Chereads / Hakim Tengah Malam (Midnight Judge) / Chapter 15 - Hunter Knight

Chapter 15 - Hunter Knight

Mamon itu mengaum seperti singa, membuka mulut seperti semut dan terlihat di dalam mulutnya, terdapat lapisan bergerigi seperti paku. Membuat Rafael semakin menajamkan pedangnya dengan Skill tiga : level satu, Light Waves!

Dengan kaki yang telah pulih, ia melesat dengan lompatan supernya ke arah Mamon itu. Sementara Mamon itu terlihat sedang mengerang, padahal Rafael baru saja melesat ke arahnya.

"Kena Kau!"

TRING! terdengar suara menangkis dari Rafael saat tiba di depan Mamon itu. Terlihat satu tangan pada bagian dadanya berubah, menjadi senjata tajam bagaikan tombak yang tadi hampir menusuk Rafa. Kuku yang panjang nan tajam, dijadikan ujung tombak dan tangannya sebagai gagang yang dapat bergerak fleksibel.

Rafael kembali maju namun ia terlambat. Mamon tersebut sudah berada di depan matanya setelah melesat dengan kaki belalangnya, dan siap mengayun tombaknya kepada Rafa. Dengan gesit, Rafael berhasil menghindarinya, kemudian terjadilah saling menyerang dan menangkis yang berselang cukup lama. Sebelum pada akhirnya, Rafael terpental oleh hantaman dari Mamon itu, saat si Mamon bermain licik yakni menyodorkan petani yang berada digenggamnya sebagai tameng.

Dirinya kembali bangkit, namun di sisi lain Mamon itu bertingkah aneh, menyemburkan air seperti anjing, sebanyak tiga kali ke arah sekitarnya dan mengenai Rafael. Rafael tidak peduli dengan hal tersebut, yang Dia inginkan hanyalah melenyapkannya dengan segera. Ia melancarkan lagi ayunan pedangnya, berlapis skill pedang yang ketiga berlevel satu, menyerang tanpa ampun dan berusaha keras melukai Mamon menjijikan tersebut.

Dan pada akhirnya Rafael tidak bisa menerobos celah dari pertahanan Mamon tersebut, hingga dirinya tak kuat menahan lelah. Di saat itulah, Mamon tersebut menghantamnya dari belakang, dengan satu tangannya yang mencengkeram Petani. Layaknya pemain base ball yang menghantam bolanya dengan tongkat, begitulah yang dialami Rafael.

Kemudian Mamon itu mengolok-olok Rafael, usai terpental bersama petani itu. "Hei, manusia lemah! Jika tidak bisa mengayunkan pedang, lebih baik jangan coba-coba melawanku."

Mendengar hal itu, Rafael berubah menjadi emosi bahkan telah dikuasai oleh emosi. Lalu Ia mulai bangkit kembali, menggunakan skill yang bisa menyerangnya secara dekat, tanpa harus mendekatinya.

Blue Thunder! teriak Rafael yang menancapkan pedangnya di atas tanah, petir dari pedangnya merambat sampai ke bawah kaki Mamon itu. Lalu lingkaran biru seperti portal muncul di atas Mamon itu, dan hendak mengeluarkan auman petir yang dapat membelah tubuhnya.

Tapi Mamon itu terlihat tenang sekali, mengangkat petani itu di atas kepalanya seolah payung. Sontak, hal itu membuat Rafael terkaget dan dengan cepat menarik pedangnya kembali, untuk menggagalkan aksinya. Petir itu sudah sampai sedetik mengenai ujung rambut dari petani itu, sebelum menghilang begitu saja.

Rafael begitu shock dan bergumam, ia hampir saja melukai orang lain yang hampir menjadi korbannya, lengah karena dikuasai emosi membaranya. Jika terlambat sedetik saja, petani itu mungkin sudah terbelah bersama Mamon itu. Memanfaatkan situasi ini, Mamon tersebut langsung melempar petani yang digenggamnya, tepat mengenai Rafael yang terlihat masih Shock. Seperti bola bowling yang berhasil mengenai pin-pinnya, begitulah yang dirasakan Rafael saat terhempas bersama petani itu, terguling-guling di tanah serta menyebabkan lecet-lecet pada Rafa dan petaninya.

"Hei!! Kau curang sekali, memanfaatkan orang ini sebagai tameng mu!" teriak Rafael dengan kesal.

"Curang?" Mamon itu tertawa lepas. "Kau benar sekali. Akulah Mamon yang berasal dari manusia-manusia, yang curang tingkah lakunya. Dari koruptor, penipu, sampai penjudi sekalipun, dari merekalah Aku terbentuk. Simbol dari kecurangan, dan keserakahan manusia demi kesenangannya."

"Tapi bagaimana bisa, Kau membaca semua gerakan ku? Bagaimana bisa, Kau seketika muncul di belakangku? Apa itu juga kecurangan mu?"

"Iya, benar sekali. Aku memakai cairan yang tadi Kau abaikan, dan itu membuat semua indera mu menjadi terganggu. Kau menganggap dirimu sudah sangat cepat, padahal Kau hanya berlari secara normal. Tapi tenang saja, efek itu ada jangka waktunya dan sebentar lagi akan habis. Maka dari itu, Aku harus menghabisi kalian sekarang juga!"

Rafael tercengang, oleh begitu banyaknya kelalaian yang ia lakukan. "Kesalahan yang mendatangkan kekalahan. Ceroboh sekali Aku!" dalam hatinya yang pasrah sambil melihat Mamon itu pelan-pelan mendekatinya. Selangkah demi selangkah seolah menakutinya lebih dulu, ditambah lagi pedangnya menghilang. Lalu terdengar suara orang-orang berteriak, saat Mamon itu sudah dua langkah lagi hampir mendekati mereka. Suara dari orang-orang, yang tengah mencari seseorang dari mereka, dengan obor menyala-nyala dan sinarnya hingga terlihat di belakang Mamon itu.

Tiba-tiba saja, Mamon itu mengerang kesakitan dua kali, sebelum pergi dengan cepat dari hadapan Rafael. Barulah setelah itu terlihat jelas, memang ada orang-orang yang berkelompok dengan masing-masing obor dan garpu taman.

"Apa Mamon tadi, takut dengan orang-orang ini? Sepertinya garpu taman? Atau obor-obor yang menyala? Entahlah...."

Terlihat seseorang dari mereka berlari ke arah Rafael, setelah menyadari ada dua orang yang tergeletak di tanah. Dan membuat yang lainnya juga, menyusul mendatangi Rafael.

"Apa Kau tidak apa-apa?" tanya seseorang yang pertama kali berlari menghampiri Rafa.

"Iya, Aku baik-baik saja. Tapi lebih dari itu, tolonglah paman yang pingsan ini. Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya, sewaktu dibawa-bawa oleh monster itu."

Wajah mereka mendadak pucat saat mendengarnya. "Monster!?"

"Iya, Monster yang sangat aneh bentuknya, dan sangat menjijikan tampilannya."

"Kau benar. Pasti karena ulah Monster itu yang selalu berkeliaran di wilayah kami. Dan yang bersemayam di bukit ini."

Rafael termenung. "Sepertinya mereka menjadikan Mamon itu sebagai Mahkluk Mitos, atau semacam legenda yang selalu bersemayam di suatu tempat. Padahal mereka hanya bersembunyi saja, dan tidak disangka akan dijadikan makhluk legenda oleh mereka."

"Apa kalian semua tahu tentang Monster yang ku maksud?" tanya Rafael.

"Iya, kami pernah menjumpai Monster itu sebelumnya. Dan untung saja, kami semua bisa selamat karena makhluk itu takut dengan obor."

"Jadi benar ya," dalam hatinya.

"Paman ini tadinya sudah ku peringati jangan berada lama-lama di kebun, setelah matahari terbenam. Tapi Dia tetap memaksa, dan sampai akhirnya, keluarganya melapor karena tak kunjung pulang ke rumah," kata seorang yang berkaos kuning dan mengenakan caping.

"Benar sekali. Kami mencarinya ke semua penjuru perumahan terpencil ini. Karena sudah tak kunjung ketemu, kami bersepakat untuk menyusuri bukit ini dan ternyata kami menemukannya di sini."

"Jika paman ini mau mendengarkan larangan Hunter Knight, pasti tidak akan terjadi kejadian seperti ini."

"Hunter Knight? Apa itu?" heran Rafael.

"Mereka adalah tim khusus yang terbentuk, karena sering terjadinya kejadian aneh di bukit ini. Tapi mereka tak bisa mengusir Monster yang didapatinya, apalagi memusnahkannya. Alhasil, mereka hanya bisa membuatnya mundur, sebelum melarikan dari Monster itu."

"Maka dari itu setelah pulang, mereka hanya bisa membuat peraturan jangan berlama-lama di bukit ini, setelah matahari terbenam."

"Pantas, jalan ini sepi sekali saat Aku melihat Mamon itu muncul," dalam hati Rafael.

"Sudah, Kau menginap saja di sini. Kami akan obati luka-lukamu, dan paman ini akan diobati oleh keluarganya. Untung saja kami cepat datang."

"Baiklah, terimakasih. Tapi Aku tak bisa menginap, karena Aku ada urusan lagi. Jadi kalau bisa, Aku hanya menumpang minum sebentar saja ya."

"Tidak masalah. Tapi lukamu itu tidak mau diobati dulu? Apakah tidak apa-apa dibiarkan begitu saja?"

"Tidak perlu. Ini hanya lecet-lecet biasa dan kotor karena terjatuh tadi. Aku hanya haus karena belum sempat minum sejak tadi."

Rafael turut pergi bersama mereka, ke rumah salah satu dari mereka yang bersedia melayaninya. Dan tibalah di tempat semacam lapangan, di situ mereka berjumpa dengan keluarga dari paman itu. Terlihat sangat mencemaskan dan menantikan seorang dari anggota keluarganya yang dicari, sebelum akhirnya menyambut dengan pelukan haru.

"Kalian menemukan Satria dari mana? Di mana kalian menemukan suamiku?" tanya seorang wanita usai menyambutnya dengan puas.

"Kami melihatnya pingsan di jalan dekat bukit, dan ada remaja ini yang tergeletak lemas di sampingnya."

Wanita itu berdiri persis di hadapan Rafael. "Kau siapa? Kenapa Suamiku bisa pingsan di jalan bersamamu?" ucap Wanita itu yang tiba-tiba memukul-mukul dada Rafael, sebelum akhirnya diredamkan oleh keluarganya.

"Tunggu dulu Ibu! Dia belum mengatakan sepatah kata apapun," ucap seorang gadis dari Ibu itu. Gadis itu menoleh. "Maaf ya dek, Ibuku terpancing emosi. Bisa Kau ceritakan kejadian yang sebenarnya?" pinta Gadis yang terlihat lebih tua dari Rafael.

"Sebenarnya, Saya sedang berjalan-jalan di sekitar kaki bukit untuk mengerjakan tugas sekolah. Saya diberi tugas untuk mencari jenis daun-daunan yang berada disekitar kaki bukit ini. Tapi Saya malah bertemu dengan Monster itu, yang sedang mencengkeram erat paman ini dan Saya melihatnya telah pingsan."

"Lalu bagaimana, kalian bisa tergeletak di jalan yang sepi itu?" tanya Gadis itu.

"Tiba-tiba saja, Monster itu melemparkan paman ini ke arahku sampai membuatku terpental bersamanya, dan tergores-gores oleh kasarnya jalan. Untung saja mereka ini datang tepat waktu, sebelum Monster itu melahap kami."

Seketika keluarga paman, menoleh ke arah kelompok yang ditunjuk Rafael. "Oh, Hunter Knight! Terimakasih banyak bantuannya. Jika tidak, kami pasti masih merasa cemas." Rafael terkejut dengan ucapan mereka barusan. "Apa? Hunter Knight? Jadi Kalian ini Hunter Knight, yang kalian ceritakan sendiri padaku?"

"Iya, benar. Kami menyamar menjadi petani, agar bisa memancing Monster itu."

"Lalu kenapa kalian tidak bilang saja dari tadi, kalian sendirilah yang Hunter Knight itu?" tanya Rafael.

"Kami sengaja untuk tidak langsung membeberkannya pada orang asing. Untuk berjaga-jaga dan waspada."

"Lalu, orang yang mengaku sebagai teman dari paman ini, bohong atau benar? Apakah Dia juga anggota Hunter Knight?"

"Kalau yang ini, memang benar adalah teman dari paman ini. Kami memintanya untuk memberi lokasi terakhir kali saat bertemu dengan paman ini. Tapi untungnya saja, sebelum kami naik ke bukit, kami sudah menemukan paman ini."

"Begitu rupanya." Dalam hati Rafael, "Berarti, mereka sempat curiga padaku? Wajar saja sih, tadi saja hampir dipukul oleh Ibu-Ibu."

"Kalau begitu, Saya ucapkan terima kasih kembali kepada Hunter Knight. Dan untuk Kau, Aku minta maaf karena sempat memukulmu. Maafkan Ibu yang terbawa emosi ini," ucapnya.

"Ya, lain kali kendalikan emosi Ibu. Jangan sampai melukai orang lain karena emosi," kata Rafael.

"Baiklah," jawab Ibu itu sebelum pergi meninggalkan mereka bersama dengan keluarganya. Seketika Rafael merasa tertampar dengan ucapannya sendiri. "Yang kukatakan tadi, ternyata juga untukku. Hampir saja melukai orang lain karena terbawa emosi," dalam hatinya

"Ya sudah. Kau ikut dengan kami ke markas kami."

"He? Untuk apa?" kaget Rafael.

"Katanya Kau mau minum? Kami hanya ingin memberi Kau minum. Tidak jadi?"

"Kalian tidak macam-macam kan?" curiga Rafael dengan tatapan sinis.

"Terserah Kau saja. Kalau tidak mau silahkan pergi dari sini dan pulanglah. Kami juga tidak boleh berlama-lama dengan orang asing."

"Hehehe... maaf-maaf. Ya Aku jadi menumpang minum."