Arsy membelalakan kedua kelopak matanya dengan lebar. Ia begitu kaget dengan tindakan tak senonoh pria itu. Dalam sepersekian detik Arsy sempat mematung tanpa merespon ciuman pria itu. Rory begitu mendominasi dirinya hingga tangan besar pria itu yang mulai menjalar masuk ke balik seragamnya. Tanda peringatan besar menyadarkan dirinya. Arsy menggigit bibir pria itu dengan kuat dan mendorong tubuhnya menjauh, lalu menutup bibirnya dengan telapak tangannya.
Rory menyeringai dan mengusap bibir bawahnya yang telah mengeluarkan setetes darah segar dengan jempolnya. "Dasar kucing liar! Tidak ada manisnya sama sekali," cibirnya.
Arsy mendengus sebal mendengarkan gumaman Rory.
"Kau pantas mendapatkannya! Aku tidak akan bersikap manis menghadapi pria mesum sepertimu!" balas Arsy geram dan meninggalkan Rory yang termangu mendapatkan cibiran pedas darinya.
Sepeninggalan Arsy, Rory memukul keningnya pelan... seakan menyadari kebodohannya beberapa menit yang lalu.
"Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku malah meladeni cewek barbar itu? Seperti bukan diriku saja!" gumam Rory menyesal.
'Walaupun ucapannya pedas, tetapi bibirnya ternyata manis juga.' Suara hati Rory tanpa sadar kembali mengakuinya.
Seulas senyuman tipis terlihat sekilas di wajahnya ketika mengingat ciuman tadi. Ciuman itu adalah ciuman yang paling manis yang pernah diterimanya walaupun pada akhirnya berujung perih. Rory kembali mengusap bibirnya yang terluka.
"Lihat saja, kita pasti akan bertemu lagi, my lovely," gumamnya pelan.
"Bos." Frans datang tergopoh-gopoh menghampiri Rory. Kening pria itu mengernyit melihat atasannya yang masih tersenyum bodoh. Pria itu berusaha menerka-nerka apa yang terjadi sepeninggalannya tadi, tetapi segera ia tepis pikiran itu sebelum bosnya memotong gajinya.
"Bagaimana?" tanya Rory tanpa menatap Frans. Matanya masih menatap kepergian gadis barbar tadi yang telah terlihat menjauh.
"Pria tadi ternyata pencuri makanan di dapur, Bos. Sepertinya perempuan tadi mengejarnya untuk menyerahkannya kepada pihak keamanan," jelas Frans yang telah menyelesaikan pekerjaannya tadi.
Rory hanya manggut-manggut. "Selidiki wanita bernama Arsy itu!" perintah Rory.
"Baik, Bos," sahut Frans.
'Sial sekali gadis itu,' batin Frans yang mengira Rory akan memecat gadis itu.
Arsy menghentakkan kakinya kesal ketika memasuki dapur hotel tempatnya bekerja. Wajah gadis itu memerah karena marah bercampur malu. Morgan, kepala koki hotel tempatnya bekerja, menghampirinya dan menepuk pundaknya.
"Kamu kenapa, Arsy?" Morgan memperhatikan raut wajah Arsy yang ditekuk.
Arsy dan Morgan adalah teman sejak kecil. Morgan juga merupakan senior Arsy semasa kuliah dulu. Usia mereka yang hanya terpaut empat tahun membuat mereka tampak seperti kakak adik. Morgan juga yang merekomendasikan Arsy untuk bekerja di Hotel Wijaya... Walau umur Morgan masih di bawah kepala tiga, tetapi pria itu memiliki segudang prestasi dan kepemimpinan yang cukup baik. Morgan diangkat menjadi kepala koki menggantikan kepala koki terdahulu yang pensiun sebulan yang lalu.
Arsy mendongak menatap wajah Morgan yang terlihat khawatir kepadanya. "Tidak apa-apa, Morgan. Aku hanya bertemu pria gila tadi," celoteh Arsy. Gadis itu tidak ingin menceritakan kejadian memalukan tadi kepada Morgan. Rasanya ia ingin menghajar pria itu jika bertemu dengannya lagi.
"Oh iya, maaf pencuri tadi aku tidak berhasil menangkapnya," ucap Arsy merasa menyesal.
"Tidak apa-apa, Arsy. Lagian pencurinya sudah ditangkap kok sama petugas keamanan," jelas Morgan.
"Lho, kok bisa?" tanya gadis itu heran.
"Entahlah." Morgan mengedikkan pundaknya. "Lagian sepertinya pencuri itu mencuri makanan di dapur karena terpaksa katanya. Aku dengar karena dia kelaparan dan tidak punya uang jadi dia mengendap-endap masuk ke hotel ini."
"Ternyata kasihan juga orang itu, tapi mencuri itu tetap saja salah," timpal Arsy. Morgan mengangguk menyetujui pendapat gadis itu.
"Kalau CEO berhati baja kita tahu kejadian ini, pasti penjagaan di hotel ini akan lebih diperketat lagi. Semoga saja petugas keamanan di sini tidak kena imbas kemarahannya." Arsy menggedikkan bahunya ngeri membayangkan CEO Hotel Wijaya yang terkenal kejam dan berhati baja itu mengetahui kejadian hari ini.
Walau Arsy sudah lima bulan bekerja di tempat itu, tetapi ia belum pernah bertemu dengan CEO perusahaan itu sekalipun. Hanya saja terdengar desas-desus mengenai temperamen buruk CEO mereka dari para karyawan yang pernah terkena imbas kemarahannya. CEO mereka terkenal dengan sebutan raja iblis di hotel itu. Tidak heran ia mendapatkan julukan tersebut karena pria itu mampu menghancurkan hidup mereka dalam sekejap, termasuk saingan perusahaan mereka.
"Ya, semoga saja mereka baik-baik saja," timpal Morgan menenangkan Arsy yang masih membayangkan betapa menyeramkan CEO mereka yang tidak pernah ditemuinya itu.
"Ayo, kamu bersiap-siap membuat menu pastry untuk hari ini," ajak Morgan.
Arsy mengangguk pelan dan bersiap-siap untuk bekerja hari ini.
Perusahaan Ardian Corporation. mengalami ke bangkrutan.
Ardian ayah Arsy sedang duduk sambil menundukkan kepalanya. Terukir wajah frustasi. Ia memijat pelipisnya yang terasa berat dan berdenyut hebat. Ardian, pemilik Ardian Corporation.
Di samping Ardian berdiri seorang pria muda yang sedang membacakan hasil laporan di tangannya. Berdasarkan laporan keuangan yang dibacakan oleh asisten mudanya, Jack Baron... perusahaan Ardian itu mengalami kerugian hingga puluhan miliar dalam kurun waktu satu minggu. Semua itu dikarenakan pabrik miliknya yang berada di Kota Jakarta dan Surabaya melakukan penghentian produksi.
Pabrik mereka disegel oleh pihak berwajib, dengan Alasan penyuapan ijin produksi. . Beberapa pihak melaporkan hal ini kepada pihak berwajib karena ada oknum.
"Bagaimana bisa seperti itu, hah?" teriak Ardian kepada asistennya. Menggebrak meja kerjanya hingga Jack terperanjat.
"Karena penyegelan pabrik kita minggu lalu, kita tidak dapat memenuhi permintaan klien yang sudah bekerjasama dengan kita, Pak. Mereka mengajukan tuntutan untuk kompensasi kepada kita karena tidak menyelesaikan tepat waktu," kata Jack menjelaskam Pria itu sudah menduga Ardian pasti akan mempertanyakan hal ini, tetapi semua sudah terjadi. Jack pun tidak mampu berbuat apa-apa.
Karena terlalu emosi dan kalut, denyut jantung Ardian tiba-tiba berpacu dengan sangat cepat. Napasnya pun menjadi semakin sesak karena pasokan udara dan peredaran darahnya terhambat. Perlahan kesadaran Ardian pun menghilang.
"Pak Ardian... Jack berteriak histeris.
Jack pun melarikan Bos nya Ardian ke Rumah Sakit di Singapura.. atas Rekomendasi dari Rumah Sakit di Jakarta.
*******
Langkah tergesa-gesa dari seorang gadis memenuhi koridor rumah sakit Singapura. Gadis itu membuka pintu sebuah kamar VIP pasien. Sebelum memasuki ruangan itu, ia berusaha mengatur deru napasnya yang tersengal-sengal.
Di atas brankar terbaring seorang Ayah Ardian dengan selang oksigen di hidungnya dan beberapa kabel pada dada pria itu yang terhubung ke sebuah layar monitor di sampingnya. Tampak seorang wanita yang berusia hampir sama dengan pria tua itu sedang duduk di samping brankar. Wajah wanita itu tampak kusam dan lelah.