Mungkin hari ini bisa dikatakan hari tersial di dalam hidup Rory. Sepatu yang melayang itu tepat mengenai kepala Rory karena pria sasaran dari sepatu yang di lempar itu menunduk. Rory belum sempat menghindari serangan sepatu itu.
Frans yang melihat kejadian itu pun membelalakan matanya, mengatupkan bibirnya rapat dan menelan salivanya dengan bersusah payah. 'Sial banget yang sudah melempar sepatu itu!' batin Frans.
Rory tidak menjawab ucapan gadis itu. Ia memberi kode kepada Frans untuk mengejar pria yang dikatakan pencuri oleh gadis itu. Frans pun mengangguk dan segera berlari dengan sigap ke arah pria tadi yang telah melarikan diri.
Rory memejamkan matanya erat, mengepalkan tangannya hingga terlihat buku-buku tangannya yang memutih. Ditambah lagi rambutnya yang telah tersisir rapi tadi menjadi berantakan sehingga sebagian rambut depannya turun dan menutupi matanya yang sudah menyalang tajam. Rory meniup anak rambut yang menutupi matanya dengan udara tipis yang keluar dari bibirnya.
Pria yang dikejar gadis itu dengan segera mengambil kesempatan untuk berlari dari tempat itu tanpa meminta maaf kepada Rory. Gadis yang mengejar pria urakan itu juga sama sekali tidak merasa bersalah kepada Rory. Ia masih bermaksud mengejar pria tadi, tetapi langkahnya terhenti karena Rory menahan kerah kemejanya dengan satu tangannya dari belakang.
"Eh … eh ... kenapa ini?" gumam gadis itu melihat ke arah kakinya yang sekarang telah tidak menginjak lantai. Ia menoleh ke arah Rory yang sudah menatapnya tajam seakan-akan ingin menerkamnya hidup-hidup.
Gadis itu menelan salivanya kasar. 'Siapa pria ini? Kenapa dia menatapku seperti itu?'
"Tuan, lepaskan aku! Saya mau menangkap pencuri itu!" teriak gadis itu meronta karena Rory masih menarik kerahnya erat dan mengangkat tubuh mungilnya.
Rory tidak menjawab ucapan gadis itu. Ia memberi kode kepada Frans untuk mengejar pria yang dikatakan pencuri oleh gadis itu. Frans pun mengangguk dan segera berlari dengan sigap ke arah pria tadi yang telah melarikan diri.
"Lepaskan! Apa kamu tuli, ?" sahut gadis itu dengan nada semakin meninggi. Karena peringatannya tidak dipedulikan Rory, gadis itu memutuskan untuk memberi pelajaran kepada pria itu. Ia hendak menyikut ulu hati Rory tetapi jarak mereka cukup jauh sehingga ia tidak berhasil melakukannya.
Rory tersenyum miring melihat gerakan gadis itu yang tak berdaya. Ia pun melepaskan genggamannya dari kerah gadis itu, tetapi ia mendorong tubuh gadis itu hingga menabrak dinding koridor hotel. Gadis itu meringis sambil memegang pundaknya yang terbentur dinding.
Rory memperhatikan penampilan gadis yang menurutnya masuk dalam kategori cantik. Kedua bola mata kuning keemasannya melihat gadis itu dari atas rambut hingga ke bawah kaki. Penampilan gadis itu terlihat awut-awutan. Rambut panjang berwarna coklat karamel milik gadis itu sudah tidak beraturan karena berlari tadi. Tampak peluh di sekitar keningnya.
Pandangan Rory tertuju ke salah satu kaki gadis itu yang tak beralaskan apapun. Cukup mengenaskan menurutnya, tetapi tidak mengurangi kecantikannya. Yang menarik perhatiannya adalah pakaian yang dipakai oleh gadis itu, seragam staff koki Hotel.
"Kamu koki hotel ini?" tanya Rory dingin.
Seringai licik terukir jelas di wajahnya. Tatapannya tertuju ke arah nametag di dada kiri seragam gadis itu. Ia pun tersenyum miring. "Arsy, ?"
Gadis yang dipanggil Arsy oleh Rory itu menaikkan satu alisnya, membalas tatapan Rory dengan sinis. "Sebenarnya apa maumu, Tuan? Apa kamu sebegitu luangnya mengurusi masalah orang lain, hah?"
Arsy memalingkan wajahnya dan mencebikkan bibirnya sebal dan hendak beranjak dari tempat itu, tetapi lengannya ditahan oleh Rory. Kening Arsy mengernyit dan ia pun kembali menatap Rory.
"Sebenarnya apa maumu,?" tanya Arsy semakin sebal. Ia menepis tangan pria di hadapannya saat ini, tetapi pria itu malah semakin mendekat kepadanya dan mengungkung tubuhnya dengan kedua tangannya diletakkan di antara tubuh Arsy.
Rory melihat wajah gadis itu yang semakin memerah. Ia tersenyum miring melihatnya. 'Ternyata semua wanita sama saja. Begini saja sudah terpesona,' batinnya narsis.
Tebakan Rory salah besar. Wajah Arsy memerah bukan karena malu ataupun terpesona akan ketampanan Rory, tetapi gadis itu sedang menahan amarahnya yang sudah memuncak.
Wajah Rory semakin mendekat dan hampir menyapu jarak di antara mereka. Niatnya ingin memberikan gertakan kecil kepada gadis itu. Namun, Arsy sama sekali tidak takut. Gadis itu tidak memalingkan wajahnya. Tanpa Rory duga, Arsy malah membalas tatapan tajamnya dengan kedua manik mata indah bak coklat hazel itu. Gadis itu melayangkan tatapan tajam dan sinis kepadanya.
'Gadis ini ternyata memiliki nyali yang cukup besar rupanya,' batin Rory tanpa sadar mengagumi sikap Arsy. Rory pun segera menepis pemikirannya itu. Ia tidak ingin Arsy melihat celah di dalam dirinya. Seringai nakal pun terlukis jelas di wajahnya.
Rory berbisik di telinga gadis itu. "Minta maaf atas perbuatanmu tadi, Nona," desisnya pelan.
Arsy membulatkan matanya. Ia pun menggeram kesal di dalam hati dan mengertakkan giginya. Tanpa aba-aba lagi, Arsy menghentakkan kakinya yang masih memakai sepatu kets, menginjak kaki Rory dengan sekuat tenaga. Membuat Rory terkejut dan menjauh beberapa senti darinya.
"Dasar sinting!" umpat gadis itu.
Arsy pun berjalan meninggalkan Rory yang masih meringis memegang kakinya. Gadis itu sama sekali tidak mengerti maksud pria itu menyuruhnya untuk meminta maaf padanya.
Setelah merasa sakit di kakinya mereda, Rory pun segera berlari kecil mengejar gadis itu. Tidak lupa pria itu mengambil sepatu yang mengenai kepalanya tadi. Ia tidak terima dipermalukan dan diperlakukan semena-mena oleh gadis itu. Harga dirinya sebagai CEO Wijaya Group bisa jatuh begitu saja. Apalagi jika hal ini diketahui oleh para bawahannya. Mau taruh di mana wajahnya nanti.
Setelah hampir menyamai langkah Rory, Rory pun menarik lengan gadis itu dari belakang dengan kasar. Arsy berbalik dan memandangi pria itu dengan heran.
'Pria ini mau apa sih? Kenapa mencari masalah terus?' batin Arsy kesal.
"Apa kamu tidak tahu cara meminta maaf dengan benar?" tanya Rory. Mimik wajah pria itu sudah terlihat sangat tidak bersahabat dibandingkan tadi.
"Minta maaf apa sih?" tanya Arsy yang masih tidak mengerti duduk permasalahannya.
Rory mengangkat sepatu kets dekil yang mengenai kepalanya tadi. "Sepatumu tadi telah mengenaiku, Nona. Apakah menurutmu tidak perlu meminta maaf?"
Arsy melirik sepatu miliknya yang berada di tangan Rory. Pria itu memegang ujung sepatu itu dengan jijik, seakan-akan sepatu itu adalah kotoran hewan.
'Ternyata karena ini. Ah, lagian kenapa dia memegangnya seperti itu? Memang sih sepatuku kelihatan butut, tetapi juga tidak seharusnya dia memegangnya seperti itu.' Arsy menggerutu di dalam hati.
Arsy menghela napas berat dan mengambil sepatunya dari Rory dengan kasar. "Seharusnya Tuan yang meminta maaf padaku karena sudah berlaku tidak sopan kepada seorang wanita!" seru Arsy dengan mata berapi-api.
Rory berdecak kesal dan menyeringai. "Tidak sopan katamu? Hah?" gumam Rory tidak terima dikatakan seperti itu oleh Arsy..
"Aku akan menunjukkan seperti apa yang dikatakan tidak sopan kepadamu!" gertak Rory geram.
Tanpa seijin Arsy, Rory menarik pinggang mungil gadis itu dan menahan belakang kepalanya dengan tangan satunya lagi. Rory menempelkan bibirnya pada bibir gadis itu, lalu melumatnya dengan kasar.
Arsy membelalakan kedua kelopak matanya dengan lebar. Ia begitu kaget dengan tindakan tak senonoh pria itu. Dalam sepersekian detik Arsy sempat mematung tanpa merespon ciuman pria itu. Rory begitu mendominasi dirinya hingga tangan besar pria itu yang mulai menjalar masuk ke balik seragamnya. Tanda peringatan besar menyadarkan dirinya. Arsy menggigit bibir pria itu dengan kuat dan mendorong tubuhnya menjauh, lalu menutup bibirnya dengan telapak tangannya.