Chereads / Hakim Tengah Malam (Midnight Judge) / Chapter 19 - Bertemu lagi

Chapter 19 - Bertemu lagi

Pada sore harinya, tepat pada waktu bel pulang sekolah selesai berbunyi. Rafael menunggu dan bersembunyi di suatu tempat yang dekat dengan ruang guru.

Lalu terlihatlah, Bu Hana yang baru saja keluar dari ruang Guru dan melewati jalur satu-satunya menuju lobby, dan tepat di depan persembunyian Rafael. Di jalur satu-satunya itu, terdapat lorong di sebelah kanannya, tapi bukanlah lorong sungguhan. Hanya jalan buntu dengan panjang seperdua dari biasanya, hanya berisi tumpukan-tumpukan kardus bekas, di situlah Rafael menunggu Bu Hana. Rafael yang bersandaran pada tembok itu, mulai membuntuti Bu Hana ketika berjalan persis, di jalur yang berada di sampingnya tanpa ketahuan. Rafael terus membututi nya sampai tiba di area parkir, yang cukup luas dan cukup jauh dari pandangan lobby.

Tak disangka, Rafael malah bertemu dengan Steve yang tiba-tiba memanggilnya dari arah toilet parkiran, berada di belakangnya. "Rafael!" panggilnya dua kali. Hal itu membuat Rafael kaget serta menoleh kepalanya usai berhasil bersembunyi dari Bu Hana. Sementara Bu Hana sempat menoleh beberapa detik ke belakang, sebelum memutuskan untuk berjalan kembali.

"Ada apa sih?" desis Rafael, dengan raut wajah kesal kepada Steve yang menghampirinya.

"Kau kesal ya? Maafkan Aku, jika sudah membuatmu kesal."

"Iya. Ada apa? Kenapa Kau tiba-tiba menggangguku?"

"Memangnya Kau sedang melakukan apa?" tanya Steve.

"Sudahlah, tidak usah dibicarakan. Sekarang Kau ingin berbicara apa?"

Wajah Steve mendadak murung. "Aku hanya ingin minta maaf, waktu itu Aku meninggalkanmu sendirian hanya demi masuk ke kelompok lain."

"Ah, Kalau soal waktu itu, Kau tenang saja. Sudah ku maafkan sejak saat itu."

"Benarkah?" tanya Steve yang seakan tak percaya.

"Iya. Apakah hanya itu saja yang ingin Kau sampaikan padaku?"

"Tidak. Tapi Aku juga memutuskan untuk keluar dari kelompok pemalas itu, dan kembali lagi satu kelompok denganmu."

"Kenapa? Padahal yang selalu ku lihat, Kau selalu asik dengan mereka dan Kau sangat bahagia."

"Yang sebenarnya terjadi, tidak seperti yang kau lihat setiap hari. Aku berada di kelompok mereka, hanya dimanfaatkan saja untuk mengerjakan tugas sekolah mereka masing-masing. Termasuk tugas kerja kelompok, yang mereka serahkan padaku dan mengerjakannya seorang diri."

"Hah!? Kau hanya dijadikan budak tugas oleh mereka? Kejam sekali mereka."

"Aku benar-benar berada di posisi yang sangat sulit. Entah Aku ingin kembali kepadamu, sementara Aku punya salah denganmu. Tapi, jika berada bersama mereka terus-menerus. Aku tidak akan pernah mengalami kebebasan."

"Jadi, sekarang Kau sudah sangat bulat untuk meninggalkan kelompok mereka?"

"Benar. Lebih tepatnya, tadi Aku sudah berhasil keluar dan menentang dari perbudakan mereka."

"Kau dapat ancaman sesuatu dari mereka tidak?" tanya Rafael.

"Tidak. Aku hanya kena beberapa pukulan oleh mereka saja. Dan mereka bilang kembalikan uang sebagai ganti fasilitas yang pernah ku pakai. Lalu ku jawab saja, kembalikan juga nilai kalian yang telah ku kerjakan. Karena mereka tidak bisa menjawab, mereka pergi begitu saja dengan malu. Sekarang, apa Aku masih di terima dalam kelompokmu? Kalau kita harus berdua lagi juga tidak masalah."

"Aku mengerti dengan semangatmu. Tapi sekali lagi, apa Kau tidak jijik saat mengatakan; Kalau harus berdua lagi juga tidak masalah?" risih Rafael.

"Aku tak peduli. Karena di kala itu, saat kita tak sengaja bertatapan di kantin. Aku sedang manaruh harapan besar, Kau mau memaafkanku. Ternyata tak lama setelah kita bertatapan satu sama lain, Kau tiba-tiba menyapaku tanpa ucapan benci dan tatapan dendam sepeser pun."

"Begitu ya. Tapi bisakah Kau tidak mengatakan hal yang sangat menjijikan ini?" tanya Rafa dengan tatapan tajam ke arahnya.

"O-oke-oke. Maaf, lain kali Aku tak akan mengatakannya."

"Baiklah," ucap Rafael. "Tapi jika Kau ingin bergabung dengan kelompokku. Kau harus mendapat persetujuan dulu dari mereka berepat."

"Mereka?"

"Dewi, Maya, Ivana dan Clara. Sekarang, Aku sudah tidak sendirian lagi ketika ada tugas kelompok."

"Begitu ya. Bagaimana jika mereka tidak mau?"

"Ya, mau tak mau. Kau harus mengerjakannya tanpa kelompok. Tidak masalah kan?"

"Benar, juga sih. Dari pada Aku harus berkelompok dengan orang malas."

Karena Misi penyelidikan sekaligus pengintaian Bu Hana gagal oleh karena Steve. Rafael menundanya, yang tak tahu kapan, ia harus melanjutkannya kembali. Sebab, Rafael harus melakukan misi lainnya yaitu berpatroli malam untuk memberantas satu demi satu para Mamon, dan dimulai pada malam ini.

Dengan jaket atau Suit modifikasinya, yang dipakainya sementara untuk menutupi dirinya sebagai Hakim Tengah Malam. Ia melompat-lompat layaknya tupai, ke wilayah yang berada di sekitar bukit belakang sekolahnya, yang tidak hanya terdiri dari pemukiman petani lokal saja, tapi juga ada wilayah pertokoan dan fasilitas yang membelakanginya. Usai dua kali ia berpatroli di sekitar bukit yang terletak di belakang sekolahnya itu. Tak ada kemunculan Mamon sedikit pun, termasuk Mamon yang waktu itu kabur darinya. Bahkan, kejadian yang janggal atau heboh sama sekali tidak ada sama sekali. Semuanya terlihat baik-baik saja dan normal, seperti malam pada umumnya.

"Apakah, mereka sengaja untuk menghindari tempat ini? Kalau iya. Artinya mereka punya koneksi antara satu Mamon dengan yang lain? Kemungkinan besar, Mamon yang waktu memberi tahu lokasi ini, sudah tidak aman kepada teman-temannya," termenung Rafael di atas Gedung sekolahnya yang menjuntai tinggi, sambil memantau bukit itu.

Kemudian, Ia melanjutkan patrolinya lagi di tempat yang berbeda, sepuluh meter dari letak sekolahnya. Hingga tiba di atas atap sebuah gedung club malam, ia terduduk sambil tetap memantau dengan penuh kewaspadaan.

"Kenapa tidak muncul sesuatu pun juga di tempat ini? Apa mereka benar-benar berhati-hati dalam melakukan aksinya?" kesal Rafael. Sekian lama ia terduduk di atap sebuah gedung Club Malam tersebut. Rafael terpikirkan strategi yang lebih membantunya untuk menemukan atau melacak para Mamon itu.

"Sepertinya, Aku harus melakukan langkah kedua. Aku lihat berita saja yang memberitakan kasus misterius dan janggal. Lokasi dari berita itu pasti bisa menjadi petunjuk, keberadaan Mamon-mamon itu yang beraksi di sekitarnya."

Baru saja Rafael berdiri untuk melanjutkan misinya. Terdengarlah suara orang berteriak histeris berjarak dua gedung dari gedung club malam yang di tenggerinya. Dan didapatinya, dua orang yang sedang di desak oleh semonster Mamon yang pernah ia temui sebelumnya. Teriakan mereka hanya terdengar oleh Rafael, karena dua banguan yang berada di belakang gedung Club malam itu, adalah Gedung kosong. Begitu juga dengan letaknya, yang berada tepat di jalanan terbengkalai serta tak dihuni oleh seorang pun. Tidak menahan diri, Rafael dengan sigap turun dan menghadapi Mamon itu.

"Ternyata, kita bertemu lagi ya. Setelah, Kau kabur dari bukit itu dan tak kembali lagi," katanya yang baru saja menepis serangannya kepada dua orang itu.

"Hei! Enak saja kau bilang! Aku bukannya kabur, tapi sudah tidak bisa menghasut lagi di daerah itu. Aku diusir oleh orang-orang di sana."

"Mengusir Kau?" tanya Rafael.

"Benar. Semua orang-orang di sana berbondong-bondong mengusirku pergi, saat Aku sedang menghasut beberapa orang di bukit itu."

Rafael mulai tersadar akan suatu hal. "Benar juga. Pantas saja sejak tadi Aku tidak menemukan apapun di sekitar bukit itu. Saranku sendirilah, yang membuat Mamon ini pindah lapak," dalam hatinya.

"Karena Kau sudah datang ke pesta ini. Sekarang! Aku tidak akan lagi pulang lebih awal sebelum pesta ini selesai," ujar Mamon itu dengan suara ganasnya.

"Berbicaralah sesukamu Mamon menjijkan. Sebelum Aku melenyapkanmu dengan pedang ini." Mamon itu mulai mengeluarkan tatapan tajam ke arahnya. Hal itu tidak sedikit pun membuat Rafael gentar ataupun mundur darinya.

"Rileks Rafa, Kau sudah berlatih pedang dengan sungguh-sungguh. Meskipun baru dua kali Kau melakukannya, tapi cukup untuk meringankan ayunan dan gerakanmu."

Mamon tersebut, mulai mengeluarkan lagi cairan yang sama pada waktu itu kepadanya. Kali ini Rafael tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, menghindari kekalahan yang kedua kalinya. Sebelum Mamon itu memuncratkannya, Rafael sudah dengan cepat berada di atas atap Gedung kosong itu. Mamon itu pun dibuat heran setelah memuncratkan semua cairan anehnya, sebab ia melakukannya sambil memejamkan mata. Ia menatap sekitarnya. "Ke mana Bocah bodoh itu?" suara ganas Mamon itu.

Salah satu dari korban yang terdesak, menjawabnya dengan raut wajah takut. "Di-di belakangmu." Mamon itu menengok ke arah belakangnya. "Kau mencariku?" kata Rafael sebelum menepis leher Mamon itu, dengan pedangnya yang sudah berlapis Skill 3 : Lv 1.

"Uwaaargh." Mamon itu merengek kesakitan saat pedang Rafa mengenai tangannya yang berhasil terpotong. "Dia mungkin menghindari seranganku, tapi yang kuincar adalah satu tangan di punggungnya ini."

"Dasar bocah sialan! Akan ku robek topeng jelekmu itu, agar mereka berdua bisa melihat wajahmu itu!" Dengan sigap Mamon itu melesat ke depannya, namun kalah cepat dengan Rafael yang suda tiba di belakangnya.

"Maaf, tapi Aku sudah duluan!" Rafael dengan cepat menikam kepalanya, sehingga mengeluarkan darah berwarna ungu kehitaman. Terlihat sangat menjijikan di mata mereka bertiga, sebagai manusia. Rafael mencabut pedangnya kuat-kuat dari kepala Mamon itu, yang telah hancur dan berlubang. Anehnya, Mamon itu masih bisa berdiri dan bergerak, dan tangan satunya masih sempat menyerang Rafael.

"Ah? Masih bisa bergerak? Seperti kecoa saja, Mamon yang satu ini," ucapnya usai berhasil menghindar dengan lompatan supernya.

Kemudian terlihatlah, Mamon itu tiba-tiba saja mengeluarkan gelembung-gelembung, dari darahnya yang tersisa pada kepalanya. Seperti alat tiup gelembung yang mengeluarkan gelembung sabun secara otomatis, begitulah kondisi kepalanya yang tiba-tiba mengeluarkan gelembung-gelembung aneh. Belajar dari kesalahan sebelumnya, Rafael tidak akan lagi mengulangi kesalahan yang sama, yakni meremehkan serangan Monster yang terlihat sepele. Rafael mengindarinya hingga ke atap gedung, namun. Ternyata gelembung itu bisa mengejarnya seperti misil, tapi dalam kecepatan lamban.

Akhirnya, Rafael mengeluarkan skill pertamanya, skill satu level dua. Serangan jarak jauh yang akan bercabang dua dari setiap ayuannya. Rafael mengayunkan pedangnya begitu banyak, sampai tak terhitung jumlah dari semua tebasan cahaya yang dikeluarkannya.

Hingga gelembung itu selesai keluar dari kepalanya, terlihat Mamon itu membiarkan dirinya terkena goresan cahaya yang terlewat, karena saking banyaknya serta saking cepatnya. Rafael memang sengaja melakukannya, agar bisa bertahan sambil menyerang dalam posisi aman. Barulah, di saat Mamon itu berhenti mengeluarkan gelembung-gelembung anehnya, dengan cepat ia berada di belakang Mamon itu lalu menyabetnya bertubi-tubi dengan skill Light Waves! Skill pedang yang berlapis spiral petir lalu diakhiri dengan skill dua level satu.

Darkness Splitter! Pedangnya mengeluarkan cahaya kilat dan membelah tubuh Mamon itu dengan bentuk huruf X. Ketika serangannya berhasil, Rafael mundur dengan lompatannya untuk melihat kemusnahan dari Mamon itu.

"Fuhh..Fuhh... ternyata memang benar. Dia tidak secepat waktu itu dan, hanya memanfaatkan cairan aneh untuk memperlambatku saja. Sekarang kita lihat, Mamon yang sudah terbelah X itu."

Sontak, mata Rafael tercengang lebar, ketika mendengar Mamon itu masih bisa tertawa. Lalu terlihatlah tubuhnya kembali menyatu dan menumbuhkan tangan-tangan baru, setelah melepaskannya seperti sesekor cecak memutuskan ekor. "Apa bagaimana bisa?" terkejut Rafael saat melihat Mamon itu melepas tangan yang terpotong, dan satu tangan lagi yang hampir terputus karena sabetan Rafael. Digantikan dengan enam tangan aneh yang baru saja tumbuh di depan matanya.

"Whuahahah.... Kau kaget kan bocah? Seharusnya Kau tidak mengabaikan mereka berdua. Rafael menoleh ke arah yang dimaksud Mamon itu, dan dilihatnya dua orang korban yang sedang ditolongnya, berada di dalam gelembung itu dengan mata terpejam.