Hari Sabtu, usai kemarin malam atau lebih tepatnya tadi pagi buta, pulang dari kerja kelompok. Kembali lagi, Rafael bekerja part time di Restoran sederhana, milik Joshua Abraham.
"Hei, Rafa!" sahut James saat Rafael tiba di hadapannya.
"Bagaimana dengan kerja kelompokmu? Apakah berjalan lancar?" lanjutnya sambil mengelap meja yang baru saja tak berpenghuni.
"Lancar-lancar saja. Tapi, bagaimana Kau bisa tahu? Aku tidak pernah mengatakannya," ucap Rafael yang terheran.
"Tentu saja Aku bisa tahu. Jika Aku bisa bertanya kepada Joshua, ketika kemarin Kau tidak masuk."
Perhatiannya teralihkan oleh kitab yang sejak tadi dipegang oleh Rafael. "Kitab apa itu? Apa Kau baru saja meminjam buku lagi? Boleh kupinjam?" tanya James yang sepertinya sangat penasaran.
"Tidak, tidak boleh," jawab dingin Rafael.
"Hah? Kenapa? Bukannya buku itu pinjaman dari Perpus? Kemarin saja, Kau boleh meminjamkan sebuah buku pada Joshua. Masa Aku tak boleh?" kata James yang seolah menekannya.
"Ini bukan buku pinjaman. Dan, ini bukan urusanmu," ucap Rafael dengan dingin; sebelum berjalan ke dapur meninggalkan James yang terdiam heran.
"Kemarin, pedang itu menghilang, bukan. Tapi kembali lagi ke hatiku," dumelan lembut Rafael saat berdiri di depan wastafelnya, tapi tak sengaja didengar oleh Gebby.
"Kau sedang jatuh cinta ya? Sama siapa nih?" tanya Gebby yang menghampiri Rafael.
Rafael menoleh dengan raut wajah nyeleneh. "Tidak. Kau salah dengar," jawab Rafael sebelum menyalakan kerannya.
"Aku tahu Kau bohong. Tadi Aku benar-benar mendengarmu bicara sendiri soal Hati. Kem..kembali ke hatiku, kalo tidak salah seperti itu," kata Gebby yang bersikeras menggalinya.
"Sudahlah. Kau hanya mendengar sebagiannya saja. Dan satu lagi, ini bukan urusanmu."
"Hal apa lagi yang ada kaitannya dengan hati, selain soal cinta, perasaan, suka?" tanya Gebby yang masih memaksa.
"Ya bisa saja, soal kartu hati? Atau karakter game yang kumainkan. Atau bisa juga dari karakter novel fantasi yang ku baca?" jawab Rafael yang membuat Gebby tak berkutik dan pergi meninggalkannya.
***
Kitab yang Rafael bawa bentuknya seperti kitab kuno berwarna coklat muda, dan terlihat masih bagus. Rafael membacanya pada waktu istirahat yang berdurasi sepuluh menit, dan disaat itu juga mereka sudah hampir tutup, karena mie dan baksonya tersisa sedikit. Rafael membukanya, dan terlihat kitab itu menampilkan dua skill yang terbuka, pada waktu ia melawan Mamon pertama. Dan terlihat masih banyak lembar yang kosong, alias dua skill lagi dengan level-levelnya.
Sementara, dari skill satu dan skill dua, hanya satu level yang terbuka pada skill dua, dan dua level pada skill satu. Tersisa dua level lagi pada skill satu, dan tiga level lagi pada skill dua. Agar dapat membuka skill ketiga, setiap level pada kedua skill tersebut harus terpenuhi. Begitu pun selanjutnya sampai skill akhir atau skill keempat.
Tapi, hal yang menarik adalah karena sebagai awalan, Rafael saat itu bisa membuka skill kedua tanpa membuka seluruh level pada skill pertama. Dan hal yang menarik lainnya adalah, skill pasif Rafael yang dapat ia gunakan tanpa pedangnya. Skill dasar melompat cepat, tinggi dan jauh.
"Owh... jadi Aku bisa melompat sejauh itu, karena skill dasar dari Hakim Tengah Malam," desisnya.
Untuk memenuhi setiap level pada satu skill, Rafael harus dapat mengayunkan pedangnya lebih banyak, dan harus mengenai Mamon dengan jarak dekat. Singkatnya menyerang jarak dekat dan harus lebih banyak menyabet atau menggores Mamon itu. Dengan begitu, satu demi satu level akan terbuka dan bisa membuka skill ketiga.
"Oh, jadi seperti itu. Aku harus berlatih pedang agar bisa menaikan levelnya. Artinya, yang ku lakukan lebih dulu adalah, mencari pelatihnya," dalam hati Rafael dengan raut wajah serius.
Datanglah Kak Joshua menghampiri Rafael, yang terlihat serius membaca sebuah kitab. "Rafa!" panggilnya dengan hangat.
"Oh, kenapa Kak?" jawabnya sambil menutupi kitabnya.
"Tenang saja, Aku tak berniat meminjam novelmu. Aku hanya ingin mengembalikan buku yang Kau pinjamkan waktu itu. Aku sudah membaca semua strateginya, dan juga telah menulisnya."
"Ah, benar juga. Hari ini jadwal pengembalian buku itu. Terimakasih banyak, Aku hampir lupa, hari ini adalah hari pengembalian bukunya."
"Kenapa bilang terimakasih? Justru Aku yang ingin minta maaf, karena baru memberikannya saat matahari sudah terbenam. Aku tak tahu masih buka atau tidak, perpustakaan yang sering Kau kunjungi itu."
"Tenang saja. Sepertinya masih buka," jawab Rafael yang sebenarnya juga sedikit cemas.
Ketika restoran Joshua telah tutup, Rafael pergi ke sebuah jalan, yang waktu itu sebagai tempat pertama kalinya melompat. Tapi tidak jadi, karena perbaikan jalan itu masih berlanjut dan mereka sedang sibuk mengerjakannya. Tidak seperti di saat itu, yang momennya mereka sedang tak ada di sana.
Akhirnya Rafael mencari jalan sepi lainnya, agar dapat kembali melompat. "Aku harus berlatih pedang di mana ya? Agar dapat membuka levelnya," renung Rafael sambil berjalan.
Tiba-tiba, ketika sudah tiba di jalan yang sangat sepi tersebut, Rafael dihidangkan dengan pemandangan aksi pencurian yang sedang terjadi di hadapannya. Seorang Bapak-bapak tengah menahan kopernya yang hendak diambil, tapi gagal. Pencuri itu ada dua orang yang menaiki satu motor, yang satu bertugas sebagai rider dan yang satu sebagai capitnya. Rafael tidak bisa menahan diri, dan tak akan menahan diri melihat kejadian itu di depannya.
Rafael langsung melompat ke atas tembok yang mengitari jalan itu, dan berdiri pada belokan ketiga, yang sedang dituju kedua pencuri itu.
Terkejutlah mereka, saat melihat seseorang yang tiba-tiba berdiri di depan mereka, lalu membuat mereka berhenti mendadak. "Hei, Kau mau mati ya? Cepat minggir!" kata pencuri itu dengan nada tinggi.
"Sudahlah, kembalikan saja koper itu. Kalian habis mencurinya kan?" ucap Rafael dengan tatapan tajam meski tak terlalu nampak oleh mata mereka. Sebab, Rafael telah mengenakan jaketnya lebih dulu dengan kupluk nya, dan keadaan jalan itu yang hanya diterangi oleh sinar rembulan. Membuatnya, hanya terlihat sebagian dari wajahnya yang terselimuti bayangan.
"Aku tidak peduli siapa dirimu. Kalau tak mau terluka, cepatlah beri kami jalan!" ancam pencuri itu.
"Beri kalian jalan? Tidak ada jalan bagi penjahat dengan kejahatannya. Aku masih memberi kalian kesempatan, untuk mengembalikan barang milik orang lain."
"Kesempatan? Justru kami, yang dari tadi memberikan Kau kesempatan pulang tanpa terluka." Pencuri itu turun dari motornya, "Baiklah, dengan begini Kau sudah sepakat untuk terluka, hahahaha."
"Iya, kami tak akan membiarkanmu sampai pingsan kok. Paling cuma mengalami patah tulang saja," lanjut seseorang yang memegang koper curian.
Reaksi Rafael tetap bersikap dingin, dengan wajah yang masih terlihat setengah gelap. Salah satu pencuri itu, tanpa menahan diri menyerang Rafael dengan melayangkan tinjunya. Rafael juga tak ragu untuk menghindari mereka dengan loncatan supernya. Tapi, lompatannya itu terlihat berbeda dari biasanya, setelah ia membaca isi kitab itu.
"Ternyata, lompatan ini benar-benar bisa dikendalikan tingginya dengan mudah."
Ia hanya melompat sekitar dua meter saja untuk menghindari serangan mereka. Dan saat turun, ia mengarahkan dirinya ke seorang yang memegang koper, untuk merebut kembali kopernya. Tapi orang itu mengopernya dengan cepat ke seorang yang lain, layaknya bermain kucing-kucingan.
Hal itu berlangsung hingga kedua pencuri itu menarik nafas lelah, setelah mengoper sambil menyerang Rafael yang tidak kena-kena. Rafael turun menghampiri mereka yang tengah terduduk lelah, untuk mengambil kopernya. Tiba-tiba, salah seorang dari mereka mencengkram Rafael dari belakang, dan orang yang di depannya bangkit berdiri.
Tak kalah cepat, ia langsung menunduk untuk mencengkram kaki dari orang yang melingkari dadanya. Lalu mengangkatnya dan membantingnya dengan satu kakinya, yang membuat lawannya jatuh terguling hingga tak berdaya di tanah. Secara refleks, Rafael melompat kembali untuk menghindari serangan dari seorang pencuri, yang ada di depannya itu. Kejadian itu berselang cepat, sebelum Rafael langsung mendarat dengan teknik guntingan leher pada pencuri satu lagi, yang tadi hampir memukulnya.
Guntingan leher, teknik membanting dengan kaki seperti menggunting, tepat di leher lawan lalu menariknya dengan berputar ke bawah.
"Bagaimana Aku melakukannya?" heran Rafael setelah melakukannya dengan berhasil. Alhasil, dua orang pencuri itu tak bisa berkutik lagi, alias K.O.
Bapak-bapak yang kopernya dicuri tadi dan yang sejak tadi memperhatikan pertarungan itu, menghampiri Rafael yang berhasil mengambil kopernya dari tangan pencuri tersebut.
"Ini Pak, kopernya. Lain kali jangan lewat jalan ini, cari saja jalan yang lebih ramai," kata Rafael dengan ramah.
"Justru, Saya sengaja melewati jalan ini untuk meringkus mereka. Saya adalah polisi yang ditugaskan untuk merekam plat nomor mereka, dengan menyamar sebagai warga sipil. Sebenarnya Kau siapa?"
"Yang benar kah? Bapak pasti mengarang cerita untuk bergurau kan?" ucap Rafael sambil terkekeh di hadapannya.
Tanpa pakai lama, Bapak-bapak itu langsung menunjukan lencana nya. Kemudian secara tiba-tiba Rafael terdiam sambil menunduk; tak berselang lama ia seperti menunjuk sesuatu ke arah belakang polisi itu.
Polisi tersebut ikut menoleh ke arah yang ditunjuknya. "Tidak ada apa-ap-" kalimat dari polisi yang terputus saat menoleh kembali, dan menyadari dirinya tengah berdiri sendirian, dengan dua orang pencuri yang masih tergeletak di tanah.
"Kemana orang itu? Tunggu, yang tadi itu orang bukan ya?" kata polisi tersebut yang mulai diselimuti rasa takut.
Rafael mendarat di halaman belakang perpustakaan, yang hanya selebar lapangan bulu tangkis dengan satu cahaya terang di tengahnya. Dan hanya dihuni oleh dua bak sampah besar pada bagian seberang pintu belakang.
Rafael mendarat tepat sedetik sebelum salah seorang Staff gendut, membuka pintu belakang perpustakaan itu dari dalam.
Bertanyalah Staff itu kepadanya, "Sedang apa Kau disini?"
"Oh, Aku hanya membuang sampah sepertimu," ucap Rafael, saat melihatnya membawa kantong plastik berukuran besar dan berisi kumpulan sampah.
"Apa Kau menghinaku sampah?" Kata Staff itu dengan tatapan serius kepadanya.
"Tunggu-tunggu, bukan itu maksudku. Tapi, Aku baru saja membuang sampah seperti yang akan Kau lakukan."
"Apa? Kau tahu dari mana ini adalah sampah?" tanya Staff gendut itu sambil mengangkatnya.
"Ya, apalagi kalau bukan sampah? Emaskah?" gurau Rafael.
"Enak saja. Ini bukan sampah, tapi daur ulang. Kau tidak bisa membedakan mana yang sampah dan yang daur ulang ya?"
"Ya Kau benar sekali," ucapnya sebelum beranjak pergi dari hadapannya.
"Tunggu!" Panggil Staff itu yang membuatnya berhenti.
"Iya, kenapa? Apa Kau masih belum puas?"
"Kau sebenarnya, sedang melompat-lompat kan?" Pertanyaan dari Staff yang membuatnya mendadak pucat.
"Hah? Maksud Kau apa?" tanya Rafa yang sudah keluar keringat cemas.
"Saat Aku membuka pintu, Kau terlihat sedang meloncat-loncat di tengah halaman ini."
"Meloncat? Apa maksud Kakak Aku habis meloncat dari langit?" tanya Rafael dengan senyuman cemas.
"Mana mungkin Kau melakukannya. Yang Ku maksud itu, Aku tadi melihatmu baru saja berhenti meloncat saat Aku membuka pintu. Jadi, sebelum pintu ini terbuka, untuk apa Kau loncat-loncat?"
Rafael menarik nafas lega setelah mendengar penjelasannya. "Hehe, itu karena Aku sedang pemanasan."
"Untuk apa Kau pemanasan malam-malam begini? Aneh sekali Kau."
"Aku hanya iseng saja."
"Oh iya, Apa perpustakaan ini masih buka? Aku ingin mengembalikan sebuah buku yang ku pinjam."
"Ya, masih buka. Cepatlah, karena kami akan tutup sebentar lagi."
"Baiklah," ucap Rafael sebelum berjalan.
"Hei," panggilnya lagi dan kembali membuatnya cemas.
"Jalan untuk pengunjung lewat sana, bukan lewat pintu belakang. Itu hanya khusus bagi Staff."
Rafael kembali menarik nafas lega. "Terimakasih," ucapnya sebelum berlari ke depan perpustakaan tersebut, yang berada persis di pinggir trotoar kota. Terlihatlah Staff yang hendak keluar dari meja layanannya, saat sudah tiba di salah satu meja layanan.
"Tunggu-tunggu!" ucapnya sambil tergesa-gesa.
"Iya, ada apa?" tanya Staf tersebut yang hendak keluar dari mejanya.
"Jangan pulang dulu. Aku, ingin mengembalikan buku yang kupinjam seminggu yang lalu."
"Baiklah, kemarikan bukunya," kata Staff itu yang masuk lagi ke meja layanannya. Rafael menyerahkan buku itu dari dalam tas yang digendongnya, sambil terheran dengan sikap santai dari pegawai itu.
"Kakak tidak protes kah?"
"Protes untuk apa?" jawabnya, sambil menyiapkan alat tulis untuk proses pengembalian bukunya.
"Protes karena jam pulangmu sudah diganggu. Bukannya sebentar lagi kalian akan tutup? Tadi saja Kau mau keluar kan?" heran Rafael dengan nafas lelah.
"Tidak. Kami masih buka sampai dua jam lagi. Aku tadi hanya ingin mencuci muka. Kau sendiri kenapa tergesa-gesa?" tanya Staff itu yang mulai menulis catatan pengembalian bukunya.
Seorang Staff yang tadi bertemu dengannya di belakang perpustakaan, berjalan melewati depan mereka sambil tersenyum padanya, karena telah berhasil membohongi diri Rafael. Rafael hanya bisa pasrah sambil merasakan lelah, sehabis dikerjai oleh seseorang dari Staff itu.
"Kau mau minum?" tawaran dari Staff yang tengah melayaninya.
"Iya, boleh." Staff yang masih mengurusi pengembaliannya, memberikannya minum untuk membantu menghilangkan dahaganya.
"Oh iya Kak. Ada buku tentang berlatih pedang tidak ya?" kata Rafael yang terbesit ide setelah dahaganya lega.
"Untuk apa?" tanya Staff itu sambil mengernyitkan dahinya.
"Untuk berlatih pedang Kak. Masa untuk masak? Saya harus bisa menguasai teknik pedang."
"Itu dia maksudku! Untuk apa Kau ingin menguasai teknik pedang? Apa Kau ingin sekali berkelahi?" kata Staff itu sambil menulis catatan.
"Oh, benar juga," desis Rafael. "A-Anu... Aku ingin belajar karena, untuk kegiatan ekskul di sekolahku. Dua hari yang lalu, Aku sudah mengajukan ekskul ini hanya untuk kegiatan di luar belajar saja. Ya, sepertinya begitu," kata Rafael yang sendirinya pun tak yakin.
"Tapi, teknik pedang itu berbahaya loh, kalau Kau belajarnya sendirian. Kau butuh pelatih supaya tidak asal-asalan menguasainya, dan agar tidak terluka apalagi melukai orang-orang sekitarmu."
"Woah, Kakak benar juga. Bisa gawat kalau orang-orang di sekolahku sampai terluka."
"Meskipun pakai kayu, tetap saja masih berbahaya kan? Kalau Kau belajarnya tanpa Pelatih."
"Ya sudah. Kalau begitu ada atau tidak bukunya? Nanti Aku akan mencari pelatihnya."
"Bentar ya, Aku cari dulu," jawab Staff itu sambil menggerakkan mouse nya.
"Ada! Di lorong tiga lantai dua. Lumayan dekat kalau cuma naik tangga. Nomor rak bukunya... sepuluh."
"Baik Kak," ucap Rafael yang terlihat senang serta, tak lama kemudian telah selesai proses pengembaliannya.
"Terimakasih Kak," ucapnya saat mengambil kartu membernya dengan kertas buktinya, dari tangan Staff cantik itu.
Rafael beranjak dari tempat itu, menuju rak buku yang dikatakan Staff tadi, untuk mencari buku yang tengah ia butuhkan.
Pada lorong kedua saat sudah sampai di lantai dua. Rafael tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya, dari belokan yang berada di sisi kirinya. "Eh, Sorry-sorry. Aku tak sengaja," ucap Rafael.