibirnya yang dicium Fabian. Brian langsung mendorong tubuh Fabian dan bergegas keluar. "Bangsat kau" teriaknya sebelum masuk ke dalam lobby. Fabian hanya terkekeh pelan,
Tidak buruk juga.. eh?
.
.
Brian masuk ke apartemennya sambil membawa beberapa kresek berisi makanan dari Indomaret. Setelah Fabian pergi, Brian keluar lagi untuk membeli makanan untuk mabar sama Aaron.
"Mandi ga ya? Mandi aja ah" Brian melepas pakaiannya dan langsung meluncur ke kamar mandi, melupakan satu hal yang penting. Handuk.
Bel rumah sudah berbunyi, namun tidak ada yang membuka pintu. Aaron membuka ponselnya untuk melihat password apartemen Brian. Brian sendiri yang bilang kalau ga ada yang buka langsung masuk aja.
"Gue masuk ka" habis melepas sepatunya, Aaron mencium bau sabun milik Brian. Brian pasti baru selesai mandi. Saat ia berjalan ke kamarnya, terlihat Brian keluar dari kamar mandi keadaan basah dan telanjang bulat, mencari handuknya.
"anj–" Aaron menutup mulutnya agar tidak berteriak. Disaat yang sama, Brian menengok dan melihat Aaron di dalam kamarnya.
"Bangsat!" Brian mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. "Ambil.. ambilin gue anduk, buru!" wajah Brian sudah merah padam.
Aaron mengambil handuk dan berusaha untuk memberikannya ke Brian tanpa melihat tubuhnya. Namun keberuntungan tidak berpihak pada kedua pihak, Aaron tersandung tas milik Brian dan menindih Brian yang telanjang.
"Bangun.. bangun lo anjir!" Brian mendorong tubuh Aaron, tapi Aaron tidak bergerak sedikitpun. Aaron melihat mata Brian dengan tatapan yang sama dengan tatapannya beberapa hari yang lalu, membuat Brian bergidik ngeri. Ia takut dengan Brian yang menatapnya seperti itu. Tubuhnya mendadak lemah dan menerima semua yang Aaron lakukan, Brian sangat membenci tatapan itu!
"Ka.." panggil Aaron pelan.
"Enggak!" tolak Brian. Wajah Aaron menjadi sedih seolah ada yang mengambil permennya.
"Ka.. please"
"ugh.." Brian menggigit bibirnya, hening untuk beberapa saat. Karena tidak tahan, Aaron menganggap diamnya Brian adalah iya.
.
.
Brian berakhir kembali mandi malam itu, bedanya sekarang dia bersender di dada seorang murid SMA di bathubnya. Brian dan Aaron berbeda 4 tahun, dan memiliki perbedaan tinggi yang sangat terlihat, namun sekarang terlihat kalau Aaron membuat Brian terlihat kecil walaupun sebenarnya tidak.
"Gue masih bingung kenapa gue jatoh ke lubang yang sama.." monolog Brian sambil membasuh wajahnya dengan air. Sementara yang lebih muda asik memainkan rambutnya di belakang sana.
"Ya soalnya kaka gapernah bisa nolak gue kan" jawab Aaron. Brian menyiram wajah Aaron dengan air, wajahnya bete.
"Diem lo, masa depan gue ancur gegara lo.." Brian terdiam sebentar sebelum melanjutkan perkataannya, "Jawab! Lo bukan gay kan! Lo masih pacarnya Aida kan?!"
Brian menuntut jawaban Aaron. Aaron sendiri mengambil tangan Brian dan meletakannya di dadanya, Brian bisa merasakan detak jantung Aaron yang cepat. "Gue ga pernah se degdegan ini sama Aida ka, cuma sama lo doang"
Wajah Brian memerah. "Gue ga gay, ga. Gue jijik liat cowok sama cowok.. tapi buat lo pengecualian, gue suka sama lo kak"
Uh oh, jangan kalimat yang itu lagi.
Brian menghela nafas, menarik tangannya dan kembali bersender di dada Aaron. "Jadi gue lo anggep apa?"
Hening.
Brian udah nebak sih, dia tau Aaron ga bakal ngerti perasannya. Aaron itu masih bocah bau kencur baru lahir kemarin, mana ngerti dia soal –
"Jadi pacar gue ka"
–Pacaran
Mimpi buruk Brian jadi kenyataan. Brian hela nafas lagi, kehidupan kuliahnya seharusnya di kelilingin cewek-cewek cantik, pacar banyak, mantan se album, dan circle borjuis. Tapi yang kenyatannya? Brian di kelilingi orang-orang yang menurutnya aneh.
"Lo nembak gue?" tanya Brian.
"Iyalah, lo tanya kan gue anggep lo apa, gue sayang banget sama lo ka, jadi sekarang lo pacar gue" jawab Aaron.
"Pfft, apaansi"
"Gue di tolak?"
Brian menengok kearah Aaron, mengecup bibirnya. "Ya menurut lo aja"
Aaron tersenyum dan memeluk Brian erat dari belakang. Dia juga memberikan kecupan lembut di bahu telanjang Brian. "Makasih ka, gue sayang lo"
"Hm"
"Ka.. anu.."
"Apaan?"
"Kita kan udah jadian"
"He eh"
"Boleh nambah ronde? Hehe"
"Putus aja kita lah 'ron, lo sangean gue ga suka"
Aaron senang, Brian senang, semua senang. Tapi ada yang Brian lupain, dia masih pacar Fabian dan Aaron sama sekali ga tau siapa Fabian itu.
[Fabianjing]
Fabian: Sayang?