Kriing Kriing
Dari lantai atas, raina berlari dengan semangat menuruni anak tangga dan mengabaikan teriakan khawatir para pelayan.
Kenapa rose berlari dan terlihat senang? Jawabannya karena dia tahu yang menelpon lewat saluran rumah itu adalah kakaknya. Vernon De Raquell. Kakak tersayangnya.
"Hola"
"dimana papah?"
Dingin. Itulah yang selalu rose dengar dan rasakan setiap kali dia berbicara dengan kakaknya. Sedih? Pasti.
"papah belum datang kak" jawabnya takut
tut tut tut
Vernon menutup telponnya secara sepihak tanpa membalas perkataan rose. Adiknya.
Rose menaruh kembali telpon rumahnya dengan rasa sedih. Vernon adalah kakak yang ia kagumi dan sayangi. Tapi vernon mungkin belum bisa mengaggap rose, dan itu pasti butuh lebih banyak waktu lagi. Rose akan sabar menunggu lagi dan lagi.
Senyum. Itu yang rose lakukan lagi. Kakaknya juga sumber kebahagiaan, bukan kesedihan. Andai juga vernon tahu dengan jelas kejadian dimana ibunya bisa meninggal, mungkin vernon akan tetap bersamanya.
Keluarga lengkap dan harta berlimpah? Tidak sebanding dengan keluarga sederhana tapi penuh cinta. Harta juga tau batasan. Dia hanya membuat senang kita di luar. Tapi jauh di lubuk hati, kita masih kesepian
Yap. Rose sedang membandingkan keluarga dirinya dengan keluarga renata. Ada yang enak ehh sakit juga. Begitulah pikir rose.
Keluarga rose kaya tapi kurang cinta. Keluarga renata sederhana tapi penuh cinta. Itu maksudnya.
"makan malam anda sudah siap nona" ujar ketua pelayan
Eden-ketua pelayan Raquell familly
"eden. Papah pulang malam?"
"tuan richard sedang mengadakan meetting besar bersama orang spanyol nona. Mohon pengertiannya" rose mengangguk mengerti
Makan malam telah ia selesaikan. Sekarang rose membersihkan dirinya lalu segera tidur. Saat akan menutup diri menggunakan selimutnya, hp rose berbunyi tanda orang menelpon.
081-xxxxx...is calling
Karena tidak tahu siapa yang menelpon rose memutuskan untuk mengabaikan panggilan tersebut. Tapi saat dirinya baru menutup mata, kini harus terbuka lagi karena mendengar telponnya bergetar.
Masih nomor yang sama seperti tadi. Tidak dikenali. Mungkin penting. Akhirnya rose bangkit dari tidurnya lalu mengangkat telpon tersebut.
"hallo"
...
"hallo"
...
"maaf kalau nggak penting aku tutup"
"save. Ini nomor gw"
"hah? Siapa?"
"sean"
"oh. Cuman save kan? Oke. Aku tutup"
"wait! Besok. Jam 6.30"
"mak- oi? oi?!"
tut tut tut
Nggak kakaknya nggak cowok ini. Sama aja. Huh.
Pagi menjelang. Rose ingat perkataan sean tadi malam. Dia tahu pasti sean akan menjemputnya pagi ini. Jadi, rose bangun pagi dan sekarang sedang bersiap-siap untuk sarapan.
"morning princess" sapa ayahnya
"ouh papah. Jam berapa pulang pih?"
Tanya rose sambil duduk dikursi dekat sang papih. Rose mulai mengolesi rotinya dan memakannya dengan lahap.
"jam 2. Soalnya kerjaan papah numpuk. Sekarang juga harus berangkat pagi"
"ouh. Rose kasihan lihat papah. Baru pulang eh pergi lagi"
"papah nggak apa-apa kok sayang. Papah seneng. Kamu tumben berangkat pagi?"
"teman rose jemput" ayahnya hanya mengangguk mengerti
tin tinnnn
"suara klakson tuh" ujar ayahnya
''mungkin dia sudah sampai pah"
"yaudah ayok. Bareng sama papah kedepannya"
Sampai di depan pintu mansion. Rose sedikit terpana kepada orang yang baru saja turun dari mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan sean.
"ahh Mr. Richard Right?"
"kamu mengenal saya?"
"Tentu saja. Siapa yang nggak kenal dengan anda sir? Anda pembisnis kelas atas no2. Senang bertemu dengan anda"
"senang bertemu denganmu nak"
"Sean. That's my name" ujar sean dengan sedikit senyum
"ahya. Panggil juga aku Uncle richard. Kalian berangkat bareng?"
"iya uncle"
"baiklah. Hati-hati dijalan. Roselina, papah berangkat ke kantor ya" rose tersenyum menanggapi
Setelah keberangkatan ayahnya, kini rose juga berangkat dengan sean. Rose merasa canggung. Dan akhirnya ia hanya mengalihkan matanya ke luar jendela.
"kita bolos"
"apa?"
"kita bolos sekolah"
"nggak! Kalau kamu mau bolos, bolos aja sendiri. Turunin aku depan gerbang sekolah nanti"
"lo tenang aja. Absen lo aman"
"nggak mau! Aku mau sekolah. Lagian kalau bolos terus ngapain?"
"ke tongkrongan gw"
"tongkrongan?" sean mengangguk
"tqpi aku mau sekolah. Nggak faedah ngajakim aku ke tongkrongan. Lagian tongkrongan apaansi?"
"basecamp gw. Lo tinggal diem. Nurut. Udah"
"kalau nilai aku jelek dalam pelajaran hari ini bagaimana?"
"lo bawe banget! Dibilang nggak usah khawatir!"
"o-oh oke"
Nyali rose menciut seketika saat berhadapan dengan sean yang asli. Padahal jika rose merasa terganggu, jiwa tegasnya terkadang keluar dengan sendirinya. Tapi ini? Hilih. Dulu saja sewaktu sma di jerman ada yang mengganggunya, tentu saja ia kesal. Alhasil dia membalas temannya dengan berani walaupun dia sendirian. So, mereka di DO dari sekolah setelah rose membalas mereka dan melaporkannya ke kepsek.
Cekitt
"turun"
Mereka turun dari mobil. Rose melihat kesekitar. Indah. Di depan ada danau yang jernih dan di belakang sana ada perbukitan. Sejuk. Sungguh sejuk udaranya.
"ini mansion punya siapa?" tanyanya
"lo nggak bisa bedain yang mana mansion dan yang mana rumah? Ini rumah"
"iyah tahu"cicitnya
Berjalan sambil menikmati pemandangan sekitar rumah tapi besar seperti mansion, rose besenandung didalam hatinya. Dia suka tempat ini.
"masuklah"
Sean membukakan pintu untuk rose masuki. Rose menapakan kakinya kedalam ruangan tersebut. Indah. Bibir rose tak berhenti berucap 'woah indah' di dalam hatinya.
DOR
DOR
DOR
"apa itu?!" tanya rose khawatir
"teman-temanku sedang berlatih caranya menembak. Kau mau lihat?"
"No! Thankyou"
"kesini. Ikuti aku"
"oho mamen! Siapa nih bro?"
Tiba-tiba seorang pria berkulit putih seperti tahu menghampiri mereka berdua. Dan menanyakan siapa rose.
"jangan coba-coba max" ujar sean penuh peringatan
"oke oke. Santay dong bro. Bye mbak bro"
Sean menggeser sebuah pintu disana. Dan rose tahu pasti itu ruang pribadi miliknya. Dan ternyata benar. Ini sebuah kamar. Luas dan mewah.
"milikmu?" sean mengangguk
"mau ku ajak keliling lagi?"
"boleh"
Rose mengikuti sean lagi dari belakang. Sean banyak sekali menunjukan tempat-tempat di dalam rumah ini. Rumah. Iya dalam pikiran rose ini bukan sekedar rumah. Orang ini basecamp sean and the geng. Setelah tour sean seleaai, rose mengeluh haus. Sean langsung membawa rose ke ruang santai dan meminta temannya membawa minuman. Air putih.
"ini pacar lo yan?" tanya wanita berbaju ungu
Sean tak menjawab. Dirinya hanya sibuk meneliti setiap wajah rose. Sehingga rose yang di pandang merasa jengah dengan tingkah laku sean. Tapi mau negur juga dia tidak punya nyali.
"sean aku mau pulang. Ini sudah mau sore"
"nginep"
"apa?! Nggak sean. Aku masih punya rumah"
"bokap lo bakalan lembur dan pulang ke rumah jam 8 pagi" ujar sean dengan satai
"dari mana kamu beranggapan kaya gitu?"
"gw yang memprediksi"
"pokoknya anterin dulu pulang. Mau papih lembur atau nggak, yang penting aku mau pulang SEAN"
"Jangan ada yang ngobrol sama dia. Apalagi nganterin dia pulang. Kalau mau pulang, pulang sendiri"
Setelah menegaskan perkataannya. Sean melenggang menuju kamarnya untuk istirahat. Dia lelah. Masalah rose? Sean tahu pasti, bahwa rose tidak akan nekat untuk pulang sendiri. Teman-temannya pun tidak akan ada yang berani membantah perintahnya. So, dia bersantai menunggu kedatangan rose ke kamarnya.