"Apa yang Kau lakukan pada mereka!" teriak Rafael dengan mata tajamnya.
"Aku hanya meminjam energi mereka saja, tidak masalahkan?" Whuahaha..."
"Untuk apa Kau meminjam energi mereka? Mereka tidak ada kaitannya dengan pertarungan ini!"
"Tentu saja untuk memulihkan ku dan untuk membuatku menjadi lebih kuat. Apa kau sekarang mulai takut denganku?"
"Mamon ini benar-benar licik. Gelembung-gelembung itu hanya pengalihan saja, untuk meningkatkan kekuatannya dengan memanfaatkan dua korban tak bersalah."
Mamon itu mengeluarkan gerakan aneh dengan suara aneh seperti gajah, kemudian terlihat jelas di depan matanya. Enam tangannya berubah menjadi berbagai jenis senjata perang, lebih dari satu. Mulai dari tombak, pedang, hingga perisai dan masing-masing dua dalam satu pasang tangan. Terjadilah, aksi saling menyerang satu sama lain dan saling menangkis, berusaha saling mengalahkan. Rafael tetap tidak kalah cepat darinya, namun kalah dalam hal jumlah tangan. Mamon itu dengan sangat santai menyerang sekaligus menangkis, meskipun tidak dapat mengimbangi kecepatan Rafael.
Rafael tak dapat menyentuhnya sedikit pun, yang bergerak di sisi depan sekaligus di sisi belakang karena kedua perisai besarnya itu. Bahkan, kedua perisainya dapat berputar seperti gangsing, membuat Rafael secara tiba-tiba terpental saat menyerangnya. Melihat usahanya tak berhasil, Rafael mengeluarkan Light Waves nya, Skill 3 Lv 1! Pedang yang dilapisi Spiral-Spiral petir berbentuk Zig-zag, untuk menyerangnya kembali, berharap bisa mematahkan gagang perisainya. Tapi tetap sama saja pada akhirnya, tak dapat menembus dan terpental kembali untuk kedua kalinya.
Tidak menyerah, Rafael mulai mengambil jarak, untuk menggunakan skill tiga level duanya. "The Lion Hold!"
Terkaman Singa dari gelombang-gelombang petir pada pedangnya, mengincar dan mengunci lawannya, seperti seekor Singa yang tak pernah membiarkan mangsanya luput.
Mengetahui serangan Rafael dapat mengincarnya, meskipun telah mencoba untuk menghindarinya. Mamon itu dengan sigap, memasang dua perisai besarnya itu menghadap ke depan seperti bendungan yang akan menghalangi air. Kedua hal itu terjadi dengan sangat cepat dan dasyhat, terkaman Singa itu hampir melubangkan kedua perisai dari Mamon jelek itu, dan tersisa aliran-aliran listrik di seluruh perisainya, bekas dari serangan itu setelah Singanya menghilang.
"Whuahaha. Percuma saja!" Ketika Mamon itu membuka kedua perisainya, terkejutlah Mamon itu saat melihat Rafael yang tadi di hadapannya, secara tiba-tiba tidak ada. Ternyata Rafael, sudah berpindah dengan cepat dan menusuknya dari belakang dengan skill Light Waves itu.
"Tidak percuma. Serangan itu hanya untuk mengalihkan saja, Bodoh!" kata Rafael, yang terlihat sedang menusuk dada Mamon itu dari belakang hingga menembusnya ke depan, dan aliran petirnya menyetrum seluruh tubuh Mamon itu. Seketika, Rafael merasa terkejut dengan dirinya yang tiba-tiba merasakan sakit di bagian perutnya, sedang masih menancapkan pedang itu. "Apa ini?" ucapnya sebelum Shock melihat bagian perutnya telah tertusuk oleh tangan dari bagian paling bawah Mamon itu.
"Hahahah... Harusnya, Kau lihat-lihat dulu bodoh!" balas Mamon jelek itu. "Kau kira, Aku akan membiarkan celah begitu saja untukmu? Yang benar saja!"
"Kau memasang, tangan pedangmu ke belakang, sebagai gantinya?" ucap Rafael dengan suara menahan sakit.
"Sekarang siapa yang bodoh?! Saat Kau mengincar bagian belakangku, pedangku ini sudah siap akan menusukmu."
"Ini je-ba-kan?" ujarnya yang terlihat kesakitan dengan maskernya yang berlumuran darah. Mamon itu tersenyum puas, sebelum menendang keras Rafael hingga terpental. Terkapar dengan luka tusukan di bagian perut dan tergeletak di tanah, begitulah kondisi Rafael sekarang.
"Hfuu...A-pakah... Aku akan mati di-sini...?"
"Ter-nyata.. tak... semuda..h yang kupikirkan..." dalam hatinya dengan mata yang sudah kabur, melihat gerakan Mamon itu yang samar-samar. Beberapa saat kemudian, matanya perlahan-lahan terpejam dan tubuhnya tak bergerak lagi.
Benar-benar, keadaan yang sepertinya tidak ada lagi harapan bagi seorang pahlawan malam. Seorang Hero yang dikalahkan oleh seekor Monster menjijikan, dengan kelicikannya. Beberapa menit kemudian, kitab yang berada di saku Rafael terbang ke atas dirinya, yang tergeletak penuh luka di tanah. Terbukalah kitab itu, kemudian menyinarkan cahaya terang ke seluruh tubuhnya, dari atas kepala hingga ujung kaki.
Mamon itu dibuat kaget, ketika melihat semua luka pada tubuh Rafael, termasuk luka tusukan dengan darahnya yang mengalir dari perut dan hingga pada mulut. Menghilang seperti air sungai yang mengering dan tak terisa sedikitpun. Sisa-sisa dari darahnya yang tadi keluar, hanya berbekas pada kain jaketnya dan maskernya saja. Selebihnya, Rafael kembali pulih dengan mulus tanpa bekas apapun di tubuhnya.
Dalam kejapan mata, Mamon itu secara mendadak terpental dengan sangat keras menabrak sebuah gedung, yang sejak tadi menyaksikan pertarungan mereka. Hingga berpuing-puing dari retakannya, saking kerasnya tendangan Rafael.
"Masih belum berakhir! Masih ada, harapan cerah!" ucap Rafael yang terlihat sangat segar bugar, bahkan terlihat juga ia diselimuti cahaya putih berwujud seperti api.
Ternyata tanpa disadari olehnya, sejak tadi level empat dari skill ketiganya telah terbuka dan belum dipakainya. Skill dari pedang tersebut, bukanlah skill bertipe serangan atau bertahan seperti sebelumnya, tapi skill dari Healthy and Power up.
"Begitu ya? Pedang ini memberi kekuatan lebih sekaligus pemulihan bagi tubuhku."
Mamon yang habis terbentur itu kembali bangkit, kini menyerang Rafael lebih dulu dengan enam tangannya. Tercenganglah Mamon itu, ketika menyadari yang baru saja ditusuk dan dibelahnya itu hanyalah sebuah batang pohon, yang terjadi dalam gerakan cepat.
"Hah? Kemana Dia?" kata Mamon itu yang terlihat menolah-noleh ke arah sekelilingnya. Tertegunlah Mamon tersebut, ketika satu persatu tangannya terpotong, tanpa terlihat jelas itu serangan apa dan tidak terlihat yang menyerangnya. Kemudian, terbelah-belahlah tubuhnya dengan cepat setelah, tangannya berhasil terpotong keenam-enamnya.
Terlihatlah Rafael kemudian, yang tiba-tiba berdiri di hadapannya, menyaksikan Mamon itu mengerang kesakitan sebelum tubuhnya hancur lebur, setelah terbelah-belah cincang oleh skill Dark Splitternya. Mamon itu benar-benar sudah lenyap begitu saja tanpa perlawanan sedikitpun, dan tak nampak lagi tanpa sisa sepeserpun. Lapisan cahaya putih Rafael perlahan memudar, setelah Mamon itu berhasil lenyap dari pandangannya.
"Dengan skill tiga level empat, membuatku tidak terasa lelah saat menggunakan level tiganya. Jadi seperti itu rupanya, level keempat dengan ketiga saling terhubung satu sama lain."
Perhatiannya tertuju pada kedua orang korban tadi, yang berada di dalam gelembung ungu hitam, gelembungnya telah pecah dan mereka terlihat sedang ribut, bukan. Namun yang satu, terlihat tengah terintimidasi oleh yang satu lagi.
"Kemari Kau!" katanya dengan sangat keras.
Rafael tidak tinggal diam melihat hal itu. "Hei, hei. Kenapa Kau mengganggu temanmu sendiri?" kata Rafael dibalik topeng Hakim Tengah Malamnya.
"Hah? Dia temanku? Kau salah paham! Dia hanyalah seorang pecundang yang punya masalah denganku."
"Tidak. Dia adalah perampok yang sejak tadi mengincar kalung permataku. Tolong, selamatkan Aku," pucat seorang itu kepada Rafael, membuatnya bertindak sebagai Pahlawan Tengah Malam yang menegakan keadilan.
"Lepaskan Dia!" tegas Rafael kepada perampok itu.
"Huh? Meski Kau sudah tahu, Aku seorang perampok. Lantas Kau mau apa setelah menyelamatkan kami? Apa Kau ingin menghakimi Aku juga?" kata perampok itu dengan lancang.
"Idemu bagus juga," ucap Rafael sebelum mengeluarkan skill pedangnya, berlapis aliran petir spiralnya. Karena terbawa kesal oleh tingkah laku orang yang satu ini. "Asal Kau tahu saja. Aku hampir mati ketika menolong kalian, termasuk Kau wahai orang yang tidak peduli!"
"Memangnya Kau mau apa? Apa Kau ingin mencabut nyawaku seperti malaikat maut?" remeh Perampok tersebut.
"Benar!" jawab Rafael dengan nada tajam kepada orang itu. "Kemari Kau!" kata Rafael dengan nada kesal.
Seketika, wajah orang itu mendadak pucat, melihat mata Rafael yang sangat serius dengannya. Bahkan, cucuran keringat mulai menetes pada wajahnya. "Tenyata, Kau sungguhan ya?" tanya kecut orang itu sambil berkeringat takut, perlahan berjalan mundur saat Rafael berjalan maju.
Hingga, Rafa berada tepat selangkah di hadapannya. Mulai mengangkat pedangnya seperti, sudah ingin melukai orang tersebut karena terbawa oleh kesal. Tak lama kemudian, pedang yang teracung ke atas oleh Rafael, secara tiba-tiba menghilang seketika.
Memanfaatkan keadaan itu, perampok itu langsung berguling ke samping dan mengambil sebuah senjata api berjenis senapan. Sebelum mengokang senjatanya, Rafael langsung melompat melesat ke korban perampok itu, dan tanpa bepikir lama langsung membawanya pergi menjauh dari tempat itu.
"Hei, Kau kenapa lari?" tanya korban yang terkaget heran.
"Sudahlah, lebih baik kita hindari saja perompak itu. Aku juga kaget, ketika pedangku menghilang begitu saja."
"Kau tidak bisa mengendalikannya?"
"Aku benar-benar yakin, sudah mengendalikan pedang itu tadi. Sudahlah, yang terpenting kita mundur saja dan membawa Kau pulang ke rumahmu."
"Baiklah."
Di tengah-tengah jalan, Korban itu tiba-tiba terkejut setelah meraba-raba dadanya. "Tunggu!" teriaknya.
"Ada apa? Apa Kau ingin muntah? Atau Kau kebelet pipis?"
"Bukan. Kalungku masih terjatuh di lokasi tadi. Bisakah Kita kembali dan mengambilnya lagi?"
"Tidak. Tidak akan! Sekarang Kau pilih sendiri jika memaksa, hidupmu yang lebih berharga, atau permata yang Kau bicarakan itu. Jika Kau ingin kembali, kembalilah sendiri."
"Tapi-"
"Sudahlah! Jika Kau tetap bersikeras memaksa ingin ke sana, Aku akan benar-benar mengembalikanmu ke sana. Alasanku memilih untuk langsung membawamu pergi dari sana, karena Aku takut jika Kau yang tertembak duluan olehnya. Orang itu pasti langsung mengincar yang lebih lemah dulu!"
Matanya tercengang ketika mendengar itu. "Aku mengerti, seharusnya Aku berterimakasih padamu. Kau telah menyelamatkanku dua kali."
"Terimakasih, hanya untuk Tuhan."
"Kau ini pahlawan atau pengkhotbah?"
"Panggil saja Aku Hakim Tengah Malam."